Jakarta tak lama lagi dilanda angin perubahan; tahta gubernur baru tengah diperebutkan, sementara huruf "I" (Ibukota) yang selama ini mengiringi "DKI" telah ditanggalkan. Di antara rimba metropolitan, kota yang terlanjur dicap "lebih kejam dari ibu tiri" ini seperti sedang berdiri di persimpangan.
Seperti menunggu takdir, kelanjutan nasib 11 jutaan warga akan bergantung pada salah satu dari tiga pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta 2025-2030: Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma-Kun), Pramono Anung-Rano Karno (Pramono-Rano).
Pada dasarnya, dari sekian padat ketidakpastian di jalanan Jakarta, kota ini masih menyimpan sebaris "pekerjaan rumah" yang lebih kokoh dari jejeran beton di penjurunya. Seperti halnya, persoalan banjir turun-temurun, tradisi kemacetan, perihal kesenjangan ekonomi dan kesejahteraan warga, inklusivitas akses dan transportasi bagi publik, dan sebagainya.
Hal-hal yang menyelingkupi Jakarta tersebut tentu harus menjadi prioritas utama bagi pemimpin teranyar. Terlebih, Pilkada Jakarta kali ini tidak menaikkan sosok petahana. Padahal, secara langsung atau tidak, keberhasilan pembangunan di Jakarta pada masa lima tahun ke depan punya kaitan erat dengan legasi utopis para pemimpin terdahulu, yang selalu berharap programnya dapat terus dilanjutkan.
Khususnya, sejumlah hasil kerja seorang Heru Budi Hartono. Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta selama 2 tahun ke belakang sebelum digantikan oleh Setya Budi untuk beberapa bulan ke depan.
Heru Budi dan Segala "Karyanya"
Sebagai caretaker Jakarta selepas masa jabatan Anies Baswedan (2017-2022), Heru Budi merupakan salah satu sosok sentral yang bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan krusial di wilayah vital negeri ini. Di mana, rekam kebijakannya serupa variabel yang dapat memberi pengaruh terhadap keberlangsungan Jakarta, bahkan Indonesia sebagaimana slogan "Sukses Jakarta Untuk Indonesia" yang dicanangkan Heru Budi dan mengeliminasi "Jakarta Kota Kolaborasi" dari era Anies.
Walaupun cuma memimpin dalam singkat waktu, Heru Budi sendiri disebut telah mengukir beberapa "karya". Selama 730 hari bertugas, pria berusia 58 tahun tersebut tercatat sukses mengantarkan DKI Jakarta meraih total 269 penghargaan dari banyak pihak. Suatu capaian super-produktif, yang bahkan berjumlah hampir dua kali lebih banyak dari total gol yang berhasil disarangkan tim sepak bola kebanggaan Ibukota, Persija Jakarta selama tiga musim kompetisi.
Absensi Heru Budi sebagai pejabat publik pun terbilang baik. Dalam dua tahun, ia secara proaktif dan antusias telah meresmikan banyak bangunan, membuka lebih banyak lagi hajatan monumental, hingga gemar mengunjungi para pelajar ke sekolah-sekolah di Jakarta. Sebuah wujud kerja nyata, yang turut dibuktikan secara transparan kepada publik melalui ratusan unggahan estetik nan sinematiknya di kanal-kanal media sosial.
Dari pantauan kami di akun Instagramnya saja, Heru Budi Hartono telah menaikkan sekitar 660 lebih unggahan selama 730 hari bertugas. Tidak lupa, ia juga mendokumentasikan buah kerjanya ke bingkai-bingkai maya pada akun @bingkaikangmas. Sosok Heru Budi yang ramah senyum bahkan sempat menjadi fokus masyarakat pengguna transportasi publik. Wajahnya ramai menghiasi hampir seluruh fasilitas halte Transjakarta. Suatu aksi eksentrik yang tampak memposisikan dirinya sebagai pejabat yang berada di sisi para pengguna aktif angkutan publik
Beranjak dari beberapa poin di atas, maka akan jamak rasanya jika ketiga paslon cagub-wagub Jakarta mendatang mulai mencermati sepak terjang Heru Budi, yang bukan hanya disebut efektif dan pandai menyelip di antara aktivitas warga, tetapi turut menuai pujian terima kasih dari warganet Jakarta seakan mengimbangi ucapan terima kasih kepada Jokowi-Ma'ruf Amin yang dibentangkan secara luring di berbagai sisi kota Jakarta.
Pun jika ada segelintir warga yang bersepakat sebaliknya: menganggap Heru Budi sebagai pemimpin yang kurang baik, terlebih karena kebijakannya sering memutus keberlanjutan pembangunan/kebijakan dari pemimpin sebelumnya (Anies), hal ini justru membuat ketiga paslon semakin wajib belajar dari determinasi Heru Budi. Seorang penjabat interim Jakarta dengan masa bakti paling lama, yang bukan hanya sanggup berdiri tangguh tanpa wakil, tetapi menjelma sosok ASN andalan pemerintah.
