Industri musik di Korea Selatan memang tidak pernah habis menghasilkan suatu kampanye yang penuh dengan arti dan suatu pengetahuan baru bagi para penggemarnya. Layaknya sub-unit baru dari NCT yaitu NCT DOJAEJUNG yang beranggotakan Doyoung, Jaehyun, dan Jungwoo yang mengusung tema Triangular Theory of Love untuk proyek debutnya di mana setiap member memiliki temanya masing-masing seperti Doyoung dengan commitment, Jaehyun dengan passion, dan Jungwoo dengan intimacy.
Lalu, apa itu triangular theory of love yang dimaksud dan apakah teori ini dapat diterjemahkan ke dalam hubungan pasangan di dunia nyata?
Mengenal Triangular Theory of Love
Triangular Theory of Love pertama kali ditemukan oleh Robert Sternberg, seorang psikolog asal Amerika Serikat pada tahun 1983. Konsep dari teori ini berangkat dari tiga komponen utama, layaknya segitiga yang menopang satu sama lain. Alhasil, apabila salah satu komponen tersebut tidak ada dalam sebuah hubungan, maka hubungan tersebut diyakini tidak seimbang secara sepenuhnya.
Ketiga komponen tersebut adalah:
1. Intimacy
Komponen ini melibatkan perasaan kedekatan (closeness), keterhubungan (connectedness), dan keterikatan (bondedness).
2. Passion
Komponen passion melibatkan perasaan dan keinginan yang mengarah pada ketertarikan fisik, romansa, dan seksual.
3. Commitment/decision
Komponen yang terakhir melibatkan perasaan yang mengarahkan seseorang untuk tetap bersama dan bergerak menuju tujuan yang sama.
Triangular Theory of Love/ Foto: Glamour UK |
Ketiga komponen utama dari Triangular Theory of Love milik Sternberg ini berinteraksi secara sistemik. Kehadiran satu komponen, gabungan dari dua komponen atau lebih dapat menciptakan tujuh macam pengalaman cinta yang berbeda-beda.
Friendship (pertemanan)
Jenis cinta yang satu ini adalah ketika intimacy hadir pada kedua belah pihak namun tidak adanya passion dan komitmen yang menyertai. Rasa cinta dalam pertemanan dapat menjadi akar dari jenis cinta yang lainnya.
Infatuation (cinta gila)
Jenis cinta yang satu ini hanyalah berdasarkan gairah atau passion saja. Biasanya, infatuation dikenali oleh gairah yang tinggi atau ketertarikan secara fisik sehingga mereka tidak memiliki dorongan untuk memperdalam sense of intimacy, apalagi berkomitmen.
Empty love (cinta kosong)
Cinta kosong adalah jenis pengalaman cinta yang ditandai dengan commitment namun tanpa adanya passion dan intimacy. Terkadang, cinta yang kuat dapat berubah secara buruk sehingga menjadi cinta yang kosong. Namun, hal ini pun berlaku juga untuk sebaliknya. Misalnya, pernikahan yang dijodohkan mungkin awalnya kosong, tetapi lama kelamaan berkembang menjadi bentuk cinta yang lain.
Romantic love (cinta romantis)
Romantic love adalah jenis pengalaman cinta yang merupakan sebuah hasil dari intimacy dan passion. pasangan dalam jenis hubungan ini melakukan percakapan mendalam yang membantu mereka mengetahui detail tentang satu sama lain. Mereka menikmati sexual passion dan affection. Pasangan ini mungkin berada pada titik di mana komitmen jangka panjang atau rencana masa depan masih belum direncanakan.
Companionate love (cinta bersahabat)
Pengalaman cinta jenis ini datang dari komponen intimacy dan commitment. Hubungan ini lebih kuat daripada pertemanan karena adanya komitmen jangka panjang namun minim bahkan tidak adanya sama sekali hasrat seksual. Jenis cinta yang satu ini kerap kali ditemukan pada hubungan pernikahan di mana passion atau gairah sudah tidak membara, namun pasangan tetap menjalani hubungannya dengan kasih sayang dan keterikatan yang kuat.
Fatuous love (cinta palsu)
Dalam jenis cinta ini, commitment dan passion hadir sementara intimacy atau liking tidak ada. Contoh dari fatuous love adalah pernikahan yang terjadi dalam waktu dua minggu setelah pertemuan kedua mempelai, sehingga hubungan ini dimotivasi oleh gairah dan komitmen tanpa pengaruh keintiman yang menstabilkan hubungan dari kedua pihak.
Consummate love (cinta lengkap)
Jenis pengalaman cinta ini adalah jenis cinta yang sempurna, di mana ketiga komponen baik itu intimacy, commitment, dan passion hadir untuk menopang hubungan sebuah pasangan. Consummate love dapat dikatakan sebagai hubungan yang ideal, sehingga mereka tidak dapat melihat diri mereka dengan orang lain dan mereka juga tidak bisa membayangkan dirinya bahagia apabila tanpa pasangannya.
Namun, apakah teori yang diciptakan pada tahun 1986 ini benar-benar dapat menggambarkan atau ditranslasikan ke dalam hubungan kebanyakan pasangan di dunia nyata?
Janet Reibstein, seorang relationship psychologist, Professor Emerita di University of Exeter dan penulis buku Good Relations: Cracking The Code Of How To Get On Better memberikan pandangannya mengenai teori ini pada wawancaranya bersama Glamour UK.
Ia menyetujui fakta bahwa prinsip-prinsip yang terdapat di dalam segitiga tersebut adalah dasar yang bagus untuk membuat hubungan romansa menjadi lebih langgeng. Menurutnya, ketiga komponen utama; intimacy, passion, dan commitment adalah sebuah penanda yang penting untuk hubungan yang sukses.
Meskipun Janet Reibstein mengatakan bahwa teori ini adalah sebuah panduan yang baik dan mumpuni, ia tetap mewanti-wanti untuk tetap mengingat bahwa setiap pasangan memiliki momen pasang surutnya masing-masing. Menjadikan segitiga ini sebagai dasar dari segalanya bahkan menjadi suatu tujuan yang dianggap ideal, maka hubungan justru akan menjadi renggang dan pencapaian ke consummate love menjadi perjalanan yang dipaksakan dan tidak terjadi secara natural.
(DIP/tim)