Di dunia yang terlanjur dihidupi orang, matahari membutuhkan waktu untuk benar-benar bersinar; butuh proses untuk menjadi terik; perlu tampil cantik sebelum perlahan meredup; hingga akhirnya benar-benar rela untuk tenggelam.
Tapi, sial. Terang dan remang seperti itu tidak berlaku di dunia yang terpaksa saya kenal. Dunia yang entah sengaja atau tidak telah kita ciptakan dan harus segera kita relakan.
Kalau dicari perumpamaannya, mungkin cahaya dan gelap yang terasa ini lebih mirip dengan jentikan kilat saklar lampu di sudut ruangan yang mengejutkan. Sekali ditekan lantas menyala, kemudian mati selamanya di bilangan kedua.
Persis serupa momen pertama aku dan kamu, yang sempat kita andaikan untuk benar-benar sanggup menjadi kita di dunia yang lebih nyata.
Maksudnya, apa yang sebenarnya jadi masalah? Toh, orang lalu bilang, "cinta tidak pernah salah." Lantas, apa yang salah dengan percikan cinta yang tetiba kita rasakan bersama?
Kalau mau dicari kambingnya, mungkin sang resepsionis hotel magang di kota kembang itu boleh jadi pihak yang dihitamkan. Sebab siapa suruh memberi satu kamar untuk sepasang laki-perempuan yang sedang pergi dinas, yang di-KTP-nya berstatus: menikah, padahal keduanya mendambakan hal berbeda di ruang yang tidak sama, dan sama-sama memiliki pasangan yang ditinggal di rumah?
(RIA/tim)