Ketika melihat artikel ini, apakah kamu membacanya dalam hati atau justru lantang mengucapkannya kata demi kata? Nah, jika kamu adalah orang yang suka membaca dalam hati dan seakan mendengar suaramu sendiri di kepala, artinya kamu memiliki inner monologue atau kemampuan untuk berbicara pada diri sendiri.
Tetapi kemampuan ini tidak hanya sesederhana membaca dalam hati saja, namun kamu bisa berbicara pada diri sendiri dan melakukan percakapan layaknya dengan orang lain. Dilansir Very Well Mind, monolog batin ini menggunakan bahasa namun kamu tidak perlu menggerakkan mulut atau didengar untuk membentuk kata-kata yang menjadi intinya.
Percakapan tersebut ditujukan hanya untuk diri sendiri dan membuatmu bisa "mendengar" dalam kepala, lengkap dengan nada serta infleksinya. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Grandchamp R, Rapin L, Perrone-Bertolotti M, pada tahun 2019, ada tiga dimensi dalam inner monologue ini.
Kondensasi
Kondensasi adalah dimensi yang menunjukkan seberapa ringkas atau bertele-telenya monolog batin kamu. Dalam beberapa kasus, suara hati seseorang mungkin bersifat deskriptif dan banyak bicara, dengan self-talk yang mencakup seluruh kalimat dan paragraf. Sementara pada kasus lainnya, suara hati mungkin hanya menggunakan satu kata atau penggalan kalimat saja.
Dialogalitas
Dimensi ini menunjukkan apakah kamu berpikir dalam satu atau beberapa suara. Kadang-kadang kita mungkin hanya mendengar satu suara di kepala kita, seperti ketika kita mengatakan pada diri sendiri hal-hal yang perlu diingat atau mendorong diri sendiri sebelum melakukan suatu tugas yang kompleks.
Tapi di sisi lain, kita mungkin berpikir dengan berbagai cara, seperti kita mengantisipasi percakapan di masa depan dengan membayangkan apa yang akan kita dan orang lain katakan atau saat kita melakukan perdebatan internal di mana kita memikirkan beberapa perspektif berbeda sekaligus.
Intensionalitas
Intensionalitas adalah sengaja atau tidaknya kamu menggunakan monolog batin kamu. Dalam beberapa kasus, seperti ketika kita ingin berlatih presentasi yang akan datang, kita mungkin sengaja menggunakan monolog batin. Tetapi dalam kasus lainnya, seperti ketika pikiran kita bertanya-tanya, monolog batin kita mungkin aktif meskipun kita tidak secara sadar mengambil keputusan untuk menggunakannya.
Tidak Semua Orang Punya Inner Monologue
Siapa sangka bahwa ternyata tidak semua orang punya kemampuan ini. Seorang peneliti bernama Hurlburt memperkirakan bahwa antara 30 persen dan 50 persen orang sering mengalami monolog batin. Penelitiannya yang menggunakan metode Descriptive Experience Sampling menunjukkan kalau kebanyakan orang tidak mengalami monolog batin mereka sepanjang waktu dan banyak yang mungkin menjalani sebagian besar hari-hari mereka tanpa mengalaminya sama sekali.
Tapi di sisi lain, ada peneliti yang berpendapat bahwa frekuensi ucapan batin jauh lebih tinggi dan sebuah penelitian menunjukkan 75 persen orang mengalaminya. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang benar-benar memastikan apakah lebih banyak orang yang punya inner monologue, atau justru orang yang sama sekali yang tidak memilikinya.
Namun sebuah studi menemukan bahwa orang-orang dengan aphantasia kondisi ketika seseorang tidak mampu melihat gambaran visual dalam pikiran juga mempunyai monolog batin yang lemah atau sama sekali tidak ada. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak punya kemampuan inner monologue ini? Seperti apa cara berpikir mereka?
1. Ucapan batin: Inner monologue di mana kita mengucapkan kata-kata dalam pikiran kita.
2. Penglihatan batin: Membayangkan gambaran dalam pikiran yang tidak sesuai dengan apa yang dilihat dalam kenyataan. Misalnya, kamu mungkin membayangkan suatu tempat yang ingin dikunjungi.
3. Pemikiran yang tidak bisa disimbolkan: Berpikir tetapi tanpa menggunakan kata-kata gambaran, atau metode komunikasi simbolik lainnya. Misalnya, kamu melakukan gerakan menyikat gigi tanpa sadar membayangkan atau menyuruh diri untuk menyelesaikan tiap langkahnya.
4. Perasaan: Secara sadar mempertimbangkan emosi. Misalnya, mengakui kalau kamu merasa sangat gembira setelah dapat kabar baik.
5. Kesadaran indrawi: Iseng saat memikirkan satu aspek indera dari lingkungan dan tidak memikirkan aspek lainnya. Misalnya, pada hari hujan, kamu memikirkan bagaimana jika kamu punya kemampuan menghentikan hujan dan kamu bisa mengendalikannya.
Inner monologue mungkin bisa bermanfaat bagi diri sendiri ketika kamu harus memecahkan suatu masalah, mengatur diri, pengaturan emosi, dan pemikiran perspektif. Tetapi di sisi lain, monolog batin juga bisa bersifat toksik, jika kamu terlalu mengkritik diri sendiri sehingga muncul pemikiran negatif tentang diri sendiri yang membuatmu tidak berpikir dengan jernih.
Nah, apakah kamu salah satu yang punya kemampuan ini atau tidak?
(DIR/alm)