Sepertinya hampir sebagian besar orang tidak siap untuk menghadapi kenyataan. Apalagi kenyataan tersebut tidak sesuai ekspektasi yang dipikirkan selama ini. Ada bentuk kekecewaan, penyesalan, bahkan sampai memunculkan mekanisme pertahanan diri untuk tidak berhadapan dengan kenyataan. Ya, lari dari kenyataan dengan menolak mengakui fakta atau pengalaman obyektif.
Sebenarnya tak salah untuk sesekali menolak fakta yang ada demi perasaan. Namun, terlalu sering lari dari kenyataan tidak baik untuk kesehatan mental karena bisa menimbulkan denial syndrome. Denial adalah jenis mekanisme pertahanan yang melibatkan pengabaian realitas situasi untuk menghindari kecemasan. Mekanisme pertahanan adalah strategi yang digunakan seseorang untuk mengatasi perasaan tertekan karena fakta atau menyangkal konsekuensi dari kenyataan itu.
Sebenarnya, denial syndrome akan bisa bermanfaat bagi kamu dalam jangka pendek. Seperti bisa membantu kamu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan mendadak karena fakta yang tiba-tiba. Kondisi tersebut akan memberikanmu waktu untuk bisa menerima, beradaptasi, dan move on. Namun, jika kamu terlalu mengandalkan mekanisme pertahanan, itu bisa menyebabkan masalah dalam hidupmu, terutama bila kondisi ini tidak membuatmu bisa mengatasi masalah atau membuat perubahan yang signifikan. Sehingga diperlukan pengobatan dari profesional untuk menanggulanginya.
Ilustrasi denial / Foto: Freepik |
Tanda dan Penyebab Denial Syndrome
Ada beberapa tanda bila kamu atau seseorang yang kamu kenal mungkin menggunakan denial syndrome sebagai mekanisme pertahanan diri.
- Menolak untuk membicarakan masalah yang tengah dihadapi.
- Selalu merasa apa yang kamu lakukan selalu benar.
- Menyalahkan orang lain atau power seseorang sebagai penyebab dari masalah tersebut.
- Kamu bertahan dalam suatu perilaku, meskipun ada konsekuensi negatif.
- Selalu menghindari memikirkan masalah.
Selain tanda-tanda itu, kamu mungkin merasa putus asa atau tidak berdaya. Pada tingkat tertentu, kamu tahu ada masalah yang perlu diselesaikan, tapi kamu merasa bahwa tidak ada yang bisa kamu lakukan karena tidak akan memberikan perbedaan apa pun. Ketika orang lain mencoba menawarkan masukan atau bantuan, kamu cenderung mengabaikan kekhawatiran mereka dengan pura-pura setuju atau menyuruh mereka mengurusi urusan mereka sendiri.
Ilustrasi denial/ Foto: Freepik |
Sebenarnya, kondisi denial ini sangat umum dirasakan oleh semua orang. Sebab kondisi ini berfungsi sebagai cara untuk melindungi diri dari kecemasan. Dalam beberapa kasus, ini mungkin salah satu cara untuk menghindari stres atau emosi yang menyakitkan. Dengan menolak atau tidak mengakui bahwa ada sesuatu yang salah, kamu mencoba untuk terhindar dari stres, konflik, ancaman, ketakutan, dan kecemasan.
Denial syndrome mempunyai beberapa tujuan berbeda. Pertama, menggunakan mekanisme pertahanan ini berarti kamu tidak harus mengakui masalahnya. Kedua, ini juga memungkinkan kamu untuk meminimalkan konsekuensi potensial yang bisa saja terjadi. Denial terkadang terlihat lebih serius dengan jenis kondisi kesehatan mental tertentu. Orang yang memiliki kecanduan alkohol atau obat-obatan, dan mengidap kepribadian narsistik misalnya, bisa menggunakan mekanisme pertahanan ini lebih sering untuk menghindari kenyataan dari kondisi mereka.
Ilustrasi orang lari dari masalah/ Foto: Pexels |
Memahami Dampaknya
Denial tidak selalu buruk. Saat menghadapi sesuatu yang mengejutkan atau menyusahkan, berada dalam kondisi penyangkalan bisa memberi kamu sedikit waktu dan ruang untuk secara bertahap menerimanya. Secara tidak sadar, kamu mampu melewati perubahan tersebut. Misalnya, kamu mungkin tetap menyangkal sampai tingkat tertentu mengenai masalah kesehatanmu karena kamu tidak ingin menghadapi fakta bahwa kamu sakit parah. Daripada khawatir yang tidak perlu, menolak fakta dapat memberi kamu sedikit waktu untuk berdamai dan tetap tenang saat kamu mencari nasihat dari seorang profesional kesehatan.
Namun, dalam kasus lain, penolakan bisa menjadi masalah dan bahkan berbahaya. Misalnya, jika kamu tetap menyangkal tentang suatu kondisi kesehatan dan tidak pernah menemui dokter tentang hal itu, masalahnya mungkin akan memburuk. Demikian juga, jika kamu menyangkal gejala penyakit mental seperti kecemasan atau depresi, kamu mungkin menunda mencari bantuan dari dokter atau profesional kesehatan mental hingga tanpa kamu sadari hal tersebut telah memperburuk keadaanmu.
Jadi, sah-sah saja mengadaptasi denial syndrome dalam kehidupan sehari-hari demi terhindar dari kecemasan yang ekstrem. Tapi kamu perlu mengembangkan keterampilan mengatasi masalah tersebut, sebab menghadapi ketakutan itu adalah cara yang sehat dan produktif. Bila denial syndrome sudah sampai menyebabkan kamu menolak kenyataan terhadap kondisi kesehatan fisik atau mentalmu, pertimbangkan untuk berbicara dengan profesional agar tidak terlambat.
(DIR/HAL)