Tak kenal maka tak sayang. Mungkin itulah yang menggambarkan bagaimana masyarakat kita selama ini memperlakukan penyandang disabilitas. Meski kita menghidupi masyarakat dan ruang yang sama, tapi rasanya kita belum sungguh-sungguh hidup berdampingan dengan satu sama lain. Tidak jarang, keberjarakan dan rasa asing tersebut melahirkan ketidakpedulian, bahkan rasa superioritas. Diskriminasi yang dihadapi oleh komunitas Tuli adalah salah satu bukti nyata akan dampak dari rasa asing yang menjelma menjadi ketidakpedulian.
Namun di tengah-tengah itu semua, masih ada banyak inisiatif yang membuka jalan untuk terciptanya masyarakat inklusif. Salah satunya yaitu Silang.id, sebuah platform aksesibilitas bagi komunitas Tuli yang menyediakan layanan Juru Bahasa Isyarat. Lewat upaya-upaya yang dilakukan Silang.id, kata "inklusivitas" tak lagi berada di angan-angan. CXO Media berbincang-bincang dengan Bagja Prawira, teman Tuli sekaligus co-founder dari Silang.id. Kami berbincang-bincang mengenai berbagai hal, mulai dari latar belakang didirikannya Silang hingga realita yang dihadapi komunitas Tuli hari ini.
Ceritakan sedikit mengenai Silang.id, mengapa waktu itu sampai bisa mendirikan Silang?
Silang.id itu dulunya komunitas, jadi dulu ada 2 teman namanya Yusuf dan Adi. Mereka berdua punya visi yang sama, yaitu gimana caranya agar bahasa isyarat di Indonesia bisa berkembang. Mas Yusuf itu punya pengalaman yang kurang bagus. Ibunya beliau Tuli, sering mendapatkan diskriminasi dari orang sekitar dan gak ada kesempatan buat berkomunikasi. Dari situ dia berpikir harus bisa berinovasi supaya bahasa isyarat bisa lebih inklusif.
Terus di tahun 2019, akhirnya ikut program inkubasi namanya Gerakan 1000 Startup. Tapi waktu itu ada yang kurang, teman Tuli belum dilibatkan, akhirnya saya ikut di situ. Di tahun 2019 itu kami mengonsepkan untuk membuka kelas bahasa isyarat. Nah, kelas bahasa isyarat itu jadi awal mulanya Silang.id. Kami punya visi untuk membangun Indonesia inklusif, jadi berharap dengan adanya kelas bahasa isyarat ini minimal masyarakat aware dengan bahasa isyarat. Sampai sekarang kita sudah ada 6000 user yang belajar bahasa isyarat.
Apa saja sih program-program yang ditawarkan Silang.id?
Saat ikut Gerakan 1000 Startup, ada salah satu karyawan Tuli yang mengusulkan program kelas bahasa isyarat. Akhirnya kita bikin kurikulumnya, metodenya, konsep kelasnya kayak gimana. Cuma, kalau dari segi bisnis tidak menjanjikan, karena orang masih berpikir dua kali buat mengeluarkan uang untuk ikut kelas bahasa isyarat. Jadi akhirnya kami putuskan per 1 Februari 2023 ini kita tutup program kelas bahasa isyarat.
Tapi kita punya program lain, yaitu layanan Juru Bahasa Isyarat. Kalau ada teman-teman yang membutuhkan JBI untuk akses teman Tuli, itu bisa hubungi Silang.id. Kemudian kami juga ada assesment untuk perusahaan yang membutuhkan SDM Tuli. Di situ kami jadi konsultan; kami edukasi merekrut karyawan Tuli itu seperti apa, perusahaannya sudah inklusif atau belum, kemudian aksesibilitasnya apa saja yang dibutuhkan di perusahaan tersebut. Kami juga mengadakan pelatihan untuk teman-teman Tuli supaya siap kerja di perusahaan, karena di lapangan banyak banget teman Tuli yang belum mengenal dunia kerja. Misalnya, kami mengadakan pelatihan digital marketing, terus pelatihan UI/UX, dan lain sebagainya.
