Mem-branding diri sendiri sebagai pecinta burger, khususnya chicken burger, seperti diberkati ketika berdiri di kota Jakarta. Selalu ada burger joint baru yang muncul dari waktu ke waktu di berbagai titik keramaian bak pusat pergerakan inovasi kreatif di ranah kuliner. Setelah cap-cip-cup mau memilih jenama yang mana, PEPR. menjadi destinasi yang akan dikunjungi dengan tingkat penasaran tinggi.
PEPR. berlokasi di Rukan Permata Senayan, sebuah komplek ruko yang akrab karena tepat memanjang di samping rel kereta api jalur Tanah Abang-Rangkasbitung. Pada masanya, saya selalu melewatinya tiap hari dengan tujuan ke kantor. Namun pada kesempatan kali ini, saya turun di Stasiun Palmerah dengan misi berbeda; mencari tahu apakah PEPR. memang patut direkomendasikan.
Mencari Seberapa Nikmat Burger PEPR.
Letak kios burger ini berada di pojokan dengan luas yang secukupnya. Saat masuk ke dalam, sudah ada satu silsilah keluarga, dari opa-oma hingga cucunya yang sedang duduk menanti burger pesanan mereka. Interiornya terlihat nyaman dengan atraksi lampu yang redup cocok melawan sinar matahari yang menyorot tanpa malu-malu di bagian luar.
Ada empat menu burger yang tersedia di PEPR.; Son of a Bun yang pasti menjadi andalan karena ditaruh paling atas dalam buku menu; Double Smashed Cheeseburger dengan deskripsi layaknya on steroids; Beef, Lettuce, and Tomato sebagai BLT versi mereka.; serta PEPR. Chicken Sandwich yang membuat diri sendiri bingung.
Kebingungan ini muncul bukan karena menu chicken sandwich tersebut kurang meyakinkan, tapi ada keinginan mencoba menu dengan protein beef. Alasannya jelas: PEPR. menggunakan teknik smashed yang membuat beef patties mereka memiliki pinggiran renyah dengan aroma smoky yang tidak kalah kuatnya.
Akhirnya, Son of a Bun dan Double Smashed Cheeseburger dipesan dengan tambahan The Golden Fries dan Chicken Finger. Menu terakhir sengaja dipesan karena sedikitnya mampu memberikan gambaran dari PEPR. Chicken Sandwich yang tidak jadi dipesan.
Saat seluruh pesanan telah sampai, sudah jelas kentang goreng mulai diambil satu per satu. Kentang hand-cut dengan tingkat ketebalan yang memuaskan berpadu satu dengan seasoning yang tidak terlalu berlebihan. Cukup lowkey untuk melengkapi menu utamanya.
Son of a Bun, Chicken Finger, dan The Golden Fries/ Foto: CXO Media/Timotius Manggala Prasetya |
Bagaimana dengan chicken finger-nya? Di sinilah hadir sedikit penyesalan karena ternyata sangat sesuai selera. Penggunaan PEPR. seasonings yang menyelimuti seluruh bagian potongan ayamnya menimbulkan hint pedas cajun yang pas. Oke, segitu saja pujiannya untuk side dish karena sajian burger harus menjadi ujung tombak mereka.
Double Smashed Cheeseburger memainkan kombinasi bumbu yang minimalis. Dua smashed patties ditopang oleh red cheddar cheese yang mampu melengkapi cacahan pickles dan onions; lalu dilengkapi PEPR. signature sauce tanpa sensasi tangy berlebihan kalau dibandingkan dengan BBQ sauce yang terlalu sering machtig.
Bisa dibilang menu ini layak dipilih oleh kalian yang bosan dengan gimmick big size burger di jenama lainnya. Bahkan sama sekali tidak sloopy saat disantap. Clean and clear. Semuanya pas tanpa saling menyalip di indera perasa karena didukung brioche buns nan empuk dan cukup moist. Kalau memang kamu ingin mencari yang "daging" banget dari buku menu PEPR., berarti Double Smashed Cheeseburger harus dibeli.
Perasaan yang sama juga hadir ketika mencicipi Son of a Bun karena tetap didukung ingredients yang hampir sama; namun ditambahkan bone marrow gravy demi meningkatkan sensasi berlemak, serta onion rings dan sauteed garlic mushrooms untuk membuatnya semakin penuh. Terasa penuh dan besar kan? Tetapi kalau disejajarkan dengan Double Smashed Cheeseburger, tidak terlihat berbeda jauh dari segi skala.
Double Smashed Cheeseburger dan The Golden Fries/ Foto: CXO Media/Timotius Manggala Prasetya |
Harus diakui kalau perbedaan paling besar dari burger dengan smashed patties adalah ukurannya. Daging yang digigit tak memberikan kesan kuat karena ditekan sepipih mungkin saat proses memasak. Kondisi ini membuat orang yang ingin menikmati PEPR. harus sadar kalau bukan berarti kurang berasa dagingnya, namun burger mereka berada dalam liga yang berbeda.
Pengalaman pertama mencicipi PEPR. memenuhi tingkat penasaran yang tinggi karena berhasil disambut dengan sajian menggembirakan. Untuk ukuran burger joint yang baru satu tahun, apa yang dilihat dan dirasakan di sana telah matang sebaik-baiknya. Apakah patut untuk direkomendasikan? Apakah wajib datang untuk kedua kali dan seterusnya? Apakah sebanding dengan harganya? Penggambaran berbentuk teks di atas sudah menjelaskan jawaban dari tiga pertanyaan tersebut.
(tim/DIR)