Pasti kamu pernah mengalami situasi di mana potongan harga untuk suatu barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan membuatmu terdorong untuk mengeluarkan uang, kan? Biasanya, godaan seperti diskon sebesar 50% dari harga asli membuat kita ingin merogoh kocek tanpa berpikir lama karena berpikiran kapan lagi promosi besar-besaran seperti ini akan terjadi.
Padahal, potongan harga atau diskon diskon ini selain memang untuk menghabiskan stok produk-juga merupakan sebuah taktik psikologi untuk mendorong konsumen berbelanja. Banyak peneliti yang menemukan motivator psikologis tertentu untuk menarik perhatian konsumen. Hal ini dikarenakan ketika konsumen menemukan penawaran yang bagus dan masuk akal dengan keadaan ekonomi mereka, maka mereka akan mengubah cara berpikirnya.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Claremont Graduate University menyimpulkan bahwa promosi yang diberikan kepada konsumen untuk menghemat lebih banyak uang jika dibandingkan dengan value sebuah produk yang dibeli, dapat meningkatkan kadar hormon oksitosin yang berperan besar untuk tingkat rasa bahagia seseorang. Bahkan, lonjakan hormon ini lebih tinggi dibandingkan ketika seseorang menerima sebuah hadiah.
Ilustrasi diskon/ Foto: Pexels |
Dengan mengetahui bahwa konsep diskon ini dapat membuat seseorang bahagia, pihak penjual memiliki berbagai cara untuk membuat sebuah tawaran diskon menjadi lebih menarik dengan berbagai cara. Padahal, strategi-strategi promosi ini tidak selalu menguntungkan pihak konsumen dan hanya menjadi sebuah alibi saja agar mereka senang dan terdorong untuk berbelanja barang "diskonan".
Pasti kamu pernah melihat sebuah produk yang dijual dengan harga yang berakhiran 999, kan? Potongan harga ini biasa dikenal oleh para marketer sebagai "charm pricing". Strategi ini selalu menggunakan harga yang berakhiran angka 9 untuk memberikan kesan lebih murah. Sebagai contohnya, harga Rp299.999 apabila dibandingkan dengan Rp300.000 pasti dianggap lebih murah dan lebih menggoda, padahal hanya berbeda satu rupiah saja. Hal ini dikarenakan otak manusia lebih fokus dengan angka pertama di mana angka 3 lebih besar daripada angka 2.
Menurut Thomas dan Morwitz yang melakukan penelitian berjudul "Penny Wise and Pound Foolish: The Left-Digit Effect in Price Cognition" pada tahun 2005, teknik ini sangat efektif karena harga satuan sebelah kiri yang lebih rendah akan membuat konsumen menganggap produk tersebut lebih murah. Namun hal ini tidak berlaku ketika angka 9 ditempatkan pada satuan harga yang angka sebelah kirinya tetap sama, contohnya seperti Rp360.000 menjadi Rp359.999.
Ilustrasi sale/ Foto: Pexels |
Tidak hanya itu, diskon seperti flash sale atau tanggal kembar juga mendorong konsumen untuk melakukan transaksi dengan cepat sehingga mereka pun tidak memiliki waktu untuk berpikir berkali-kali mengenai value atau keuntungan yang didapatkan meskipun potongan harga memang diberikan. Hal ini menjadi sebuah urgensi karena kesempatan untuk mendapatkan suatu barang dengan harga miring seperti ini dirasa jarang didapatkan. Psychology Today juga menunjukkan bahwa promosi-promosi terbatas pada waktu tertentu juga dapat memberikan efek "anticipatory regret" yang membuat konsumen merasakan adanya urgensi untuk mengambil aksi sekarang daripada menyesalinya nanti.
Strategi-strategi diskon ini memang didasari dan didukung oleh teori psikologi dan penelitian neuromarketing yang intensif, sehingga para konsumen yang sudah memahami strategi ini pun tetap saja akan terbuai dengan iming-iming harga miring yang membuat perasaan senang seketika. Bahkan, mungkin setelah membaca artikel ini kamu akan kembali scrolling e-commerce untuk mencari produk yang diinginkan dengan harga terbaik yang sesuai di kantong, ya kan?
(DIP/alm)