Trigger mungkin sudah tak asing bagi kamu yang memiliki trauma atau pengalaman buruk di masa lalu. Trigger juga sering dikaitkan dengan hal yang umumnya dapat mempengaruhi kondisi mental seseorang, seperti sebuah suara, perilaku, tempat, ataupun bau tertentu. Namun, pengaruh dari trigger ini bisa disiasati dengan glimmer.
Secara terminologi, glimmer berarti cahaya yang berkelap kelip yang juga bisa dipahami sebagai sebuah hal positif yang memberikan harapan. Dalam artian lain, glimmer merupakan hal-hal yang dapat membawa kembali ketenangan dan pikiran. Entah itu berupa gambar pemandangan yang hijau, aroma selimut yang baru dicuci, secangkir kopi hitam, hangatnya matahari pagi yang menyentuh kulit, hingga pelukan orang tersayang.
Pertama kali diperkenalkan oleh behavioral neuroscientist Stephen Porges pada tahun 1995, glimmer merupakan bagian dari teori Polyvagal. Teori ini menjelaskan bagaimana sistem saraf otonom kita mencari dan membaca isyarat dalam menentukan apakah hal tersebut berbahaya bagi kita atau tidak.
Teori Polyvagal menggunakan analogi tangga sebagai map dari sistem saraf otonom kita berada. "Tangga" Polyvagal terdiri dari tiga bagian; ventral vagal, sympathetic, dan dorsal vagal.
Ventral vagal berada di paling atas bagian Polyvagal yang mengaktifkan perasaan aman dan tenang. Dorsal vagal menjadi bagian paling bawah yang juga dikenal sebagai 'freeze state' yakni saat kita merasakan perasaan duka, sengsara, hingga mati rasa. Sedangkan sympathetic merupakan posisi saat kita merasakan stress, cemas, takut, dan respons fight or flight.
Saat menerima trigger, tubuh dan otak kita akan merasa alert dan respons fight or flight atau freeze state pun akhirnya teraktivasi. Tubuh pun akan berpindah pada posisi sympathetic ataupun dorsal vagal. Sehingga peran glimmer disini adalah untuk memindahkan tubuh ke bagian paling atas dari tangga Polyvagal, yakni ventral vagal, yang membuat kita merasakan kembali perasaan aman, tenang, dan senang.
Maka dari itu, glimmer sebenarnya bisa digunakan dalam menetralisasikan trigger dan mengakali tubuh untuk mendapatkan ketenangan kembali. Caranya dengan mengingat ingat hal positif yang membuat kita merasa nyaman dan aman.
Hal ini tidak berarti bahwa glimmer akan menghilangkan pengaruh trigger secara keseluruhan maupun secara instan. Namun, glimmer dapat membantu untuk merespons perasaan-perasaan buruk lebih baik lagi dan membuat hal itu lebih mudah untuk dihadapi.
Glimmer antara satu orang dan yang lain itu berbeda dan untuk menemukan glimmer yang tepat bagimu mungkin memerlukan suatu proses yang belum tentu cepat. Jika kamu belum mengetahui apa glimmer-mu, cobalah ingat kembali momen-momen yang pernah kamu lalui sesingkat apapun itu-di mana kamu merasa aman, hangat, nyaman, dan terhubung oleh dirimu, orang lain, atau objek apapun.
(HAI/DIR)