Interest | Home

Where to Go For: Good Eats in Medan (Part 2)

Kamis, 16 Mar 2023 15:38 WIB
Where to Go For: Good Eats in Medan (Part 2)
Kuliner Medan Foto: Almer - CXO Media
Jakarta -

Mencicipi makanan di Medan jelas tidak cukup dilakukan dalam satu hari. Walau di hari pertama sudah banyak hidangan yang saya makan, seluruhnya belum memenuhi bahkan setengah dari bucket list pribadi. Berikut lanjutan eksplorasi kuliner saya dan tim CXO Media!

.Medan Bakery Cake Shop/ Foto: Almer - CXO Media

Medan Bakery Cake Shop

Sarapan di hotel tentu lebih praktis, tapi rasanya sedikit sayang mengisi perut dengan hidangan hotel yang relatif sama saja di mana pun lokasinya. Maka dari itu, saya mengawali hari dengan mengunjungi toko roti yang sudah berdiri sejak 1950, Medan Bakery di kawasan Little India. Roti yang direkomendasikan oleh penjaga toko adalah roti tawar, tapi sayangnya saya tidak punya keleluasaan untuk memotong sendiri atau mengolesi roti tersebut dengan selai, maka pilihan saya jatuh kepada roti isi coklat wijen.

Tekstur rotinya lembut, dengan isian coklat yang rasa manisnya tidak artifisial. Entah bagaimana, sentuhan rasa wijennya pun cukup terasa. Overall, rasa roti ini cukup klasik, khas bakery atau patisserie yang telah berdiri puluhan tahun. Beberapa roti dengan jenis sama saya bawakan untuk tim CXO Media, dengan resepsi yang cukup baik. Bahkan, roti ini kembali kami beli beberapa kali sesudahnya ketika masih di Medan.

.Mie Tiong Sim/ Foto: Almer - CXO Media

Mie Tiong Sim

Apalah arti hidup saya tanpa mie. Walau telah banyak mencoba varian mie di hari sebelumnya, tentu saya belum puas. Rasanya, mencicipi bakmie Medan langsung di Medan merupakan hal yang sifatnya wajib bagi noodle devotee seperti saya. Mie Tiong Sim yang saya kunjungi memiliki lokasi di Jalan Selat Panjang, di tengah deretan banyak tempat makan lain yang cukup membuat saya tergoda. Untungnya pendirian saya cukup teguh; saya datang untuk bakmie.

Mie Tiong Sim sendiri sudah memiliki cabang, namun yang saya kunjungi adalah lokasi pertamanya. Buka sejak tahun 1940 tentu menjadikan kedai satu ini memiliki status legendaris, namun dengan status itu pula ekspektasi saya sangat tinggi. Menu yang saya pilih memiliki topping daging campur dan pangsit, lengkap dengan taburan bawang goreng ditemani irisan acar cabai rawit. Lembaran mie yang disajikan berbentuk tipis dengan tekstur yang tidak lembek, sesuai dengan kriteria favorit saya soal bakmie.

Minyak dan bumbu yang gurih teraduk merata di tiap lembaran mie, berpadu dengan topping daging campur yang memiliki tekstur dan cita rasa berbeda. Sebagai penyeimbang rasa, irisan acar cabai rawit memberikan note segar di sejumlah suapan. Pangsitnya sendiri memiliki tekstur kulit yang lembut, dengan isian yang subtil dan hangat di sela-sela suapan mie. Kuah yang disajikan memiliki warna cukup gelap, maka saya berekspektasi bahwa rasanya cukup kuat namun ternyata ia terlalu plain untuk lidah saya. Overall, kini saya mengerti mengapa kedai ini bisa tahan berdekade-dekade. Andai waktu itu saya pesan porsi jumbo.

Royal Indian Curry House

Restoran satu ini saya kunjungi ketika menunggu jam buka Kuil Shri Mariamman, yang terletak pas di depannya. Ketika tiba, aroma rempah terasa cukup menyambut. Karena jam makan telah lewat, saya adalah tamu satu-satunya di sana. Sayangnya, beberapa menu yang ingin saya cicipi sedang kosong    sebagian memang sedang tak ada, sebagian karena bahan-bahannya sedang out of season. Akhirnya, saya memesan naan dengan kari polos dan lassi buah naga. Kari yang disajikan memiliki rasa yang pedas dengan rempah yang tajam, cocok untuk naan polos. Lassi yang saya pesan juga cukup menarik, karena baru kali ini saya meminum lassi buah naga. Walau rasanya lebih subtil dari mangga yang awalnya ingin dipesan, olahan yogurt ini cukup menyegarkan untuk mengimbangi rasa kari yang kuat.

