Keraguan yang ada dalam diri dan kecenderungan untuk terus-menerus menghukum diri kita atas kekurangan yang dimiliki ternyata ada istilahnya sendiri: impostor syndrome. Ini adalah saat di mana kita merasa tidak percaya diri dengan kemampuan sendiri, padahal penilaian itu bisa saja salah. Banyak faktor yang bisa mempengaruhi adanya impostor syndrome, beberapa di antaranya adalah sifat kita sendiri, membandingkan diri dengan orang lain, dan keraguan yang datang ketika kita memulai sesuatu yang baru, baik itu pekerjaan atau lingkungan. Berbagai cara dapat dilakukan untuk menghindari perasaan ini, salah satunya dengan bekerja lebih keras dan memiliki standar yang lebih tinggi lebih dari sebelumnya. Tekanan dari dan untuk kita sendiri ini pada akhirnya akan mempengaruhi kesehatan mental dan bahkan prestasi kita sendiri. Prestasi yang sudah dan akan diraih dianggap sebagai sesuatu yang harus dilakukan, dan setiap pujian yang didapat justru terasa seperti simpati belaka.
Berbagai faktor bisa menjadi alasan kenapa seseorang memiliki impostor syndrome, tapi tidak bisa disamaratakan semua orang memiliki alasan yang sama. Cara kita dibesarkan oleh orang tua dan lingkungan kita bisa saja menjadi pengaruh yang besar, dengan adanya ekspektasi sejak kecil untuk mendapatkan nilai terbaik, atau karena perilaku kita selalu dikritik. Terkadang bias terhadap ras dan jenis kelamin pun bisa menjadi faktor. Menurut penelitian, impostor syndrome cenderung dialami oleh perempuan atau people of color di lingkungan profesional. Paling tidak, sebanyak 75 persen perempuan di dunia kerja merasakan impostor syndrome pada setiap titik karier mereka. Keinginan untuk membuktikan ke sekitar bahwa dengan latar belakang ras ataupun jenis kelamin apa pun, kita juga mampu bersaing di lingkungan kerja. Sifat kita sendiri seperti perfeksionis juga merupakan faktor internal yang signifikan, di mana adanya tekanan yang datang dari diri sendiri untuk memberikan yang terbaik secara sempurna.
Terlepas dari itu semua, ada keuntungan tersendiri dengan memiliki impostor syndrome. Dengan memiliki impostor syndrome, seseorang yang memiliki keraguan diri justru akan membuat mereka untuk bekerja lebih baik lagi. Karena menganggap diri kurang mampu dan tidak berkeinginan untuk melawan perasaan itu, orang-orang yang memiliki impostor syndrome akan lebih bersinar di keahlian interpersonal mereka. Selain itu, orang-orang yang memiliki impostor syndrome juga cenderung menantang diri sendiri dengan selalu ingin berkembang dan belajar, mendorong diri sendiri untuk mencoba sesuatu yang baru dan tidak familiar. Ego setiap pribadi juga cenderung merendah dibandingkan meroket, sehingga tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan dan selalu ingin mencoba hal baru untuk mempertajam kemampuan. Beberapa ahli mengatakan bahwa impostor syndrome ada pada diri karena kita meraih lebih dari ekspektasi yang ditanamkan.
Untuk mengatasi perasaan impostor syndrome ini, ada banyak cara yang dapat dilakukan. Bisa dimulai dari mendiskusikan perihal perasaan ini pada teman terdekat atau orang-orang yang pernah merasakan hal serupa. Dengan berbagi perihal ini dengan orang lain diharapkan dapat mengurangi rasa kesepian yang dirasakan dan juga berbagi perspektif orang lain yang mereka lihat di diri kita. Ngobrol dengan sekitar pun tetap harus memilah siapa yang ingin kita ceritakan untuk mendapatkan pertolongan dan dukungan, sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri. Merayakan kesuksesan yang diraih juga dianggap sebagai apresiasi kepada diri sendiri, karena itu bukanlah perjalanan mudah. Dengan demikian, adanya refleksi pada diri sendiri tentang usaha kita untuk meraih kesuksesan tersebut.
Merelakan rasa perfeksionisme bukanlah hal yang mudah, tetapi ini salah satu cara mengurangi impostor syndrome. Bukan dengan menurunkan standar yang dimiliki, tetapi menyesuaikan ekspektasi kesuksesan itu sendiri. Ketika kita tidak meraih standar itu, jangan lihat hal tersebut sebagai kegagalan, melainkan sebagai proses pembelajaran untuk hidup. Dibanding mengharapkan kita sukses meraih suatu skenario kehidupan seperti naik pangkat atau pekerjaan baru, kita harus menerima bahwa apa yang kita miliki atau raih itu juga sebuah pencapaian. Berbagi dengan sekitar tentang kegagalan kita juga dapat menggambarkan realita bahwa banyak orang yang berjuang untuk ada di titik mereka saat ini. Yang terakhir adalah belajar menerima bahwa akan selalu ada orang yang lebih baik dari kita, pencapaian yang lebih tinggi dan harus kita raih, atau keadaan yang memaksa kita mengubah cara kita berpikir. Kita akan selalu dihadapi dengan berbagai rintangan dan cobaan dalam hidup, sehingga impostor syndrome itu akan datang dan pergi sesuai dengan keadaan yang sedang kita alami.