Presiden Prabowo Subianto sepertinya tidak segan-segan untuk memotong jumlah anggaran berbagai kementerian, lembaga pemerintahan, dan dana transfer ke daerah. Tak main-main, efisiensi anggaran belanja negara dibabat fantastis hingga Rp306 triliun, yang terdiri dari anggaran kementerian dan lembaga dipotong Rp256,1 triliun dan dana transfer daerah dipotong Rp50,6 triliun.
Keputusan ini merupakan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 yang diterbitkan demi penghematan anggaran. Diketahui alasan pemotongan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan belanja negara demi dialokasikan ke program prioritas dan juga meminimalisir penggunaan anggaran negara yang tidak pada 'tempatnya'.
Meskipun tujuan 'pengencangan ikat pinggang' adalah untuk mengubah 'gaya hidup' negara kita yang kerap membuang-buang anggaran untuk sesuatu yang tidak penting. Namun kebijakan yang dianggap tiba-tiba ini, membuat semua pihak harus beradaptasi dengan perubahannya dan mungkin harus menelan 'pil pahit' karena efek dominonya yang mengancam berbagai sektor.
![]() |
Efek Beruntun Anggaran yang Dipotong
Setiap berganti pemerintahan yang baru, topik soal anggaran belanja negara kerap menjadi sorotan. Sebab hal tersebut akan menentukan apakah negara akan menambah utang atau tidak. Kita semua tahu bahwa Indonesia memiliki utang negara yang cukup besar sampai ribuan triliun rupiah. Sehingga pemerintah perlu pintar-pintar mengelola anggaran agar angkanya tidak semakin membengkak.
Presiden Prabowo menyadari bahwa anggaran belanja negara semakin membengkak dari tahun ke tahun. Menaikkan pajak pun tidak cukup untuk menutupi defisit negara yang semakin lama semakin besar. Sehingga solusinya adalah melakukan penghematan besar-besaran seperti yang dilakukan sekarang ini.
Meskipun alasan tersebut masuk akal, tetapi pada praktiknya tidak semudah itu. Hampir semua kementerian, lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah harus beradaptasi dengan 'ikat pinggang' yang diberikan oleh Presiden Prabowo. Efeknya pun semakin terlihat jelas dari hari ke hari.
Kementerian dari sektor utama seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan umum, perhubungan, dan agama harus gigit jari karena paling banyak terdampak dari perampingan ini. Belum lagi lembaga-lembaga penting seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan badan riset ikut terkena imbasnya.
Dilansir Antara, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) misalnya, yang harus menerima kenyataan menjadi kementerian paling terdampak dengan pemangkasan anggaran sebesar Rp81,38 triliun dari pagu awal Rp110,95 triliun. Pemangkasan ini pada akhirnya akan mengancam tersendatnya pembangunan infrastruktur yang tengah berlangsung dan tentu saja membuat kita berpotensi kehilangan proyek-proyek esensial.
Menteri PU, Dody Hanggodo harus mencari cara untuk berhemat dan mengalihkan fokus ke empat bidang pembangunan infrastruktur bidang PU tahun 2025. Seperti sumber daya air sebesar Rp10,70 triliun, jalan jembatan sebesar Rp12,48 triliun, cipta karya sebesar Rp3,78 triliun dan prasarana strategi Rp1,16 triliun.
Namun yang paling menjadi sorotan adalah pemangkasan di badan kementerian terkait pendidikan seperti Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendiktiristek). Kemendikdasmen harus rela dipangkas anggarannya sekitar Rp8 triliun, sementara Kemendiktiristek harus dipotong sebesar Rp22,54 triliun.
Hal ini tentu saja mengancam kesejahteraan guru, dosen, sertifikasi guru, dan tentu saja ketersediaan sekolah di pelosok yang hingga hari ini belum merata sama sekali. Kemudian dana riset pun harus ikut terkena imbas dari pemotongan ini. Padahal sebelumnya, pemerintah berkomitmen untuk menjadikan sektor pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagai prioritas.
Bahkan sekelas BMKG harus meminta dispensasi kepada pemerintah sebab pengurangan anggaran akan berefek pada keselamatan kita sebagai warga negara. Sebab anggaran tersebut diperuntukkan untuk pemeliharaan alat-alat operasional seperti pendeteksi gempa dan tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia.
