Hal paling fundamental dan exciting dalam bepergian tentu adalah mencoba makanan di destinasi yang dituju. Ada rasa penasaran yang seimbang antara ingin mencicipi versi autentik dari makanan yang sudah familiar di lidah dan juga makanan yang benar-benar asing. Berminggu-minggu sebelum jadwal keberangkatan ke Medan, saya sudah banyak memikirkan mengenai tempat apa yang ingin dikunjungi dan hidangan apa yang ingin dicicipi.
Bakmi Medan maupun laksa Medan tentu sudah pernah saya coba, namun bagaimana cita rasa hidangan-hidangan ini di tempat asalnya? Ditambah lagi, rekomendasi makanan yang sepenuhnya asing bagi saya turut mengisi ruang di bucket list yang tak mungkin seluruhnya terpenuhi.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah ada tema tertentu yang ingin saya ikuti dalam mencicipi makanan atau menulis artikel ini? Banyaknya varian mie di Medan, olahan seafood, dan kategori-kategori lainnya sempat terlintas di benak saya, namun akhirnya saya memutuskan bahwa terlalu banyak hal yang ingin sayacicipi untuk dibatasi kategori tertentu. Dengan bekal rekomendasi dari berbagai penjuru, saya pun memulai perjalanan saya untuk mencicipi sebanyak mungkin hidangan yang ditawarkan Medan.
Soto serta hidangan lain dari Rumah Makan Sinar Pagi/ Foto: CXO Media/Almer Mikhail |
Rumah Makan Sinar Pagi
Restoran yang telah berdiri sejak 1962 ini adalah destinasi pertama yang dituju oleh tim CXO Media setelah mendarat di Medan. Banyaknya orang yang merekomendasikan soto dari Rumah Makan Sinar Pagi—termasuk masyarakat lokal Medan sendiri—membuat ekspektasi saya cukup tinggi. Saya memesan soto campur dengan isi ayam, daging, dan jeroan. Ternyata, rekomendasi yang satu ini memang tidak salah. Kuah soto terasa gurih dengan rasa rempah dan santan yang tidak overpowering. Tiap isian juga memiliki tekstur masing-masing yang tidak menjadi lembek ketika bertemu kuah, menjadikan experience tiap suapan terasa berbeda.
Hal yang membuat saya cukup kaget hanyalah porsinya yang terhitung kecil. Wajar, karena soto ini biasanya disantap untuk sarapan—tercermin dari namanya. Sayangnya, delay penerbangan membuat kami tidak bisa mencicipi soto ini di pagi hari. Untuk mengatasi porsi soto yang kecil dan panasnya siang, kami juga memesan pecal serta tahugoreng—tahu dan berbagai sayuran dengan bumbu kacang. Tahu yang lembut dan sedikit asam serta bumbu yang segar menutup kunjungan kami ke Rumah Makan Sinar Pagi siang itu.
Mie Ayam Jamur Restu serta sate kerang dan bakso/ Foto: CXO Media/Almer Mikhail |
Mie Ayam Jamur Restu
Di sore hari pertama, perut saya mulai terasa lapar kembali. Untungnya, di dekat hotel terdapat warung mie ayam jamur yang memang direkomendasikan oleh seorang teman. Driver yang mengantar kami ke lokasi tersebut menyatakan bahwa mie ayam jamur tersebut bukan destinasi tipikal pengunjung luar kota, melainkan tempat yang biasa dituju warga lokal. Mendengar ini, saya tahu bahwa kami menuju tempat yang tepat. Sesampainya, kami disuguhkan mie ayam bercita rasa manis dengan irisan jamur shiitake. Sambal yang menemani adalah sambal hijau dengan rasa asam pedas, yang ketika ditambahkan pada mie memberikan cita rasa lebih segar mengimbangi manis.
Lagi-lagi, porsinya cukup kecil bagi saya, namun Mie Ayam Jamur Restu juga menawarkan sate kerang serta sate bakso yang tentu tidak kami lewatkan. Sate kerang memiliki rasa manis, sedangkan sate bakso dilumuri oleh sambal asin pedas. Rasa keduanya yang kontras memberi balance pada note rasa yang cenderung didominasi manis sejauh ini.