Tahu Isi Ny. Endang

Mayoritas dari eksplorasi hari ini saya lakukan sendiri, karena tim CXO Media terpisah-pisah dengan aktivitasnya masing-masing. Untuk teman-teman yang mungkin tidak sempat mengeksplorasi kota dan kuliner sebanyak saya, saya membawakan mereka gorengan dari Tahu Isi Ny. Endang yang telah buka sejak 1984 sebagai kudapan sore hari. Walau sekilas mirip tahu isi pada umumnya   dengan isian sayuran seperti wortel dan tauge   ternyata rasanya sangat berbeda.

Isian dari tahu ini memiliki cita rasa manis yang sedikit mengingatkan kepada lumpia Semarang. Disediakan juga saus cocolan yang sama-sama memiliki rasa manis, namun bagi saya dan anggota tim CXO Media lain, note rasa manisnya menjadi terlalu overpowering ketika dipadukan. Sesuai preferensi, kami lebih memilih untuk menghabiskannya secara polos atau ditemani cabai rawit yang membuat rasanya menjadi lebih pas.

.Layers/ Foto: Almer - CXO Media

Layers

Sandwich joint ini sebenarnya sudah kami temukan sejak hari pertama di Medan, namun aktivitas masing-masing anggota tim CXO Media membuat kami berjanji kepada satu sama lain untuk mengunjunginya bersama setelah kesibukan kami usai   janji yang tentu kami tepati. Eksterior bangunan berlapis tiles berwarna putih di tengah lingkungan Little India yang historis membuat tempat makan satu ini terlihat cukup standing out. Di sana, kami memesan menu classic sandwich, spicy sandwich, milkshake, dan soda Badak.

Classic sandwich berisikan potongan smoked beef dengan keju dan scrambled egg, sedangkan spicy sandwich berisikan sliced beef dengan chili oil. Menu pertama rasanya cocok untuk dimakan ketika sarapan, dan menu kedua memadukan rasa pedas yang tajam dengan meat juice yang meleleh dan bercampur ke roti Milkshake yang kami pesan disajikan dengan satu scoop es krim yang tidak dicampurkan di atasnya   proper. Segar dan cukup mengisi perut, tapi porsi sandwich yang lebih mirip slider ini masih menyisakan ruang di perut, yang akhirnya mengantarkan kami pada destinasi terakhir.

.Indomie Banglahdes'e Warkop/ Foto: Almer - CXO Media

Indomie Banglahdes'e Warkop Senyum Ketawa Agem

Warkop Senyum Ketawa Agem mengklaim sebagai penemu pertama hidangan "Indomie Banglahdes'e". Awalnya, saya kira pengejaannya adalah "Indomie Bangladesh", namun rupanya masing-masing kedai yang kami temui di Medan memiliki ejaannya masing-masing, termasuk kedai yang konon merupakan originator ini.

Tentu rasa yang ditawarkan oleh kedai satu ini berbeda dengan Indomie yang dibuat sendiri di rumah ketika lapar melanda pasca tengah malam. Indomie Banglahdes'e disajikan dengan sedikit kuah kental seperti mie nyemek   berwarna merah gelap dengan komponen sawi, telur yang diaduk, serta topping bawang goreng. Rasanya sedikit menyerupai kari pedas, dengan note rempah-rempah yang dominan dan rasa hangat yang memenuhi rongga mulut di tiap suapan. Rasanya sedikit simbolik bahwa hidangan terakhir perjalanan kuliner kami malam itu merupakan olahan regional Indomie. Di mana pun juga, ternyata Indomie merupakan comfort food masyarakat Indonesia.

***

Dalam waktu singkat perjalanan di Medan, rupanya cukup banyak jenis hidangan yang berhasil saya cicipi   melebihi porsi normal untuk makan tiga kali dalam sehari. Apakah lidah saya cukup puas? Tentu. Apakah seluruh isi bucket list saya terpenuhi? Tentu tidak. Hidangan Batak, Soto Kesawan, kerang rebus Medan, Mie Ayam Kumango, seluruhnya merupakan hidangan yang tidak sempat saya coba   belum lagi banyaknya tempat makan menarik yang baru saya temukan ketika harus pulang. Sepertinya, hal ini cukup menjadi alasan saya kembali ke Medan suatu hari nanti. Until next time.

(alm/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS