Pernahkah kamu berkata "Ya" untuk sesuatu hal yang sebenarnya tidak kamu inginkan, tapi kamu mengesampingkannya untuk memuaskan orang lain? Pernahkah kamu memendam pendapat atau perasaan, karena merasa bahwa kedua hal tersebut tidak terlalu berarti? Kalau kamu pernah melakukannya, maka kalian melakukan self-abandonment atau pengabaian diri.
Self-abandonment adalah sebuah pola akan pengabaian pikiran, perasaan, atau kebutuhan diri sendiri. Ketika pola ini terjadi, kita akan melupakan personal boundaries dan mengesampingkan kebutuhan dan kenyamanan diri sendiri. Sehingga, diri kita pun tak lagi jadi prioritas dan kita justru lebih fokus dengan hal-hal lain seperti kebahagiaan dan kenyamanan orang lain.
Self-abandonment bisa hadir dalam berbagai bentuk perilaku. Beberapa yang paling umum adalah:
- Meragukan diri sendiri dan membiarkan orang lain membuat keputusan bagi kita
- Menjadi people pleaser, terus-terusan mencari validasi dari orang lain dan mengorbankan kebutuhan diri sendiri
- Perfeksionisme, mematok ekspektasi yang terlalu tinggi untuk diri sendiri
- Memendam emosi dan bersikap denial untuk menjauhi perasaan yang tidak nyaman
- Membiarkan diri diinjak-injak atau dimanfaatkan oleh orang lain
Ketika dibiarkan terlalu lama, self-abandonment bisa membuat seseorang merasa asing dengan perasaan mereka sendiri. Imbasnya, mereka pun menjadi tidak siap ketika harus menghadapi perasaan yang muncul karena tak memiliki kapasitas untuk menghadapinya. Hal ini membuat banyak orang berpaling ke hal-hal lain yang bisa membuat mereka melupakan perasaan tersebut. Distraksi bisa dilakukan dengan berbagai hal, dari yang sederhana seperti menghabiskan banyak waktu di media sosial atau yang ekstrem seperti adiksi terhadap obat-obatan.
Dikutip dari PsychCentral, seorang anak yang sejak kecil diabaikan akan tumbuh menjadi orang dewasa yang mengabaikan dirinya sendiri. Self-abandonment berawal dari masa anak-anak terutama ketika orang tua mengabaikan kebutuhan fisik atau emosional anaknya. Hal ini membuat anak yang sedang tumbuh besar tersebut merasa dirinya tidak berharga atau tidak layak dicintai. Memasuki masa dewasa, pola ini akan terulang kembali karena pengabaian yang dialami tersebut sudah menjadi hal yang familiar. Sebaliknya, menyayangi dan memenuhi kebutuhan diri sendiri menjadi hal yang terlanjur asing.
Self-abandonment bisa menjadi pemicu untuk berbagai permasalahan mental seperti kecemasan, depresi, dan rendahnya kepercayaan diri. Untuk itu, self-abandonment tidak bisa dianggap sepele dan harus segera diatasi. Bagaimana caranya untuk keluar dari pola ini?
Temui kebutuhan dan perasaanmu
Jangan lari dari perasaanmu, meskipun hal itu membuatmu merasa tidak nyaman. Pada awalnya, mungkin kamu akan merasa sulit untuk terbuka kepada dirimu sendiri. Tapi langkah awal untuk menerima apa yang kamu rasakan adalah untuk mengidentifikasi perasaanmu terlebih dahulu. Tanyakan pada dirimu sendiri, apa yang sebenarnya kamu rasakan dan mengapa kamu merasa seperti itu.
Berbelas kasih terhadap diri sendiri
Self-abandonment membuat seseorang lebih mampu menyayangi orang lain ketimbang dirinya sendiri. Padahal, kita harus bisa membantu dan menyayangi diri sendiri dahulu sebelum mengulurkan tangan untuk orang lain. Jangan bersikap terlalu keras kepada dirimu sendiri, terutama ketika kamu mengalami kegagalan. Akui kalau semua orang, termasuk kamu, pasti akan menghadapi masa-masa sulit dalam hidup mereka.
Stand up for yourself
Salah satu aspek penting dalam memprioritaskan diri sendiri adalah kemampuan untuk membela kepentingan dirimu sendiri. Memperjuangkan kepentingan diri sendiri bukanlah sesuatu yang egois. Apalagi, kalau kamu selama ini terbiasa mengorbankan kebutuhanmu untuk kepentingan orang lain. Sadari kalau kebutuhan dan keinginanmu juga penting untuk dipenuhi.