Sepak bola merupakan salah satu olahraga yang paling populer di dunia, termasuk di Indonesia. Dengan semakin berkembangnya sepak bola, semakin berkembang juga fans-fans baru yang bermunculan. Dari sekian banyak fans tersebut, ada beberapa yang benar-benar merasakan suatu hal yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata yang membuatnya mencintai tim tersebut. Tapi ada juga yang hanya ikut-ikutan mendukung, karena tim tersebut sedang berada dalam puncak kejayaan atau biasa disebut dengan 'Glory Hunter'.
Definisi glory hunter yang lebih sederhana adalah fans sepak bola musiman yang tim kesayangannya berganti-ganti, tergantung siapa yang sedang berjaya pada saat itu. Contohnya pada akhir tahun 1990-an saat tim Manchester United meraih treble winners (berhasil menjuarai 3 kompetisi bergengsi. Liga Inggris, Piala Domestik, dan Champions League) pada tahun 1999, fans tersebut mendukung Manchester United. Pertengahan tahun 2000-an pada saat tim Chelsea di-take over oleh pengusaha kaya asal Rusia, fans tersebut mendukung Chelsea. Atau pada akhir-akhir ini mendukung tim Paris Saint-Germain karena berhasil mendatangkan banyak pemain bintang sebut saja seperti Lionel Messi, Gianluigi Donnarumma, atau Sergio Ramos.
Istilah glory hunter mulai dikenal pada tahun 1990-an seiringan dengan mendunianya kompetisi liga Inggris. Sorotan media yang sangat besar dengan kualitas tayangan langsung ke seluruh dunia yang semakin banyak membuat liga ini menjadi salah satu kompetisi liga terbaik di dunia. Beriringan dengan meningkatnya citra dan jangkauan yang semakin luas, mulai bermunculan banyak penggemar baru tim sepak bola Eropa di negara lainnya, termasuk di Asia. Penikmat sepak bola memang tidak semuanya menjadikan sepak bola sebagai sesuatu yang harus dibela mati-matian, beberapa orang mengonsumsi olahraga hanya untuk hiburan. Itulah mengapa ada fans yang loyal terhadap satu tim, ada juga yang masih labil sehingga hanya ikut meramaikan tim yang sedang bagus prestasinya saja.
Baca Juga : Toxic Fandom: Adakah Batasan dalam Menjadi Fan? |
Seiring dengan kegemilangan tim-tim tadi, mulailah banyak bermunculan sekelompok fans dadakan yang menyatakan diri sebagai fans-fans tim tertentu. Di media sosial banyak bermunculan akun-akun fanbase dari tim-tim jago tadi. Padahal jarang sekali orang yang mengaku sebagai fans tim tersebut. Salah satu contoh yang populer adalah munculnya fanbase dari tim asal Serbia, FK Senica, hanya karena kemunculan wonderkid pemain Indonesia yang membela tim tersebut. Wonderkid adalah istilah bagi "bocah ajaib" yang belum terasah kemampuannya, namun dengan panduan yang tepat, kelak bakat dari bocah ajaib ini bisa tumbuh menjadi pemain hebat. Mungkin dengan bahasa yang lebih sederhana, wonderkid adalah calon pemain bintang sepak bola di masa depan.
Fenomena glory hunter juga terjadi pada saat pergelaran piala AFF 2020 kemarin di mana tim nasional Indonesia berhasil masuk ke babak final melawan Thailand. Pada saat itu, jagat dunia maya juga dipenuhi oleh para glory hunter yang tiba-tiba jadi 'si paham bola banget'. Banyak juga yang tiba-tiba menjadi komentator sepak bola dadakan, dan akhirnya malah terjadi pertikaian di media sosial. Tapi pada saat tim nasional Indonesia kalah di final, kebanyakan dari mereka menghilang tanpa jejak.
Munculnya glory hunter memang marak dalam beberapa tahun terakhir, bisa dikatakan mereka ini latah dengan kejayaan sepak bola modern. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan glory hunter sampai mereka menghina tim lain terutama di media sosial yang menyulut api pertikaian. Orang-orang macam ini memang hobi mencari keributan. Konflik antar suporter dalam sepak bola memang sering terjadi. Konflik-konflik tersebut banyak berasal dari rivalitas antar kelompok suporter tersebut. Tapi, tidak hanya konflik antar suporter tim rival saja yang terjadi. Perselisihan antar fans yang disebabkan oleh glory hunter juga sering terjadi. Banyak dari fans loyal yang merasa terganggu dengan adanya glory hunter yang menurut mereka mengganggu. Dianggap mengganggu karena para glory hunter ini mengolok-olok fans loyal yang penampilan timnya sedang menurun.
Apakah Kita Termasuk Glory Hunter?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi labil dan rentan untuk menjadi glory hunter, salah satunya adalah kurangnya identifikasi diri terhadap tim yang didukung dan juga dipengaruhi oleh naik turunnya performa sebuah tim. Berikut beberapa ciri seorang glory hunter yang bisa kita tanyakan kepada diri kita sendiri.
1. Loyalitas Tidak Bertahan Lama
Loyalitas para glory hunter tidak akan bertahan lama. Mereka hanya akan mendukung ketika tim yang didukungnya sedang berjaya. Ketika prestasi timnya jatuh, glory hunter akan beralih mendukung tim lain.
2. Besar Mulut Ketika Timnya Menang
Ketika timnya sedang menang, seorang glory hunter akan 'berkoar-koar' khususnya di media sosial. Bahkan sampai mengolok-olok tim lain dan fans-nya yang mengalami kekalahan.
3. Tidak Menampakkan Diri Ketika Timnya Kalah
Nah, ketika timnya sedang kalah, glory hunter cenderung tidak akan menampakkan diri di media sosial. Kalau bahasanya anak-anak Twitter, 'masuk goa'.
Sepak bola harus dilihat lebih jauh dari sekedar menang atau kalah saja. Loyalitas dan saling respect adalah hal lain yang harus dimiliki oleh seseorang yang menamakan diri mereka sebagai fans. Jadi, apakah kamu seorang glory hunter?