"Narsis banget sih, Lo!" Dalam percakapan sehari-hari, ungkapan ini sering kita dengar. Istilah narsis kerap digunakan ketika ada seseorang yang terlalu percaya diri dan merasa dirinya paling baik. Tapi, tahukah kalian kalau narsisme bukanlah ejekan semata? Perilaku narsis berbeda dengan rasa percaya diri, sebab narsisme bersumber dari rasa takut akan kegagalan atau kelemahan diri.
Banyak pakar psikologi mengkategorikan narsisme sebagai salah satu dari tiga ciri utama gangguan kepribadian, selain psikopati dan machiavellianisme. Namun, narsisme adalah sebuah spektrum. Dalam beberapa kasus, orang yang mengidap Gangguan Kepribadian Narsistik bisa berfungsi seperti biasa dan tak membahayakan orang lain. Namun di beberapa kasus lainnya, mereka bisa juga berperilaku agresif dan sulit untuk ditangani.
Secara umum, orang yang memiliki Gangguan Kepribadian Narsistik cenderung merasa dirinya adalah pusat dari segalanya, namun tak memiliki empati untuk orang lain. Akibatnya, orang yang memiliki gangguan kepribadian ini akan sulit untuk mempertahankan hubungan yang baik dengan orang-orang di sekelilingnya, termasuk dalam hal percintaan. Apabila gangguan yang diidap sudah berada di tahap yang parah, orang narsistik bisa melakukan kekerasan emosional terhadap pasangannya.
Dilansir dari Choosing Therapy, siklus kekerasan yang terjadi dalam hubungan dengan orang narsistik disebut sebagai narcissistic abuse cycle. Narcissistic abuse cycle adalah pola perilaku kekerasan yang bisa dibagi ke beberapa fase dalam hubungan. Seperti apa polanya?
Idealisasi
Ini adalah fase pertama di mana semuanya masih terasa menyenangkan dan baik-baik saja. Di awal-awal hubungan, setiap pasangan pasti akan merasa "dimabuk cinta" atau yang biasanya disebut sebagai "honeymoon stage". Namun dalam narcissistic abuse cycle, idealisasi merupakan tahap pertama di mana seorang narsistik akan memikat dan mengukuhkan orang yang menjadi pasangannya sebagai "miliknya". Ia akan menghujani pasangannya dengan pujian, ungkapan sayang, bahkan hadiah ini disebut sebagai love bombing.
Mulanya mungkin hal ini terasa membahagiakan, tapi lama-kelamaan pasangannya akan merasa kewalahan. Di tahap ini juga, seorang narsistik akan mengisolasi pasangannya dari orang-orang terdekatnya karena mengaku ingin selalu menghabiskan waktu bersama. Dengan membangun rasa ownership atau kepemilikan, pasangan akan "diikat" ke dalam hubungan ini.
Devaluasi
Setelah honeymoon stage dalam tahap idealisasi, datang tahap kedua yaitu devaluasi. Pada umumnya, setelah masa kasmaran mulai pudar, pasangan akan mulai mencari pola yang pas dalam menjalani hubungan sehingga terbentuk suatu rutinitas. Namun dalam narcissistic abuse cycle, seorang narsistik akan membuat mereka merasa tak berharga. Dalam tahap devaluasi, seorang narsistik akan melakukan kekerasan verbal maupun fisik terhadap pasangannya. Misalnya, dengan mengkritik pasangannya secara terus-menerus dan melakukan gaslighting.
Selain itu, seorang narsistik juga akan mencoba mengontrol pasangannya. Misalnya, dengan secara sengaja mengurangi kasih sayang dan mengurangi keintiman dalam hubungan. Dengan demikian, intimacy berfungsi sebagai senjata agar pasangannya mau menuruti atau mengiyakan semua yang dikatakan olehnya. Dengan perilaku-perilaku ini, seorang narsistik bisa mendapatkan validasi bahwa dialah yang paling benar dan harus selalu dituruti keinginannya.
Penolakan
Dalam tahap penolakan, seorang narsistik tidak lagi tertarik untuk mencari validasi dari pasangannya. Ketika hal ini terjadi, mereka akan "membuang" pasangannya dengan cara menyalahkannya. Pasangan mereka akan merasa "ditolak" sebab mereka akan menjadi pihak yang disalahkan untuk semua hal buruk yang terjadi dalam hubungan tersebut. Namun ketika dikonfrontasi, seorang narsistik akan memposisikan dirinya sebagai korban agar pasangan mereka meragukan perasaannya sendiri.
Pada tahap ini, ada dua skenario yang bisa terjadi. Pertama, seorang narsistik akan memutuskan hubungan secara sepihak dan mencari pasangan baru untuk kemudian memulai siklusnya dari awal. Kedua, hubungan tetap berlanjut tapi siklusnya dimulai dari awal. Mereka akan kembali melakukan love bombing dan mencoba mendapatkan kepercayaan pasangan. Tetapi sesudahnya, tahap devaluasi dan penolakan akan terulang kembali.
Cara untuk Keluar dari Siklus Kekerasan
Tentunya, mencari jalan keluar dari hubungan ini tidaklah mudah. Tapi, hal pertama yang bisa dilakukan sebagai langkah antisipasi adalah membuat batasan di masa awal menjalin hubungan. Batasan ini bisa dibuat dengan menentukan seberapa jauh kamu akan "memberi" dalam hubungan ini. Jangan langsung memberikan semua waktu dan energimu di tahap awal. Sebab, seorang narsistik tidak akan memberi, ia hanya akan mengambil semua kebaikan yang kamu berikan untuknya.
Kemudian, apabila pasanganmu sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kekerasan, jangan mau di-gaslight oleh mereka. Seorang narsistik membutuhkan validasi karena mereka takut dengan kelemahan diri mereka sendiri. Jangan merasa takut untuk melukai perasaan mereka, karena hal ini bisa membuatmu masuk kembali ke siklus kekerasan yang telah terbentuk.
Apabila kamu sudah merasa ingin keluar dari hubungan ini, jangan tergoda untuk memberi kesempatan kedua. Sebab seorang narsistik akan melakukan segala cara agar kamu tetap bersamanya. Apabila kamu sedang menghadapi narcissistic abuse cycle, jangan ragu untuk mencari bantuan psikolog agar kamu bisa keluar dari situasi ini.
(ANL/tim)