Beberapa minggu ke belakang, dilaporkan terdapat ratusan anak Indonesia meninggal karena gagal ginjal akut. Penyebabnya disinyalir akibat obat batuk dan flu sirop yang diresepkan untuk anak-anak tersebut. Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Herbuwono menduga ada zat berbahaya yang terkandung di dalam 15 merek obat yang diinvestigasi. Salah satunya zat yang bernama etilen glikol.
Sejak beberapa dekade lalu, zat ini dilarang digunakan untuk menjadi campuran obat. Lantas, mengapa etilen glikol dianggap berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia, terutama anak-anak?
Dikutip Center for Disease Control and Prevention Amerika Serikat, etilen glikol merupakan cairan sirup tidak berwarna dan berbau yang kerap digunakan untuk industri seperti radiator, rem hidrolik, cat, tinta stampel, dan kosmetik. Zat ini bisa membahayakan mata, kulit, sistem pernapasan, ginjal, bahkan dapat menyebabkan kematian bila sampai tertelan dalam jumlah banyak.
Menurut Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Prof. apt. Muchtaridi, PhD, dietilen glikol dan etilen glikol yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami oksidasi oleh enzim sehingga menjadi glikol aldehid, kemudian kembali dioksidasi menjadi asam glikol oksalat dan kemudian membentuk kembali menjadi asam oksalat. Nah, asam oksalat inilah yang memicu batu ginjal. Asam oksalat, jika sudah mengkristal akan berbentuk layaknya jarum yang tajam.
"Asam oksalat kelarutannya kecil, kalau ketemu kalsium akan terbentuk garam yang sukar larut di air dan larinya akan ke organ seperti empedu dan ginjal. Jika lari ke ginjal akan jadi batu ginjal. Kristalnya tajam akan mencederai ginjal," paparnya. Bayangkan jika kondisi ini terjadi pada anak-anak yang notabene mempunyai ukuran ginjal lebih kecil. Tidak heran angka kematian anak yang disebabkan oleh obat-obatan yang mengandung zat ini meningkat hingga saat ini.
Dengan efek samping yang berbahaya ini, dietilen glikol dan etilen glikol sebenarnya telah dilarang penggunaannya dalam obat-obatan oleh Food and Drugs Administration (FDA) sejak 1938. Namun, beberapa produsen obat di India masih membandel menggunakan zat ini sebagai campuran, sehingga pada 1998 lalu, terdapat kasus yang serupa seperti hari ini. Yakni sedikitnya 150 anak meninggal dengan penyakit gagal ginjal akut.
Terkait kasus luar biasa ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pun menyarankan kepada seluruh tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat sirup apapun kepada anak. IDAI menyarankan agar dokter anak meresepkan obat puyer sebagai antisipasi bagi anak-anak. Sementara itu, masyarakat diimbau untuk tidak membeli obat bebas tanpa resep obat sementara waktu sampai hasil investigasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selesai.
(DIR/tim)