Di kurikulum Silang.id, ada materi mengenai Budaya Tuli. Apa itu Budaya Tuli dan mengapa ini penting untuk diketahui banyak orang?
Kita nggak mungkin dong belajar bahasa isyarat tanpa mengenal penutur aslinya, apalagi masyarakat itu masih punya stereotip, stigma, dan pemahaman yang kurang mengenai Tuli. Jadi kami berpikir bahwa penting untuk mengedukasi masyarakat tentang dunia Tuli, salah satunya Budaya Tuli. Komunitas Tuli itu punya cara hidup yang berbeda dari kalian. Bahasa isyarat itu mempengaruhi cara hidupnya orang-orang Tuli; mulai dari berkomunikasi, cara diskusi, cara sosialisasi, sampai cara belajarnya juga. Nah, Budaya Tuli itu menjelaskan soal cara hidupnya orang Tuli yang berbeda dengan kalian. Contohnya, kalau kalian mau panggil teman Tuli, caranya kalian tepuk pundaknya-itu budaya Tuli.
Banyak yang belum familiar dengan bahasa isyarat, di internet banyak beredar informasi mengenai BISINDO dan SIBI. Apa bedanya BISINDO dan SIBI?
Secara linguistik, bahasa isyarat itu cuma 1 yaitu Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO). Tapi, BISINDO ini setiap daerah berbeda-beda, jadi ada versi Aceh, versi Jakarta, versi Bali, dan seterusnya. Tapi kalau yang 1 lagi bukan jenis bahasa isyarat tapi sistem bahasa, yaitu SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia). SIBI ini metode atau teknik supaya teman-teman Tuli belajar bisa belajar Bahasa Indonesia dengan beberapa gerakan isyarat, dan biasanya dipakai di SLB. Sedangkan, BISINDO itu bahasa alamiah yang berkembang di komunitas Tuli, jadi mereka itu punya tata bahasanya sendiri. Jadi kalau ditanya SIBI itu bahasa isyarat atau bukan, jawabannya bukan. Jadi kalau mau belajar bahasa isyarat, saran saya adalah belajar bahasa yang sering digunakan oleh teman-teman Tuli, yaitu BISINDO.
Ketika bertemu teman Tuli untuk pertama kalinya, mungkin ada yang ingin ngobrol tapi bingung gimana cara memulai komunikasi dengan teman Tuli. Apa yang seharusnya dilakukan ketika mau berinteraksi dengan teman Tuli?
Kalau dari kami tipsnya itu 4T. Pertama, tenang. Entah kenapa, biasanya kalau ketemu teman Tuli untuk pertama kalinya orang-orang itu pada panik. Gak usah panik, gak usah heboh. Tenang saja karena Tuli sendiri juga risih liatnya kalau kalian heboh atau gak bisa tenang. Yang kedua, tatap. Tatap matanya teman Tuli, karena kalau kalian tatap matanya artinya kalian sudah siap untuk berkomunikasi dengan Tuli. Ketiga, tanya. Kenapa harus ditanya, karena Tuli itu sangat beragam cara berkomunikasinya. Jadi jangan pernah berpikir kalau Tuli itu semuanya pakai bahasa isyarat, tanya dulu preferensi komunikasinya pakai isyarat, pakai gerakan bibir, atau pakai tulisan. Kalau misalnya Tuli bisanya pakai bahasa isyarat terus kalian gak bisa bahasa isyarat, jangan khawatir ada T yang keempat, yaitu tulis. Tulis ini bisa membantu kalian berkomunikasi kalau kalian belum bisa bahasa isyarat.
Apa stigma atau stereotip yang sering ditemui oleh komunitas Tuli di Indonesia?