Bicara soal dana transfer ke pemerintah daerah pun tak kalah berefeknya dari kementrian pusat. Pemerintah daerah semakin mengencangkan ikat pinggang dalam berbagai sektor seperti pengadaan barang dan tentu saja hal-hal yang esensial. Bahkan sebelum pemotongan ini, dana untuk pembangunan daerah sudah dikurangi sedemikian rupa. Tak bisa dibayangkan, pemda harus ekstra pintar untuk mengelola dana yang hampir dipangkas setengahnya itu,
Itu hanyalah segelintir efek yang dialami oleh kementerian, lembaga, dan pemda yang paling banyak terdampak dari perampingan anggaran tersebut. Tetapi yang terlihat paling signifikan adalah nasib para pegawai honorer di kementerian-kementerian yang harus terus berharap cemas setiap hari menunggu nasib terkena lay-off atau tidak. Di tengah keresahan yang semakin menjadi, mereka pun juga terpaksa bekerja dengan infrastuktur seminimal mungkin. Seperti pembatasan penerangan hingga penggunaan WiFi.
Belum lagi nasib para pekerja atau buruh harian yang bekerja di bawah pemerintah yang semakin terancam diberhentikan. Diperkiraan akan ada ribuan orang yang akan kehilangan pekerjaannya dari perampingan anggaran yang diinisiasi Presiden Prabowo ini.
![]() |
Biaya Birokrasi yang Tetap 'Menggendut'
Belum lama ini Vietnam menerapkan kebijakan baru dengan memangkas satu dari lima pekerjaan pegawai kementerian/lembaga agar kinerja pegawainya lebih efektif dan efisien. Bahkan mereka mengurangi kementerian-kementerian yang tidak perlu. Semua kebijakan ini juga berlaku pada lembaga kepolisian dan militer.
Tetapi pemandangan berbeda justru terlihat di negara kita. Biaya birokrasi malah 'menggendut' di antara anggaran sektor strategis yang dibabat. Kabinet Merah Putih yang dipimpin Prabowo adalah kabinet paling banyak yang memiliki lebih dari 30 menteri. Itu juga belum termasuk wakil menteri, staf khusus, dan juga pejabat lembaga non-kementerian.
Bahkan kemarin, Deddy Cahyadi atau yang dikenal sebagai Deddy Corbuzier baru saja dilantik menjadi staf khusus bidang komunikasi sosial dan publik bersama dengan enam orang lainnya. Kepala Biro Informasi Pertahanan Sekretariat Jenderal Kemhan Brigadir Jenderal TNI Frega Wenas Inkiriwang mengatakan pemilihan Deddy menjadi stafsus karena mempunyai daya jangkau yang luas.
Deddy sebagai influencer atau pemengaruh dan tokoh publik dinilai mampu memberikan dampak kepada masyarakat melalui konten-kontennya di media sosial. "Kita tahu pak Deddy ini dia salah satu pakar di bidang komunikasi, harapan membantu mensosialisasikan program kebijakan pertahanan sampai bawah," kata Frega dilansir Antara.
Struktur ini semakin menambah anggaran yang dibutuhkan seperti gaji, tunjangan, fasilitas, hingga biaya operasional lainnya. Bukan hanya penambahan anggota kabinet, anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sering bertambah setiap tahunnya itu pun tidak mengalami efisiensi.
Sektor yang seharusnya mengalami pengetatan anggaran, justru menjadi yang tak terkena dampaknya. Hal ini menunjukkan efisiensi anggaran tidak sepenuhnya efektif jika hanya beberapa sektor saja yang dipotong. Pemerintah pun harus lebih transparan perihal pemasukan dan pengeluaran yang dilakukan oleh sektor yang tak terkena perampingan anggaran itu bila tidak ingin dianggap 'pilih' kasih.
Walau begitu, efisiensi anggaran mungkin adalah jalan terbaik untuk mengurangi 'gaya hidup' pemerintahan yang kerap kali tidak sehat. Ini baru beberapa minggu sejak keputusan itu ditetapkan, masih banyak adaptasi yang harus dilakukan, jadi efektivitasnya belum terlihat jelas. Yang harus kita lakukan adalah kawal konsistensi antara retorika dan realitas yakni janji dan pelaksanaannya. Bila memang itu keputusan yang terbaik untuk negara ini.
(DIR/DIR)