Membuat perubahan yang mampu memberdayakan orang-orang di sekitar tentunya bukanlah perkara mudah. Sebab untuk bisa membuat perubahan, diperlukan semangat yang konsisten, kegigihan, dan kemauan untuk berkolaborasi serta berjejaring. Namun, tantangan ini tak menghalangi Ara Kusuma untuk menginisiasi Aha! Project di masa pandemi Covid-19. Aha! Project merupakan inisiatif sosial yang menyediakan sarana pembelajaran kreatif bagi anak-anak di daerah pedesaan untuk bisa belajar di rumah.
Sejak kecil, Ara memang sudah memiliki rasa ingin tahu dan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Aha! Project sendiri bukanlah inisiatif pertama yang muncul dari seorang Ara Kusuma. Ketika usianya belum genap 11 tahun, Ara memulai Moo's Project-sebuah inisiasi untuk membangun peternakan terintegrasi di tempat tinggalnya di Salatiga.
Perubahan yang diinisiasi Ara melalui Aha! Project membuatnya dinobatkan sebagai salah satu dari 24 anak muda yang meraih gelar National Geographic Young Explorers 2020. Bagaimana perjalanan Ara Kusuma sebagai young changemaker?
Membuat Perubahan Sejak Kecil
Pada waktu masih anak-anak, keluarga Ara mengalami kondisi keuangan yang sulit, sehingga ia terpaksa berhenti bersekolah. Akhirnya, ia belajar melalui homeschooling dengan kedua orangtuanya sebagai guru. Ketika belajar di rumah, Ara lebih banyak belajar melalui experiential learning dan project-based learning yang membuatnya lebih banyak terjun langsung ke masyarakat. Melalui metode pembelajaran ini, ia justru bisa lebih banyak mengasah empati terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya dan diajak untuk selalu bertanya.
Hal inilah yang akhirnya membuat Ara bertanya-tanya, bagaimana apabila sapi-sapi di tempat tinggalnya dikelola secara terintegrasi sehingga para peternak sapi pun menjadi lebih sejahtera. Setelah Moo's Project dibentuk pada tahun 2007, produk yang dihasilkan dari peternakan sapi menjadi lebih beragam sehingga memunculkan nilai lebih. Kemudian, peternakan sapi tersebut diintegrasikan juga dengan ekowisata. Oleh karena inisiatifnya ini, Ara mendapatkan penghargaan dari Ashoka sebagai changemaker pada tahun 2008.
Pada akhirnya, pengalaman Ara di atas turut memberinya inspirasi untuk memulai inisiatif Aha! Project di tahun 2020. Melalui homeschooling, Ara belajar bahwa pembelajaran tidak hanya bisa diberikan di ruang kelas, tapi juga di dunia sekelilingnya. Sementara itu melalui Moo's Project, ia belajar bahwa membuka ruang untuk saling berdiskusi adalah hal yang sederhana namun sangat berdampak. Hal inilah yang ingin ia wujudkan juga dalam Aha! Project, yaitu untuk membuka ruang di mana anak-anak bisa belajar dari satu sama lain.
Aha! Project sendiri lahir dari keresahan yang dimiliki Ara semasa pandemi. Pada masa itu, ia melihat adanya permasalahan pendidikan bagi anak-anak sekolah dasar di tempat tinggalnya. Tak semua anak memiliki gadget dan akses internet untuk bisa melakukan pembelajaran daring. Di samping itu, banyak juga anak-anak yang tidak memiliki dukungan dari orang tua karena tinggal bersama kakek dan nenek mereka. Banyak juga guru-guru dan orangtua yang bingung bagaimana harus mendampingi anak mereka ketika melakukan pembelajaran di rumah.
Kolaborasi yang Melahirkan Empati
Untuk mendukung anak-anak sebagai life-long learner, Ara merasa bahwa kegiatan pembelajaran juga harus bisa berlanjut di luar ruang kelas. Dengan menggunakan pendekatan community-based education, Aha! Project sendiri melibatkan peran dari warga setempat yang memang memiliki waktu luang dan tertarik dengan pendidikan. Berbagai kelompok terlibat di sini, mulai dari karang taruna, tokoh agama, guru-guru, hingga orang tua. Mereka menjadi local champion yang berperan sebagai fasilitator untuk kegiatan pembelajaran.
Kolaborasi menjadi penting dalam keberlangsungan Aha! Project. Bersama-sama, mereka membangun dua hal yang bisa membantu menyelesaikan permasalahan pendidikan. Pertama, apa yang akan dipelajari. Kedua, bagaimana anak-anak ini akan belajar. Untuk yang pertama, mereka membuat materi mengenai apa saja yang bisa dipelajari anak-anak selama mereka belajar di lingkungan rumah-mulai dari merancang kurikulum hingga membuat worksheets. Materi yang ada di dalam worksheet pun disampaikan melalui cerita narasi yang disesuaikan dengan konteks lingkungan mereka.
Untuk yang kedua, mereka membuka grup-grup kecil bersama para local champions yang berfungsi sebagai ruang diskusi. Sehingga, anak-anak tersebut tidak hanya mengerjakan worksheet, tapi juga berinteraksi dengan local champion. Kegiatan pembelajaran pun juga tidak hanya dilakukan di rumah-rumah. Apabila cuacanya sedang cerah, local champion bisa mengajak anak-anak untuk belajar dengan menjelajahi lingkungan di sekitar mereka.
Hingga saat ini, Aha! Project sudah tersebar di 64 titik di 18 provinsi. Mulai dari wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) hingga ke wilayah perkampungan yang ada di kota-kota pulau Jawa. Tentunya, pencapaian yang diraih Ara tidak terlepas dari berbagai tantangan yang dihadapinya selama berproses. Ia pun mengakui bahwa salah satu hal yang paling menantang ketika membuat perubahan adalah bagaimana meyakinkan orang lain agar berani mencoba hal baru dan bisa menyamakan perspektif.
Selain itu, keberlanjutan juga masih menjadi tantangan bagi Ara dan teman-teman Aha! Project. Apalagi, dengan kondisi pandemi yang telah membaik, anak-anak sudah mulai kembali belajar di sekolah. Salah satu rencananya dalam memastikan keberlanjutan Aha! Project adalah dengan menjaga ketertarikan anak-anak. Apabila anak-anak menyukai hal-hal yang mereka pelajari, maka kegiatan pembelajaran ini bisa bertahan dengan sendirinya.
Ara Kusuma adalah salah satu anak muda yang memiliki empati dan kepedulian terhadap dunia di sekelilingnya. Berangkat dari sini, ia mampu menciptakan perubahan yang berdampak besar bagi dunia pendidikan. Oleh karena prestasinya ini, CXO Media menobatkan Ara Kusuma sebagai Person of the Month edisi April 2022. Semoga ke depannya, ada banyak anak muda lainnya yang terinspirasi dan berminat untuk mengikuti jejak Ara Kusuma!