Presiden dan Wakil Presiden terpilih Indonesia periode 2024-2029, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, tak memerlukan waktu lama untuk menyatukan rakyat Indonesia.
Apabila suksesor Prabowo-Gibran: Joko Widodo, yang telah berpayah-payah menjabat Presiden RI selama 10 tahun terakhir, baru disambut barisan rakyat secara masif menjelang akhir kepemimpinannya melalui aksi “Peringatan Darurat” Agustus 2024 lalu, maka Prabowo-Gibran beserta Kabinet Merah-Putih hanya memerlukan 100an hari kerja untuk bisa menarik simpati besar masyarakat—turun langsung mempercepat kemajuan Indonesia.
Berkat sejumlah kebijakan-kebijakan yang dilahirkan Pemerintahan Prabowo-Gibran dalam 100 hari ke belakang, rakyat Indonesia, sang pemegang kedaulatan tertinggi negara ini sepakat untuk berunjuk rasa, serentak turun ke jalan, pada esok hari, Jum’at, 21 Februari 2025.
Demi dapat membantu pemerintah menyelenggarakan negara dengan cara yang lebih baik dan benar secara langsung, barisan masyarakat sipil meliputi: kelompok pelajar dan mahasiswa, kaum buruh, baik yang di Cikarang maupun perkantoran SCBD, seniman, komunitas pengemudi ojek daring, kaum Ibu, serta elemen-elemen lain akan memadati setiap sudut kota; memenuhi halaman “Istana Rakyat” yang sementara ini diamanatkan kepada para pejabat, untuk membawakan secercah cahaya terang bagi tanah air tercinta.
Mengatasi #IndonesiaGelap
Agar Indonesia benar-benar dapat terhindar dari awan kegelapan, masyarakat siap menyerukan beberapa langkah yang wajib ditunaikan Pemerintahan Prabowo-Gibran dalam tempo selekas-lekasnya.
Berangkat dari keresahan, berlatar kepedulian, serta kecintaan terhadap tanah air, berikut adalah beberapa catatan besar rakyat untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran:
1. Sahkan UU Prorakyat!
- RUU Masyarakat Adat harus segera disahkan! Setelah dibahas secara lamban dan bertele-tele sejak masa Jokowi, RUU yang penting bagi perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat atas tanah, budaya, dan sumber daya alam yang kian terancam oleh nafsu pembangunan. Pengesahan RUU ini dapat memastikan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, mengatasi marjinalisasi dan kriminalisasi masyarakat adat, seraya menjaga amanat konstitusi yang tercantum tegas di UUD 1945;
- RUU Perampasan Aset harus segera disahkan untuk mempercepat pemulihan kerugian negara yang habis digerogoti para pengkhianat bernama: Koruptor. Dengan sahnya RUU Perampasan Aset, celah bagi praktik-praktik KKN—yang sejak awal ingin diberantas Prabowo—dapat ditangkal dengan penegakan hukum yang jelas, mencegah pencucian uang, serta memastikan keadilan dengan mengembalikan aset hasil kejahatan kepada negara dan rakyat;
- RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga harus segera disahkan demi memberikan perlindungan utuh kepada PRT, baik secara hukum, kepastian kerja, dan menjauhi kerentanan PRT untuk dieksploitasi. Regulasi ini juga memastikan pengakuan PRT sebagai pekerja formal, juga menutup peluang praktik perbudakan modern.
2. Tolak UU Antirakyat!
- Tolak Revisi UU Kejaksaan! Pengubahan UU Kejaksaan berpeluang menimbulkan beban kewenangan berlebih kepada Kejaksaan tanpa adanya pengawasan yang ketat. Aturan ini menaikkan risiko abuse of power dan berpotensi besar dalam menggerus prinsip pemisahan kekuasaan di sistem peradilan.
- Tolak Perubahan Tatib DPR! Revisi Tata Tertib DPR bisa menjadi alasan melemahnya transparansi juga partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, khususnya perihal pemakzulan presiden. Aturan ini berpotensi mencederai kedaulatan rakyat Indonesia—rawan dikendalikan untuk kepentingan elit politik.
- Tolak Revisi UU TNI dan Polri! Hantu masa lalu: dwifungsi militer ke ranah sipil—yang telah binasa pada momen reformasi tidak boleh kembali hidup. Tentu, hal ini membahayakan kehidupan masyarakat karena “senjata” di jabatan sipil dapat memicu penyalahgunaan kekuasaan, meniadakan batas militer dengan pemerintahan sipil, dan otomatis mengancam demokrasi serta supremasi sipil.
- Tolak UU MINERBA CIPTAKER! Regulasi ini punya banyak unsur eksploitatif terhadap alam, mengancam keseimbangan ekologis, dan juga bertentangan dengan hak masyarakat adat. UU yang baru disahkan ini tampak cenderung menguntungkan korporasi, hingga bermasalah secara akuntabilitas dan transparansi, terutama sejak diperbolehkannya Ormas Keagamaan, Universitas, BUMD dan BUMN untuk turut menjadi pengelola tambang. UU rusak harus ditolak!
3. Evaluasi Kebijakan:
- Efisiensi Anggaran yang diambil pemerintah jauh dari kata efektif. Pemotongan atau alokasi anggaran seperti tidak kenal prioritas: menyasar sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan, seperti memangkas hak dasar rakyat, sedangkan proyek mercusuar terus berjalan lancar. Efisiensi bergaya “penghematan” ini juga tidak sama sekali dibarengi aktivitas pejabat yang terus bersikap boros dan bergaya eksklusif.
