Ingatkah kamu dengan Peter Pan? Seorang tokoh dongeng anak-anak berjenis kelamin laki-laki yang tinggal di negeri Neverland. Dalam kisahnya yang ditulis dalam sebuah novel 'Peter Pan or The Boy Who Wouldn't Grow Up' pada 1911, Peter Pan digambarkan sebagai sosok anak lelaki yang tak pernah menua dan selalu berpetualang seumur hidupnya.
Saat saya pertama mengenal sosok ini dalam bentuk animasi, ia digambarkan sebagai anak lelaki yang bebas dan tak takut untuk menua. Saya sempat terpikir, sepertinya akan seru jika kita hidup seperti Peter Pan yang tak perlu memikirkan tanggung jawab yang diemban oleh orang dewasa dan terus menjadi anak-anak. Namun, di dunia nyata ini, sepertinya kita memang harus menua dan harus menjadi dewasa untuk memikul tanggung jawab.
Ilustrasi pria 'peter pan' / Foto: Pexels |
Tapi dari sekian banyak orang yang menerima tumbuh dewasa, ada juga orang yang memilih tetap menjadi anak-anak dari segi perilaku dan psikologis. Perilaku inilah yang disebut Sindrom Peter Pan. Sindrom ini pertama kali dicetuskan dalam buku Dr. Dan Kiley pada tahun 1983 yang berjudul 'Peter Pan Syndrome: Men Who Have Never Grown Up'.
Perilaku tersebut sebenarnya dapat dialami oleh perempuan dan laki-laki, namun yang paling banyak mengalaminya adalah pria. Umumnya orang-orang yang mengalaminya merasa tidak ingin dan tidak mampu untuk tumbuh dewasa. Sehingga kerap kali mereka yang berada di tubuh orang dewasa tetapi pikirannya masih seperti anak-anak.
Orang yang mengalami sindrom Peter Pan kebanyakan tidak mengerti bagaimana caranya untuk berhenti menjadi anak-anak dan memulai tanggung jawab sebagai orang dewasa sesuai umur mereka. Tak hanya dari sisi psikologi, mereka pun belum siap secara sosial maupun seksual. Sehingga orang yang mungkin mengalami sindrom Peter Pan ini sangat bergantung pada orang lain, terutama pasangannya. Meski begitu, sindrom ini belum diakui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai gangguan mental. Tapi tetap saja sangat mempengaruhi relasi dan kualitas hidup yang mengalaminya.
Ilustrasi pria sindrom peter pan/ Foto: Pexels |
Penyebab dan Karakteristik Sindrom Peter Pan
Dilansir Healthline , penyebab perilaku Peter Pan sebenarnya bukan cuma satu, namun berkaitan satu sama lain. Berikut adalah penyebab yang mungkin membuat seseorang mengalami hal ini.
1. Pengalaman Masa Kecil
Patrick Cheatham, seorang psikolog di Portland, Oregon, Amerika Serikat mengatakan gaya pengasuhan orang tua bisa mengakibatkan seorang anak tidak mempelajari keterampilan hidup seperti orang dewasa. Sehingga si anak pintar menghindar dari tanggung jawab dan komitmen, terlalu fokus mencari perhatian dan hedonisme, serta meromantisasi kebebasan. Umumnya orang tua mereka cenderung sangat protektif dan permisif terhadap anak mereka.
2. Faktor Ekonomi
Cheatham juga menunjukkan bahwa kesulitan ekonomi dan stagnasi bisa berkontribusi pada sindrom Peter Pan, terutama generasi muda seperti Milenial dan generasi Z (gen Z). Anak-anak yang berasal dari keluarga generasi sandwich cenderung rentan mengalami hal ini karena tidak siap dengan tanggung jawab yang akan dipikulnya nanti.
Sebenarnya sindrom Peter Pan bisa dialami oleh pria maupun perempuan. Tapi kebanyakan perilaku ini diidentifikasi pada pria. Beberapa karakteristik dari gangguan ini adalah ketidakmampuan seorang individu untuk mengambil tanggung jawab untuk berkomitmen pada diri sendiri atau untuk menepati janji, terlalu berlebihan tentang penampilan, dan kurang percaya diri.
"Mereka menjadi cemas ketika dievaluasi oleh rekan kerja atau atasan mereka, mengingat mereka sama sekali tidak toleran terhadap kritik apa pun. Terkadang mereka bermasalah terhadap adaptasi di tempat kerja atau dalam hubungan pribadi," ujar Humbelina Robles Ortega, profesor dari Departemen Kepribadian, Evaluasi dan Perawatan Psikologis Universitas Granada dikutip Science Daily.
Ilustrasi pria dengan sindrom peter pan/ Foto: Pexels |
Selain itu, karakter lain dari orang yang menderita sindrom Peter Pan adalah mereka terus-menerus berganti pasangan dan mencari yang lebih muda. "Setiap kali hubungan dimulai dan pasangan mereka meminta komitmen dan tanggung jawab ke jenjang berikutnya, mereka menjadi takut dan lebih memilih mengakhiri hubungan tersebut. Itulah alasan para pria dengan sindrom ini cenderung lebih suka dengan perempuan yang lebih muda karena bisa menjalani hubungan tanpa khawatir dan mereka lebih sedikit dilibatkan dalam rencana masa depan," kata Ortega.
Meskipun sindrom Peter Pan bukan sebuah gangguan mental, namun perilaku ini tetap akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Ada baiknya berkonsultasi dengan profesional menjadi langkah pertama untuk menanggulanginya. Intinya, mungkin sebagian besar dari kita tidak siap untuk menjadi dewasa dan memikul tanggung jawab yang besar, namun itu adalah bagian dari kehidupan kita sebagai manusia yang mau tak mau harus kita jalani dengan berani dan percaya diri.
(DIR/HAL)