Metropolis dan Iced Coffee dari Me& Coffee Works/ Foto: CXO Media/Almer Mikhail |
Me& Coffee Works
Pasca mie ayam jamur, rupanya energi kami masih belum penuh karena keterlambatan flight pagi tadi. Walau sudah sore, kami memutuskan untuk mencari kopi. Untungnya ada coffee shop yang berlokasi dekat dengan tempat mie ayam sebelumnya dan hotel. Lagi-lagi tempat ini direkomendasikan oleh teman. Saya memesan menu bernama Metropolis, yaitu coffee soda dengan markisa. Oleh barista Me& Coffee Works, saya disarankan untuk tidak mengaduk minuman ini—rekomendasi yang tentu saya turuti. Karena tidak diaduk, tiap layer dari kopi ini memiliki rasa yang berbeda, mulai dari pahit, manis, fizzy, hingga asam. Rasanya yang cukup ringan membuat minuman ini sukses saya habiskan dalam waktu singkat sambil beristirahat.
Mie tumis udang dan mie goreng cumi/ Foto: CXO Media/Almer Mikhail |
Mie Aceh Titi Bobrok
Memasuki waktu makan malam, destinasi selanjutnya adalah Mie Aceh Titi Bobrok. Awalnya saya sempat ragu karena destinasi satu ini adalah hidangan Aceh, bukan Medan, namun statusnya yang legendaris dan banyaknya orang yang merekomendasikan ini akhirnya saya pun mencobanya. Buka sejak 1996, nama "Titi Bobrok" merujuk pada jembatan di persimpangan jalan kedai ini yang dulunya memang bobrok.
Ada banyak pilihan topping yang ditawarkan oleh Mie Aceh Titi Bobrok, seperti kepiting, sapi, ayam, dan lainnya. Pilihan kami jatuh pada mie goreng cumi dan mie tumis udang. Keraguan awal saya tentang memakan hidangan Aceh di Medan hilang dengan cepat ketika pesanan kami datang. Tekstur khas mie Aceh yang tebal berpadu dengan bumbu yang tajam, dengan rasa default yang memang pedas.
Mie goreng memiliki rasa yang kuat dengan bumbu yang menyerap, sedangkan tiap lembaran mie tumis dilapisi oleh saus kental. Ditambah dengan perasan jeruk nipis, rasa gurih dan pedas yang tajam menjadi semakin menyegarkan. Seafood yang menjadi topping juga terasa lembut dan segar, tanpa tekstur alot atau bau amis sama sekali. Sebelum saya berkunjung ke Aceh suatu hari, rasanya Mie Aceh Titi Bobrok adalah salah satu yang terbaik.
Bihun bebek yang entah dipesan dari mana/ Foto: CXO Media/Almer Mikhail |
Bihun Bebek
Dipesankan oleh tim CXO Media untuk makan bersama, sayangnya saya tidak tahu dari tempat spesifik mana bihun bebek ini dibeli. Lembaran bihunnya cukup besar, disajikan dengan potongan bebek yang lembut, selada, potongan daun bawang, serta taburan daun ketumbar atau cilantro. Bihunnya sendiri memiliki rasa yang sedikit subtil, namun sedikit guyuran kuah menjadikannya lebih gurih dan flavorful. Sambal yang menjadi pendamping hidangan ini memiliki rasa asam dan pedas yang kuat, menjadikan rasa hidangan yang awalnya sederhana menjadi lebih kompleks. Lagi-lagi, balance rasalah yang menjadikan hidangan ini istimewa, salah satunya karena taburan daun ketumbar yang segar.
—
Tentu saja eksplorasi kuliner saya bersama tim CXO Media tidak berhenti di situ, di hari-hari selanjutnya masih banyak hidangan yang menarik perhatian kami. Apa lagi yang kami cicipi selama di Medan? Baca selengkapnya di bagian kedua Where to Go For: Good Eats in Medan!
(alm/DIR)