- Kabinet Gemuk: sama halnya dengan obesitas yang tidak baik untuk tubuh, jumlah pejabat seperti menteri dan setumpuk jajarannya serupa lemak yang membawa penyakit. Alih-alih sesuai porsi, over-manpower ini malah membebani APBN, tidak tampak mempercepat budaya birokrat yang lamban, serta rentan tumpang tindih kepentingan. Seperti halnya tubuh, kabinet ini tidak perlu dipaksa ramping tetapi wajib fit.
- Pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG), yang merupakan janji kampanye Prabowo ini punya banyak celah untuk disoroti. Walaupun potensial, pelaksanaan MBG justru rawan KKN dari hulu sampai hilir. Pun, daripada memaksakan ego makan gratis dengan modal ekonomis, mengapa pemerintah tidak pernah membuka peluang untuk membebaskan biaya pendidikan tingkat dasar seantero negeri?
- Proyek Strategis Nasional (PSN) warisan pemerintahan Jokowi punya banyak PR: ngaret, biaya membengkak, dan bertentangan dengan aspek keberlanjutan lingkungan. Visi kebijakan ini benar-benar perlu dipertimbangkan ulang karena rakyat tidak boleh jadi tumbal dari bancakan oligarki.
- Penghapusan Tunjangan Kinerja (Tukin) Dosen adalah kecolongan bagi Prabowo, baik secara personal maupun politis. Pertama, hal ini seperti mengingkari profesi sang ayah, yang merupakan seorang dosen—cum pengusaha dan politikus. Ikrar Prabowo mengenai perbaikan pendidikan juga jauh dari harapan, karena kenyataannya, kesejahteraan para akademisi khususnya dosen malah dipangkas untuk proyek-proyek yang tak begitu tentu juntrungannya.
- Hilirisasi: Kebijakan hilirisasi, yang merupakan salah satu keyword andalan Gibran, harus benar-benar dipikirkan ulang. Ketimbang membawa manfaat bagi publik, hilirisasi malah jadi sekadar embel-embel yang menguntungkan pemodal.
- BPJS yang iurannya terus menanjak tidak dibarengi dengan pelayanan bertaraf sama baik. Bilamana BPJS gagal menjamin kesehatan rakyat karena berorientasi pada ekor keuntungan di segi bisnis tanpa mau mengindahkan antrean yang terus mengular, maka penyelenggara negara adalah pihak yang wajib disalahkan.
4. Batalkan Kebijakan:
- Multifungsi TNI-Polri: Ruang militer menduduki jabatan sipil dan bisnis sudah kadaluarsa. Jika ini terjadi, maka pemerintah berarti berkhianat dengan reformasi sektor keamanan, membuka peluang “haram” militer dalam pemerintahan dan berpotensi dengan tindak penyalahgunaan wewenang.
- Inpres No. 1/2025 yang menginstruksikan percepatan investasi tanpa memperhatikan regulasi lingkungan, tata ruang, dan izin usaha. Bukannya menguntungkan, kebijakan Ini malah bernilai tidak bijak karena dapat memantik konflik lahan, yang sering kali merusak lingkungan, dan mengorbankan kepentingan masyarakat demi kepentingan investor.
- Danantara yang ajaib jelas punya banyak kekurangan. Kehadiran konsolidasi seluruh BUMN ini bahkan telah bisa ditilang sejak orientasinya, yang ingin menuai untung sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat, tetapi modal yang mengkilap, sekitar 300an Triliun, dan banyak dipahami sebagai dalang terbesar huru-hara segala efisiensi anggaran yang terjadi.
- IKN? Apa kabar IKN? Kehabisan dana? Nggak jadi pindah? Proyek ambisius yang hampir pasti mangkrak ini harus dicari titik terangnya: usut ‘si biang kerok’, carikan solusi serta perbaiki ekosistem dan tatanan masyarakat lokal yang sudah terlanjur jadi korban!
- 20 Juta Ha lahan untuk Food Estate dan Energi merupakan lubang yang telah berkali-kali menjebak pemerintah Indonesia dari Soeharto sampai Jokowi. Selain tak pernah matang, operasi program kali ini—yang disebut akan dikelola militer—dapat mengakibatkan musibah bagi lingkungan maupun secara sosial: kerusakan ekosistem karena deforestasi dan konflik agraria.
- Pengenaan PPN Sektor Layanan Dasar skema pajak yang saru terhadap layanan esensial seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih diprediksi akan makin membebani rakyat kecil—lebih menguntungkan korporasi dan seperti menjadi jawaban malas pemerintah dalam memperbaiki tata kelola pendapatan negara dari sektor kaya sumber daya.
Itulah beberapa poin anjuran rakyat kepada pemerintah yang wajib dilaksanakan secepatnya agar #IndonesiaGelap tidak lagi merundungi tanah air.
Dan, apabila Ketua Dewan Ekonomi Nasional dan Penasihat Khusus Presiden urusan Investasi, Luhut Panjaitan masih denial soal kondisi ini, maka apapun pernyataannya tidak bisa disalahkan begitu saja selama: Luhut, Prabowo-Gibran dan jajaran Kabinetnya yang diberi mandat oleh rakyat untuk menyelenggarakan negara, mau mengikuti saran penuh perasaan dari barisan rakyat Indonesia, selaku pemilik kekuasaan tertinggi di republik ini.
(RIA/DIR)