Stereotip yang paling sering ditemui di kalangan komunitas Tuli, termasuk saya juga, adalah banyak orang menganggap kalau Tuli sama dengan bisu. Ini stereotip yang mengakar banget di masyarakat. Saya sendiri nggak nyaman kalau dibilang begitu, makanya saya buktikan dengan bersuara. Tidak semua teman Tuli itu bisu, karena bisu itu nggak ada kaitannya dengan Tuli. Kedua, stereotip yang sering diterima adalah bahwa teman Tuli itu nggak mampu berkontribusi atau melakukan sesuatu, misalnya Tuli nggak bisa kerja. Ya wajar nggak bisa kerja karena mereka sebelumnya nggak ada akses untuk pendidikannya. Bahkan saya pernah datang ke SLB, itu pun secara kurikulum nggak mempersiapkan Tuli untuk bekerja. Nah, itu stereotip yang sering diterima oleh teman-teman Tuli ketika melamar pekerjaan. Jadi banyak orang HRD tuh berpikir orang Tuli nggak bisa berkomunikasi, padahal Tuli masih bisa menulis.
Awareness tentang Tuli di Indonesia pelan-pelan sudah mulai tumbuh, tapi diskriminasi masih sering terjadi. Apa PR terbesar masyarakat indonesia agar lebih inklusif?
PR-nya cuma satu, PENDIDIKAN. Coba renungkan ke diri sendiri, pernah nggak sih mendengar tentang bahasa isyarat? Di sekolah-sekolah nggak pernah diajarkan. Pernah nggak diajarkan cara berkomunikasi sama teman-teman tuli? Nggak pernah juga. Terus, ini kritik dari saya sendiri ya, pendidikan untuk Tuli sendiri, kenapa sih harus dikhususkan di SLB? SLB itu bikin mereka asing sama dunia luar karena, satu, jarang berinteraksi sama teman Dengar sehingga informasinya nggak begitu banyak. Kedua, kurikulum yang diajarkan itu belum inklusif karena baru dirancang khusus Tuli atau khusus Dengar, jadi dibeda-bedakan.
Pendidikan kita itu hanya sebatas membedakan antara Tuli dan Dengar, sehingga wajar saja dampak jangka panjang masyarakat nggak pernah mengenal apa itu Tuli, apa itu bahasa isyarat, apa itu dunia Tuli. Sedangkan kalau kita bandingkan di Amerika, Tuli sama Dengar itu disatukan di satu kelas tapi dikasih akses Juru Bahasa Isyarat di kelas-itu namanya inklusif.
Apa makna inklusivitas bagi kamu?
Definisi inklusif itu kan luas ya, cuma ini yang spesifik menyangkut Tuli dan Dengar. Inklusif itu adalah di mana ketika ada ekosistem satu tapi melibatkan semua pihak. Contohnya, ketika ada orang Dengar berkegiatan di sebuah tempat, Tuli bisa dilibatkan karena adanya akses. Biasanya inklusif itu bisa ada definisinya itu karena adanya akses kedua belah pihak. Dengan adanya akses itu, dua-duanya mendapatkan hal yang sama dan akhirnya melahirkan kesetaraan. Contohnya, ketika teman Tuli interview di perusahaan mereka bisa mendapatkan akses juru bahasa isyarat-nah ini inklusif. Sebab, perusahaan sudah tahu JBI itu adalah haknya Tuli dan haknya orang Dengar juga, karena orang Dengar juga butuh informasi dari orang Tuli. Jadi inklusif itu kalau divisualisasikan sebuah lingkaran besar yang ada dua lingkaran kecil, tapi dua lingkaran kecil ini masuk di dalam lingkaran besar, itu inklusif.
Untuk mengetahui lebih jauh pengalaman Bagja Prawira sebagai teman Tuli sekaligus founder Silang.id, saksikan Perspektif episode 128 yang bisa disaksikan di YouTube dan cxomedia.id.