Chinatown Glodok yang berlokasi di kawasan Jakarta Barat memang sudah lama berdiri dan menghadirkan berbagai kebutuhan untuk siapapun yang mengunjungi. Glodok adalah sebuah kawasan yang dulunya menjadi tempat isolasi oleh VOC Belanda untuk masyarakat Tionghoa di abad 17. Kawasan ini dibuat untuk mereka agar kolonialis Belanda lebih mudah untuk mengontrol keamanan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, warga Tionghoa yang menetap di daerah Glodok dan memiliki kemampuan untuk berbisnis menjadikan kawasan ini sebagai salah satu penggerak perekonomian Jakarta.
Mulai dari mengenyangkan perut yang lapar di siang bolong hingga segala printilan kebutuhan rumah dan kecantikan, Glodok kini menjadi suatu tempat yang dapat dijadikan sebagai tujuan wisata oleh warga lokal maupun internasional. Pada akhir pekan, saya menyempatkan untuk mengunjungi kawasan pecinan Glodok untuk sekadar mencari pengalaman dan mencicipi berbagai jajanan yang terkenal disana.
Perjalanan ke Pecinan Glodok
Untuk mencapai pecinan Glodok, saya melakukan perjalanan menggunakan KRL arah Jakarta Kota. Sesampainya di stasiun, saya memilih untuk menerima tawaran bajaj untuk membawa saya ke pusat pecinan Glodok seharga Rp30.000 yang sebenarnya harganya tidak berbeda apabila saya menggunakan taksi online yang memberikan kenyamanan dan fasilitas AC. Karena pengalaman yang ingin dicari, maka menyewa bajaj di siang bolong sejujurnya sangat menyenangkan.
Sesampainya di tempat tujuan, saya sangat terkesima dengan ambience yang dimiliki oleh kawasan Glodok ini. Jejeran pedagang yang meramaikan sisi Jalan Pancoran menjajakan banyak sekali jenis barang dagangan. Ibaratnya, you can find and shop all of the things you have in mind in this place. Pertokoan dan gedung yang terdapat di kawasan ini juga dapat memberikan nuansa vintage yang menyenangkan bagi siapapun yang memang ingin mencari pengalaman menelusuri tempat-tempat unik dan bersejarah di kota Jakarta.
Tidak hanya pemandangan dan tempat-tempat yang kuno saja, pecinan Glodok juga memiliki Petak Enam di gedung Chandra yang cukup modern untuk sekadar bersantai karena tempat ini menawarkan pengalaman berkuliner layaknya sedang berada di Hong Kong dan sekitarnya. Meskipun Petak Enam memang memberikan nuansa kuliner yang modern, saya lebih memilih untuk mencoba menelusuri berbagai gang di Pasar Glodok yang menjual banyak barang-barang unik.
Sebagai seseorang yang menyukai pernak-pernik lucu, pasar Glodok sangat memanjakan mata saya dengan berbagai toko yang menjual aksesoris-aksesoris gemas sebagai buah tangan. Mulai dari gelang, cincin, kalung, dan anting-anting yang berwarna gold, silver, hingga kristal membuat perjalanan saya menelusuri pasar Glodok di bawah terik matahari menjadi lebih menyenangkan.
Pilihan tempat makan baik itu yang halal maupun non-halal juga jumlahnya sangat berlimpah. Bahkan, berbagai kedai makanan di sana enggan mengubah suasananya dan tetap mempertahankan desainnya yang otentik, lengkap dengan aksara Cina sebagai namanya, seperti Kopi Es Tak Kie dan Djauw Coffee yang sempat saya kunjungi. Kebanyakan dari kedai makanan dan kopi di daerah ini hanya menawarkan menu-menu yang cukup tradisional dan jarang dari mereka yang memiliki pilihan menu minuman atau makanan yang sudah dimodernisasi. Hal inilah yang justru membuat berkuliner di daerah pecinan Glodok menjadi lebih unik.
Mengunjungi daerah pecinan Glodok untuk pertama kalinya adalah sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Mengingat Jakarta yang selalu dikenal sebagai kota yang sangat maju apabila dibandingkan dengan kota-kota lain dengan berbagai gedung tinggi yang menjulang ke langit, ternyata Jakarta juga menyimpan berbagai lokasi otentik dan bersejarah yang sangat patut dikunjungi oleh mereka yang lelah dengan hiruk pikuk ibukota.
(DIP/alm)