Kebanyakan orang yang mengunjungi pecinan Glodok yang berada di kawasan Jakarta Barat pasti memiliki tujuan untuk berbelanja dan berkuliner. Kedua hal tersebut memang saya lakukan ketika saya menjejakkan kaki di daerah bersejarah ini. Namun, seiring berjalan-jalan di gedung Chandra di jalan Pancoran sambil mengunyah donat kentang dari Ellie Donat, saya berpapasan dengan salah satu salon lokal yang memiliki interior sangat tradisional dan terkesan kuno. Tanpa berpikir lama, saya dan teman saya pun memasuki salon tersebut untuk menghilangkan rasa gerah karena cuaca panas di siang bolong dengan melakukan treatment rambut.
Salon lokal ini memiliki daftar harga di bagian kaca depan yang mempersilahkan para pengunjung untuk mengetahui berbagai harga treatment yang diberikan oleh salon ini. Karena harga untuk creambath dan blow tertulis hanya seharga Rp40.000. Kami secara instan memutuskan untuk mencobanya. Mumpung tema berjalan-jalan ke pecinan Glodok adalah untuk mencari pengalaman seru sebanyak-banyaknya, tidak ada salahnya untuk memanjakan diri untuk sejenak, kan?
Mencoba Creambath di Salon Daerah Glodok
Karena tidak adanya antrian pelanggan, kami pun langsung dipersilahkan untuk duduk di kursi keramas untuk mencuci rambut terlebih dahulu. Proses mencuci rambut dilakukan dengan cukup normal seperti biasanya. Hanya saja, saya merasa bahwa tahap mencuci rambut ini cukup berantakan hingga bagian kerah kaos saya sedikit basah karena proses yang satu ini. Karena saya termasuk orang yang merasa nyaman ketika rambut saya dimainkan oleh orang lain, saya masih mencoba untuk menganggap rasa basah di bagian kerah sebagai hal yang sepele.
Seusai keramas, saya dipandu untuk duduk di kursi pelanggan dan terapis pun menawarkan berbagai jenis creambath yang mereka miliki. Saya mengatakan bebas yang mana saja kepada terapis karena saya memang ingin mengetahui apa yang biasa mereka berikan kepada pelanggan. Pijatan kepala oleh terapis sungguh relaxing dan mata saya pun tanpa disadari terpejam dengan sendirinya. Sebelumnya, terapis bertanya terlebih dahulu kepada saya apakah pijatan yang ia berikan terlalu menyakitkan atau tidak, saya pun mengatakan tidak dan ia melanjutkan pijatannya. Mulai dari puncak kepala, samping, tengkuk hingga pundak dan bahu semuanya diberikan tekanan-tekanan yang jujur saja membuat saya ingin tertidur lelap.
Eksperimen Kami: Mencoba Creambath di Salon Lokal Glodok/ Foto: Dinar Pamugari |
Selanjutnya, terapis menanyakan apakah mau di-steam atau tidak, karena saat itu saya sedang berkutat dengan handphone saya langsung mengiyakan saja tanpa memikirkan ada atau tidaknya tambahan harga. Alat steam yang dimiliki oleh salon ini terlihat sangat tua dan sudah terlalu sering digunakan, melihat dari bagian badannya yang berbahan plastik sudah mulai menguning. Terlepas dari umurnya, alat steam ini bekerja dengan baik dan uap yang dikeluarkan pun cukup hangat.
Eksperimen Kami: Mencoba Creambath di Salon Lokal Glodok/ Foto: Dinar Pamugari |
Sesi steam yang diberikan selama kurang lebih 10 menit mengarah pada proses pencucian yang kembali dilakukan pada kursi keramas. Lagi dan lagi, terapis membasahi bagian kuping dan tengkuk saya hingga kerah kaos saya lembab lagi. Tetapi tak apa, saya menganggap hal ini sebagai pengalaman semata. Bagian yang membuat saya merasa lucu adalah ketika proses pengeringan, terapis sekadar mengeringkan menggunakan hairdryer saja tanpa melakukan styling atau blow layaknya yang diiklankan di papan harga di depan salon. Karena saya merasa tidak puas hanya dengan dikeringkan, saya pun harus meminta kepada terapis untuk memberikan blow yang semestinya saya dapatkan. Blow yang diberikan hanyalah sekadar memasukkan ujung-ujung rambut ke dalam tanpa benar-benar membuatnya bervolume layaknya yang biasa salon-salon lain berikan.
Eksperimen Kami: Mencoba Creambath di Salon Lokal Glodok/ Foto: Dinar Pamugari |
Harga dan Hasil yang Tidak Sesuai Harapan
Seusainya, saya menghampiri meja kasir untuk melakukan pembayaran dan mendapati bill yang saya expect hanya sekitar Rp40.000 sampai Rp60.000 saja tiba-tiba menjadi Rp110.000. Mau tidak mau saya menelannya mentah-mentah dan membayar tagihannya karena nasi sudah menjadi bubur dan rambut saya pun sudah cukup berkilau setelah memasuki salon ini. Namun sayangnya, blow yang diberikan tidak bertahan lama dan rambut saya pun kembali lurus layaknya seusai keramas di rumah.
Yang saya pelajari dari eksperimen yang cukup impulsive ini adalah untuk tidak mudah percaya dengan iklan salon yang menaruh harga murah, karena seiring berjalannya proses treatment, kita bisa saja ditawarkan treatment-treatment lain yang sebenarnya tidak begitu dibutuhkan dan tidak diketahui membutuhkan extra-charge. Jika salon-salon lokal sudah mematok harga lebih dari seratus ribuan maka sebenarnya salon-salon ini memiliki harga yang tidak jauh berbeda dengan salon-salon modern yang biasa kita temukan di pusat perbelanjaan.
(DIP/tim)