Di masa pandemi saat ini dimana kita harus beradaptasi dengan kesendirian sangat memengaruhi kesehatan mental karena kita berada dalam kondisi terjebak di dalam rumah, yang kita tidak tau untuk berapa lama. Sebagai manusia, naluri pertama kita ialah bagaimana mencari cara untuk bertahan hidup pada kondisi seperti sekarang ini; seperti tetap di dalam rumah, mencuci tangan kita, dan sebisa mungkin menjauhi kontak fisik dengan orang-orang yang tidak tinggal serumah dengan kita. Tetapi, apa yang terjadi selama kita terjebak di rumah, dan orang-orang kita cintai perasaan duka seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan momen-momen penting (seperti wisuda, pernikahan), terlebih lagi duka mendalam saat orang tua/sanak saudara kita meninggal dunia? Bagaimana caranya untuk menghadapi, menerima, dan berdamai dengan situasi ketika waktu kita sangat minim dan bahkan sama sekali tidak keluar rumah?
Sejatinya, setiap manusia memiliki proses berduka yang berbeda; ada yang lebih menyukai keluar rumah, ada yang berdiam diri di rumah, ada pula yang memilih untuk berlibur secara mendadak untuk mengalihkan pikiran, tetapi bagaimana jika kita tidak bisa melakukan semua itu? Bahkan menangis sepuasnya mungkin masih dirasa kurang cukup jika kita tidak bisa bertemu dengan teman atau orang lain, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Tiga tahun terakhir adalah periode waktu yang sangat sulit bagi setiap generasi. Adanya social-distancing yang membuat kita tidak bisa bertemu dengan orang lain sudah cukup membuat penat, belum lagi diharuskannya kita untuk dihadapi perasaan duka yang menambah rasa sakit itu sendiri. Banyak sekali diantara kita yang harus kehilangan keluarga maupun teman terkasih karena COVID-19, dimana mereka tidak bisa mengucapkan selamat tinggal, terlebih juga tidak bisa menghadiri pemakaman karena ketatnya prosedur yang harus dijalankan. Perasaan duka adalah emosi yang luas dan universal, tidak ada yang benar atau salah.
Menurut riset yang dijalankan oleh Priory, sebuah rumah sakit khusus pemulihan dan terapi untuk kesehatan mental mengatakan treatment untuk orang yang menghadapi rasa duka mendalam serta PTSD (post-traumatic stress disorder) telah meningkat tajam selama 1,5 tahun ini dengan tingkat dari orang-orang yang membutuhkan bantuan profesional mencapai 80%. Hal ini disebabkan oleh banyaknya rasa trauma, dan adanya perasaan terisolasi dalam berduka yang sebenarnya dalam proses tersebut kita butuh banyak dukungan untuk bangkit.
Mengenal 5 Tahap Kesedihan
Lima tahap dalam kesedihan dan berduka atau yang biasa dikenal The five stages of grief yang diperkenalkan oleh seorang psikiater, Elisabeth Kübler-Ross, pada tahun 1969. Dalam bukunya yang berjudul On Death and Dying, Kübler-Ross menjalankan riset terhadap pasien yang menghadapi penyakit terminal, tetapi dalam beberapa tahun terakhir banyak yang menjadikan tahapan ini sebagai generalisasi dari beberapa kehilangan dan masalah hidup lainnya, seperti kematian seseorang yang dicintai atau putus cinta. Tahapan itu ialah:
Penyangkalan (Denial)
Menyangkal merupakan reaksi umum dan wajar dilakukan bagi sebagian orang yang sedang berduka, ataupun kita yang baru saja mendapatkan berita atau kabar negatif, seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi. Reaksi ini merupakan bentuk dari pertahanan diri sementara untuk kemudian berubah menjadi suatu kesadaran diri.
