Seruan 'Indonesia Gelap' terus berkumandang. Melanjutkan aksi serupa yang digelar beruntun sejak hari Senin (17/02) lalu, barisan masyarakat sipil kembali memadati kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Jumat (21/02) siang.
Aksi lanjutan 'Indonesia Gelap' ini merupakan respon masyarakat sipil terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran, yang melahirkan sederet kebijakan kontroversial dalam kurun 123 hari menjabat sebagai Presiden-Wakil Presiden.
Massa aksi yang tergabung dari berbagai elemen masyarakat ini menuntut pemerintah untuk segera membatalkan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang berpotensi merugikan rakyat.
Sambil menyanyikan "Bayar Bayar Bayar" yang baru saja diturunkan Sukatani sambil meminta maaf kepada Polri massa aksi juga mendesak pemerintah untuk mengesahkan beberapa Rancangan UU Prorakyat. Seperti halnya: RUU Masyarakat Adat, RUU Perampasan Aset bagi koruptor, juga RUU Perlindungan PRT.
![]() |
Pemerintah Harus Prorakyat
Fachry (29) tak kuasa menahan gusar. Dalam beberapa hari terakhir, tagar hingga aksi #IndonesiaGelap yang terus bergaung membuatnya untuk cuti dari pekerjaan dan bergabung ke "Aksi Indonesia Gelap" hari ini.
Secara terang, ia menyampaikan bahwa keputusan pemerintah belakangan ini "mengancam kehidupan orang banyak".
"Pemerintah ini bikin kebijakan kayak nggak mikir. Mereka kan ditunjuk buat ngewakilini rakyat, kenapa sekarang malah kayak jadi musuh buat kita," tutur Fachry kepada CXO Media. "Dipikir rakyat nggak bisa mikir kali, ya," lanjutnya.
![]() |
Pekerja IT dari salah satu perusahaan rintisan itu yakin untuk turun ke jalan karena ia tak ingin buah hatinya yang masih batita kelak ikut dirugikan kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat, terutama soal akses pendidikan yang baik. Ia juga khawatir dengan kebebasan berpendapat lantaran kasus yang dialami Sukatani.
"Takut sama karya seni itu aneh banget. Kalo Sukatani dianggap bahaya, terus kenapa Slank yang muja-muji polisi nggak dicurigai? Kan bisa juga mereka sebenarnya ngeledek, main satir...," jelasnya.
"Malah kata-kata yang ada di lirik Sukatani itu kan memang fakta. Saya aja baru bikin SKCK, padahal udah bikin dan bayar lewat aplikasi, eh terus dibisikin polisi soal biaya legalisir 'sukarela'. Nah, harusnya kan Polri sebagai penegak hukum menghormati fakta, jadi kenapa Sukatani malah dipersoalin? Lucu banget."
![]() |
Evaluasi dan Transparansi
Ribuan massa aksi datang ke kawasan Patung Kuda, yang terletak tak jauh dari Istana Kepresidenan, dengan membawa banyak poster berisi tuntutan.
Secara garis besar, masyarakat mendesak pemerintah untuk segera membatalkan kebijakan-kebijakan yang berpotensi merugikan rakyat.
Perihal Revisi UU yang melegitimasi multifungsi TNI dan/atauPolri, INPRES No.1/2025, hingga proyek rentan korupsi DANANTARA adalah beberapa hal yang diutarakan dengan lantang.
UU Antirakyat seperti Revisi UU TNI dan UU POLRI dinilai dapat mengancam kedaulatan masyarakat sipili; Revisi UU Kejaksaan, serta UU MINERBA CIPTAKER juga berpotensi mengancam keadilan bagi rakyat hingga menjadi petaka bagi ekosistem ekologis.
![]() |
Tak hanya itu, pemerintah juga dituntut untuk segera mengevaluasi kebijakan "tebang pilih" efisiensi anggaran, yang berdampak kurang baik bagi kepentingan rakyat; mempertimbangkan ulang Kabinet 'Gemuk' Merah-Putih, transparansi pemanfaat pajak yang dibayar oleh rakyat, memikirkan ulang operasi program Makan Bergizi Gratis, dan bertanggung jawab penuh atas malfungsi IKN.
"Kami datang ke sini karena sudah muak dengan keputusan pemerintah. Rakyat tidak boleh kalah oleh pelayannya," ujar salah satu pengunjuk rasa.
![]() |
Hingga artikel ini dinaikkan, barisan massa masih memenuhi Patung Kuda dan diperkirakan akan bertambah. Meski awan mendung dan gerimis hinggap di langit Jakarta menjelang sore, namun semangat meneriakkan tuntuan bergema di setiap menitnya di tengah Aksi Indonesia Gelap.
(RIA/DIR)