Beberapa hari lalu, saya sempat melihat salah satu post di Instagram yang menyatakan kalau bulan Juni merupakan Men's Mental Health Awareness Month. Tindakan saya selanjutnya langsung mengirimkan post tersebut ke sebuah grup sebagai bentuk informasi belaka. Di dalam post yang saya lihat, ada beberapa tokoh besar yang sudah meninggalkan kita semua lewat cara yang sama. Dimulai dari Kurt Cobain, Anthony Bourdain, Chester Bennington, sampai Robin Williams.
Hanya tersisa rasa sedih saat kita tahu banyak sekali nama yang memiliki pengaruh besar dunia, namun memilih menyelesaikan masa bakti mereka di dunia. Karya mereka dirayakan, popularitas mereka didengungkan, tetapi yang mereka rasakan malah kesepian. Apa yang telah mereka capai ternyata tidak cukup mengusir rasa sepi yang jauh lebih membahayakan. Dan ironisnya, banyak laki-laki merasakan hal sama, hanya saja tidak pernah yakin untuk mengutarakannya.
Juni Untuk Men's Mental Health Awareness Month
Laki-laki selalu dituntut untuk menjadi pribadi yang kuat, memimpin, dan berdikari. Value yang seiring berjalannya waktu menjadi dua mata pisau ini terus ditanamkan dari zaman ke zaman, tanpa terkecuali. Jika sedang menghadapi masalah hingga menimbulkan stres atau pun meningkatnya kecemasan, jalan keluar yang paling sering diberikan hanya sebatas, "Kamu kan laki-laki, ya harus kuat."
Laki-laki yang harus kuat dalam setiap chapter hidupnya membuat kata-kata penyemangat hanya masuk kuping kanan, lalu keluar kuping kiri. Kid Cudi yang selalu mengangkat masalah mental health dalam perjalanan kariernya sempat bersenandung "People think they really being helpful / By telling me 'please be careful'". Apakah hanya cukup dibilang "semangat", "hati-hati", atau "pasti bisa", maka masalah-masalah yang nyata itu akan sirna?
Memutuskan untuk memasuki fase pengobatan untuk sembuh dengan mendatangi psikolog dan psikiater pun masih terasa abnormal di mata masyarakat. Keabsurdan dalam menyelesaikan masalah hati dan pikiran lewat tenaga profesional dianggap semakin melunturkan value para laki-laki yang sudah seharusnya seperti itu. Yang terjadi selanjutnya, para laki-laki yang sedang terpuruk memilih untuk memendam masalah mereka tanpa berusaha mengeluarkannya lewat berbagi kepada orang lain. Daripada hanya mendapatkan judgment yang memperburuk keadaan, lebih baik diam saja.
Kid Cudi sempat menyanyikan pahitnya realita tentang keterpurukan laki-laki yang harus ditelan sendiri lewat "So it's more than right I try and shed some light on a man / Not many people of this planet understand". Memang pada faktanya, sangat sedikit yang paham tentang fragility seorang laki-laki. Bahkan sesama pria bisa memperburuk keadaan dengan mindset penuh testosteronĀ nanĀ toxic.
Mencari jalan keluar dalam masalah mental health seperti mencari jarum di antara jerami. Tidak pernah ada kepastian kapan akan selesai. Tidak pernah ada kejelasan bagaimana langkah-langkahnya. Namun peluang sembuh juga tidak pernah menyentuh angka 0%. Selalu ada kesempatan untuk bisa menyembuhkan apa yang sedang kita rasakan. Ketidakpahaman mereka akan masalah kita membuat diri sendiri harus mencari jalan keluar terbaik. Tidak semua orang memiliki jalan yang sama, tetapi kesempatan untuk hidup sudah sepatutnya dijalankan sebaik kemampuan kita. Sesepi apapun hati dan pikiran, saya lagi dan lagi kembali diingatkan oleh Kid Cudi:
I had my issues, ain't that much I could do / Peace is somethin' that starts with me / At times, wonder my purpose / Easy then to feel worthless / But, peace is somethin' that starts with me |