Mendapat Restu Pemerintah Pusat Rakyat
Heru Budi Hartono mulai bertugas sebagai Pj. Gubernur DKI Jakarta setelah dilantik Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, pada 17 Oktober 2022. Pada tempo yang habis satu tahun, ia lantas dititahkan kembali untuk satu tahun berikutnya tanpa perlu berkeringat debat seperti para tiga paslon sekarang.
Penahbisan non-elektoral Heru Budi ini pun diklaim telah melalui pertimbangan rakyat yang diwakili Joko Widodo sebagai eksekutif beserta jajarannya karena dianggap berkapabilitas; kemampuan komunikasinya dinilai sangat baik, khususnya selama bertugas sebagai Kepala Sekretariat Presiden era Jokowi.
"Kang Mas Heru" sendiri telah berkarir sebagai seorang ASN di lingkup Pemprov DKI Jakarta selama 3 dekade, tepatnya sejak tahun 1993. Atas karir berjenjang dan dedikasinya itu, ia kemudian berupaya memimpin warga Jakarta dalam merealisasikan cita-cita "Jakarta Kota Global", selagi terus bersusah-payah mengentaskan masalah abadi seperti macet, banjir, dan konflik tata ruang di Jakarta.
Beranjak dari dedikasi dan loyalitas di atas, ada baiknya pula jika paslon gubernur-wakil gubernur terpilih nanti agar mengambil apa dari alumni Universitas Krisnadwipayana tersebut. Terutama, dalam hal membangun kredibilitas, melancarkan aksi yang tidak ia janjikan, dan melaksanakan tugas sesuai anjuran. Poin terakhir yang disebut tergambarkan lewat sikap bijak seorang Heru Budi yang patuh terhadap mandat; tidak lanjut berkontestasi di Pilkada Jakarta, dan kembali dipercaya menjabat Kepala Sekretariat Presiden di masa peralihan Jokowi menuju Prabowo.
Sebagai orang yang punya jam terbang setara dengan Jokowi saat memimpin Jakarta, sekitar 2 tahun 1 hari, Heru Budi pun tak merasa tinggi hati. Ia merasa tak perlu memberi segudang petuah kepada orang yang akan meneruskan tongkat kepemimpinan di Jakarta. Dirinya hanya berharap kerja nyatanya selama ini bisa dilanjutkan.
"Kalimat kata kunci Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah maju dan berkelanjutan," kata Heru, seperti dikutip Antara. "Ya membangun harus berkelanjutan. Apa yg sudah ditanamkan hari ini, harus berkelanjutan."
Memanen Prestasi, Menanam Kontroversi
Geliat Heru Budi sebagai pemimpin Jakarta seperti berlangsung tanpa beban lantaran naik tanpa mengumbar janji-janji manis satu aksi yang sulit diikuti para calon penerus karena harus mengikuti kontestasi secara langsung. Namun, hal ini bukan berarti masa kepemimpinan Heru Budi seputih seragam gubernur yang sempat ia sandang.
Terlepas dari ratusan koleksi penghargaan selama 730 hari kerja, juga nilai kepuasan yang baik dari sejumlah lembaga survei, Heru Budi masih menyisakan beberapa catatan penting untuk diperhatikan para pemimpin baru. Misalnya, tidak mengulangi langkahnya yang memutus warisan Anies Baswedan di Jakarta. Heru Budi sendiri telah melakukan introspeksi diri, dan secara terang telah mengatakan bahwa pemimpin berikutnya sebisa mungkin dapat melanjutkan kinerja beliau.
Tidak selesai di situ, Heru Budi juga mengoleksi sejumlah kontroversi. Mulai dari, memangkas aliran dana Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) yang disebutnya agar lebih tepat guna; memboyong orang-orang pilihannya di posisi penting tanpa evaluasi kemudian salah seorangnya malah terbukti korupsi; menyelaraskan jargon "Sukses Jakarta untuk Indonesia" dengan visi pemerintah pusat; memberi pilihan hunian "yang lebih baik" bagi korban gusuran Kampung Bayam; sampai menumbalkan diri sebagai sosok penyukses Pemilu terdepan.
Dari beberapa catatan di atas, tentu banyak pelajaran yang bisa dituai calon pemimpin Jakarta mendatang dari seorang Heru Budi. Misalnya, mulai menerapkan konsep "governance responsiveness" yang sebelumnya seakan tercanangkan untuk benar-benar dijalankan, seperti mulai tanggap menormalisasi aliran sungai Jakarta secara lebih efisien alih-alih mengubah Jakarta menjadi waterboom di setiap musim penghujan dan memberi argumen yang sulit dipahami.
Kemudian, ketiga paslon Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta 2025-2030 juga bisa berhenti meludahkan janji-janji berlebihan hingga tak lagi perlu memakai jurus politik pascakebenaran saat kampanye, lantaran strategi tersebut sudah lebih dahulu dipraktikkan Heru Budi dan tidak lebih efektif ketimbang bekerja sebenar-benarnya.
(RIA/DIR)