Penetapan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% akhirnya sudah ditetapkan untuk berlaku mulai 1 Januari 2025 sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Apa yang sempat digunjingkan dan dipertanyakan oleh masyarakat Indonesia pun tetap dilanjutkan dengan beberapa penyesuaian demi 'rakyat', katanya.
PPN Naik 12% dengan Penjelasan Tak Lengkap
Semuanya tercermin dari penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan bahwa PPN 12% dikenakan kepada barang dan jasa yang sudah masuk kategori mewah. "Kategori barang-barang yang memang dikategorikan sebagai mewah premium dan dikonsumsi terutama untuk kelompok yang paling mampu akan dikenakan PPN. Jasa pendidikan yang premium yang dalam hal ini pembayaran uang sekolahnya bisa mencapai ratusan juta, kesehatan yang premium," jelasnya dilansir dari Kompas.com.
Dijelaskan lebih lanjut, ada rincian terkait apa saja produk yang nantinya terkena kenaikan pajak:
- PPN untuk bahan makan premium (beras premium; buah-buahan premium; daging premium seperti wagyu dan daging kobe; ikan seperti salmon premium dan tuna premium; dan udang dan crustacea premium seperti king crab;
- PPN untuk jasa kesehatan medis premium;
- PPN untuk jasa pendidikan premium;
- PPN untuk listrik rumah tangga 3.500-6.600 volt ampere (VA).
Dari sedikit rincian di atas, memang terlihat jelas bagaimana pemerintah menyasar sektor premium tidak mungkin diakses sebagian besar masyarakat Indonesia. Jika pun bisa diakses, sudah pasti merekalah yang memiliki pendapatan tinggi dengan pilihan gaya hidup berbeda.
Namun lucunya, Netflix dan Spotify yang menjadi sumber hiburan masyarakat masa kini tetap terkena PPN 12%. Respons Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terkait keputusan ini pun dibalas dingin. Saat ditanya oleh wartawan seperti dilansir dari detik.com, jawabannya hanya, "Ya, terima kasih."
Padahal siapa yang saat ini belum menyentuh Netflix dan Spotify? Generasi milenial dan Gen Z menjadi dua kategori yang paling banyak mengonsumsinya dengan tingkatan ekonomi yang cukup lebar, dari bawah hingga atas. Menjadi bentuk hiburan masyarakat di tengah semrawutnya kehidupan pun masih harus terkena kenaikan pajak juga.
Tapi tenang, pemerintah sedang mencoba memperbaiki semuanya melalui 'insentif'. Kalau tadi sudah membahas mana saja yang terkena kenaikan pajak, maka beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum; tidak terkena PPN alias "diberikan fasilitas atau 0%," kata Airlangga Hartarto.
Belum lagi insentif pemerintah untuk menanggung PPN 1% dengan aturan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) agar tetap mempertahankan PPN 11% untuk MinyaKita, tepung terigu, dan gula industri sebagai bentuk kepedulian mereka atas rakyat. Masih kurang?
- Insentif kendaraan EV dan Hybrid lewat keringanan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) DTP sebesar 3%;
- Pegawai sektor padat karya (tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur) bergaji hingga 10 juta akan bebas PPh;
- Diskon listrik 50% untuk Januari-Februari 2025 bagi pengguna 2.200 VA;
- Bantuan beras 10kg untuk Januari-Februari 2025 bagi 16 juta penerima bantuan pangan (PBP);
- Dan masih banyak lagi.
Wow, pemerintah kita memang benar-benar memberikan insentif sebanyak itu untuk memasuki tahun 2025. Harusnya kita bisa lebih tenang mendengarkan keputusan kenaikan PPN 12% karena toh yang diincar hanya barang mewah saja, belum lagi masih ada dukungan DTP dan sebagainya.
Hanya saja ada sedikit kelucuan. Saat artikel ini hendak selesai ditulis, ada kabar kalau pembalut wanita, sabun mandi, deterjen, hingga popok bayi yang semuanya kebutuhan primer bagi segala kalangan untuk terus dipakai setiap bulannya akan tetap kena PPN 12%. Belum lagi bantuan pemerintah kalau yang kita pikir-pikir cuma berlaku dua bulan saja seperti diskon listrik dan bantuan beras.
Jangan terlena dengan semua hal-hal baik yang pemerintah tonjolkan dalam penjelasan kenaikan PPN 12%. Masih banyak hal yang tidak mereka jelaskan; semuanya terasa samar hanya demi membuat kita berpikir kenaikan PPN akan membuat negara ini semakin baik.
Gila.
(tim/tim)