Kemarahan (Anger)
Pada tahap ini, seseorang sudah tidak dapat menyangkal kondisi yang dideritanya dan mulai menerima kenyataan bahwa ia menerima kedukaan tersebut. Pada titik ini, sering kali seseorang merasa bahwa hidup tidak adil dan mempertanyakan mengapa hal ini terjadi pada dirinya. Kebanyakan, rasa marah ini ia salurkan tidak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan kepada orang di sekitarnya.
Tawar Menawar (Bargaining)
Dalam bukunya yang berjudul On Death and Dying, Kübler-Ross menuliskan tahap ketiga ini adalah upaya seseorang untuk menunda kematiannya. Secara psikologis, seringkali ada kalimat negosiasi dengan orang-orang yang dapat membantunya untuk mewujudkannya (dalam hal ini; dokter) bahkan dengan Sang Pencipta. Kalimat-kalimat seperti "Jika Engkau kembalikan ia, aku akan..." kerap diutarakan.
Depresi (Depression)
Perasaan marah, kecewa, sedih namun tidak dapat berbuat apa-apa ada di tahapan ini. Tahap depresi ini merupakan paling berat dalam proses berduka. Hal ini membuat seseorang hanya merenungkan nasibnya saja, dan jarang sekali seseorang yang menghadapi tahap ini mau untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dunia luar.
Penerimaan (Acceptance)
Tahap terakhir ini adalah kondisi dimana seseorang sudah merasakan kedamaian dan ketenangan dari rangkaian perasaan duka yang telah dilalui. Dalam kondisi ini, ia sudah bisa menerima hal-hal apapun yang akan terjadi di depan nanti.
Rangkaian tahapan di atas dapat kamu jadikan acuan untuk memahami kondisi emosionalmu ketika kamu sedang berduka, terlebih kehilangan orang yang kamu sayangi. Namun perlu diingat, bahwa setiap orang memiliki proses berduka yang berbeda-beda dimana tidak semua kelima tahapan tersebut harus ia lalui, dan tidak harus sesuai dengan urutan tahapan di atas.
Jika kamu baru saja merasakan kehilangan, atau sedang dalam kondisi merasa tertekan karena adanya perubahan yang sangat drastis, kamu bisa lakukan hal-hal seperti:
Menerima bahwa kamu sedang kehilangan dan mencari cara untuk mengekspresikan perasaan itu
Banyak orang yang mengalihkan pikirannya dengan ke media lain yang bisa dilakukan di rumah; seperti melukis, menulis, berkebun, belajar alat musik ataupun memasak. Meskipun proses distraksi seperti ini hanya bersifat temporer atau sementara, hal ini dapat sekaligus membantu kamu untuk memanfaatkan berbagai potensi yang ada pada diri kamu.
Mengadopsi ritual baru dalam rutinitas keseharian kamu
Lakukan eksplorasi aktifitas baru agar menjadi distraksi yang positif. Selain berkomunikasi, banyak hal yang bisa kamu lakukan aktifitas seperti meditasi atau olahraga bersama dengan orang-orang di rumahmu, atau jika kamu tinggal sendiri, kamu bisa berinteraksi dengan teman-temanmu melalui aplikasi yang memungkinkan kamu untuk bisa bermain game secara virtual.
Hubungi teman/saudara terdekat
Temukanlah orang-orang yang bisa membantumu untuk mengerti perasaan emosionalmu, sekalipun kamu tidak dapat mengomunikasikan perasaanmu secara gamblang. Terkadang, kamu hanya butuh kehadiran seseorang karena tidak ingin merasa sendirian.
Dapat disimpulkan, jika kamu sedang berduka, kamu berhak untuk merasakan apapun; baik itu menangis, tertawa, merasa marah, ataupun berteriak, proses tersebut adalah wajar. Hal diatas adalah contoh distraksi yang dapat kamu lakukan, namun jika kamu merasa butuh bantuan profesional, carilah bantuan segera. Sudah banyak layanan bantuan yang menyediakan konsultasi gratis sampai berbayar, baik secara online maupun offline. Lepaskan dukamu ketika kamu merasa siap untuk move on, dan prioritaskan kesehatan mental dan fisikmu karena keduanya saling terhubung.