Bisa beradaptasi di setiap suasana atau situasi sebenarnya merupakan kemampuan yang tidak banyak dimiliki oleh orang. Cepat beradaptasi dalam situasi apapun akan membuat seseorang lebih mudah berbaur dengan orang lain, dan tentu saja banyak teman. Mereka yang punya kemampuan ini disebut dengan social chameleon atau bunglon sosial.
Seseorang dengan ability social chameleon ini terlihat mempunyai pribadi yang ramah, menyenangkan, dan bahkan bisa meluncur dengan mudah dalam situasi sosial apapun. Mereka pun kerap dijadikan penengah ketika adanya konflik sosial, sebab dianggap sebagai pribadi yang netral dan mampu memberikan pemikiran yang berbeda. Tak heran, si bunglon sosial ini jarang berhadapan dengan pertengkaran karena posisi mereka yang aman di dalam kelompok sosial.
Tapi sayangnya, orang-orang yang memilih menjadi social chameleon sebenarnya menyimpan keresahannya sendiri dan tidak mampu untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, bahkan pendapat mereka dalam kelompok sosial. Kepercayaan yang telanjur dibebankan kepada mereka agar tetap berbaur di situasi apapun membuat mereka sulit menjadi diri sendiri di depan orang lain.
Tak Punya Kepribadian hingga Jadi People Pleaser
Di lingkup sosial, kita cenderung menampilkan diri sesuai dengan situasi dan kondisi alias memasang topeng publik. Tidak mudah untuk menunjukkan diri apa adanya dan transparansi total kepada orang lain. Sebab, ketakutan untuk mengecewakan orang lain, terlalu menarik perhatian, sampai takut tidak menjadi apa yang diinginkan dalam kelompok, jadi alasan mengapa beberapa orang memilih untuk menjadi bunglon sosial. Tidak heran, para social chameleon sering dianggap tidak memiliki kepribadian dan tidak tulus.
Mereka pun sulit untuk membangun relasi yang sehat dan intim karena orang lain cenderung tidak mengetahui dengan jelas maksud dari para social chameleon dalam sebuah hubungan. Social chameleon juga sulit untuk mengutarakan apa yang dirasakan karena menjadi people pleaser alias orang yang hobinya menyenangkan orang lain. Perilaku ini dianggap akan memudahkan kehidupan sosial dan terhindar dari masalah kelompok di kemudian hari.
Padahal faktanya, para bunglon sosial sebenarnya tidak ingin melakukan apa yang diinginkan orang lain. Namun keberhasilan membangun hubungan sosial yang langgeng dan memuaskan, membuat mereka sulit terlepas dari topeng sosial ini.
Berisiko Mengidap Gangguan Mental
Fakta lainnya pun mengungkapkan bahwa seorang bunglon sosial adalah orang yang sangat tidak bahagia. Orang yang terlalu nyaman dengan peran social chameleon ini, bukan tidak mungkin mengidap gangguan kepribadian ambang atau borderline personality disorder (BPD). Gangguan mental ini akan mempengaruhi cara berpikir para pengidapnya, cara pandang, dan kemampuan merasakan sesuatu terkait dengan diri sendiri dan orang lain.
Mereka yang mengidapnya akan sulit mempercayai orang lain, sebab ada keraguan untuk menjalin hubungan akibat trust issue yang dirasakan. Timbulnya gangguan mental ini dikarenakan para bunglon sosial terlalu sering mengamati, membaca, melakukan komunikasi implisit dan eksplisit yang terjadi di sekitar mereka, lalu menirunya. Peniruan inilah yang memicu BPD karena mereka sulit memahami citra diri mana yang mau mereka tunjukkan, sehingga memicu kecemasan dan rasa frustasi.
Meskipun pada dasarnya menjadi bunglon sosial mempunyai keuntungan tersendiri, karena mampu berbaur dengan semua kelompok sosial, tapi tetap saja di balik itu semua perasaan dan keinginan diri sendiri selalu dinomorduakan. Tak hanya itu, hubungan antar sesama manusia bagi para social chameleon ini pun terkesan hanya sebagai tameng untuk kepentingan tertentu saja, dan tidak ada ketulusan saat melakukannya.
(DIR/alm)