8 Desember 2024 tidak hanya menjadi hari Minggu yang biasa-biasa saja bagi para petarung di Pilkada Jakarta 2024. Dalam rapat pleno Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2024, Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta, Wahyu Dinata mengumumkan bahwa pasangan calon nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno memperoleh suara sah sebanyak 2.183.239 suara, yang mana mengungguli dua pasangan lainnya: Ridwan Kamil-Suswono yang meraih 1.718.160 suara dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana dengan 459.230 suara.
Hasil ini sudah ditetapkan melalui surat ketetapan yang sah dengan berlakunya keputusan mulai 8 Desember ini. Artinya, bisa dibilang bahwa Pramono-Rano memenangkan kontestasi pemilihan pemimpin Jakarta dengan mengungguli lawan-lawannya dalam perolehan suara yang cukup jauh. Tentu pengumuman ini banyak dirayakan dengan respons masyarakat Jakarta di media sosial. Mereka ikut senang melihat Pramono-Rano menang, sekaligus ada sentilan terhadap sosok Ridwan Kamil yang sebenarnya cukup diungguli untuk memenangkan pemilihan kali ini.
Melihat apa yang sudah dijalani Ridwan Kamil sejak memutuskan menjadi calon gubernur Jakarta dengan segala pro-kontra, jejak masa lalu, hingga merembet ke dunia sepak bola, akhirnya sekarang muncul pertanyaan: apa selanjutnya yang mau dilakukan oleh Ridwan Kamil?
Sebelum meloncat ke dalam masa depan Ridwan Kamil, kita intermezzo sedikit dengan keputusan Gerindra dan tim RIDO untuk menggugat hasil rekapitulasi suara KPU hingga akan melaporkan lembaga tersebut beserta Bawaslu ke MK. Menurut mereka, banyak kecurangan yang muncul di lapangan pada saat hari pencoblosan.
"Ada lebih dari 80 laporan yang sudah dilaporkan ke Bawaslu," ucap Sekretaris Umum Lembaga Advokasi Hukum DPP Partai Gerindra, Munatshir Mustaman, yang dikutip dari detik.com.
Belum lagi dengan keberatan dari kubu Dharma-Kun dan RIDO saat rapat pleno Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2024. Saksi dari pihak RIDO memilih walk out, sedangkan saksi Dharma-Kun melihat Pilkada Jakarta 2024 tidak legitimatif karena partisipasi pemilu yang rendah, serta banyaknya suara tidak sah. Namun apa mau dikata? Hal ini menjadi riak-riak kecil dari perjalanan Pramono-Rano yang hanya didukung satu partai, layaknya David vs Goliath.
Ridwan Kamil Mau ke Mana?
Biarkan urusan tuntut menuntut itu bergulir seiring berjalannya waktu. Sekarang lebih menarik untuk melihat langkah selanjutnya Ridwan Kamil. Sejak namanya besar di Bumi Pasundan, tidak ada yang bisa menghentikan kekuatannya di sana. Bahkan keputusannya untuk keluar dari zona nyaman untuk bertarung di Jakarta saja sudah menjadi bentuk kepercayaan diri besar darinya; suatu sikap yang patut diapresiasi tanpa perlu melihat latar belakangnya.
Namun saat "bermigrasi" ke Jakarta, sudah pasti banyak suara sumbang atas pencalonannya. Jejaknya di Bandung dan Jawa Barat tidak sebersih citranya di media sosial, terkhusus Instagram. Ia sudah menjadi Wali Kota Bandung sejak 2013 dengan takeoff yang mulus. Hampir semua orang senang dengan kebijakan dan pembangunannya. Walau akhirnya pada kemudian hari semakin banyak yang berpindah berseberangan, namun tidak mampu menghentikan langkah besarnya menjadi Gubernur Jawa Barat pada tahun 2018.
Semuanya pun berubah saat ia harus memimpin provinsi seluas Jawa Barat. Ia dipandang terlalu Bandung-sentris, sampai-sampai daerah seperti Bekasi hingga Depok dinilai tidak terlalu diperhatikan. Belum lagi dengan caranya yang tidak mampu menerima kritik se-legowo itu. Banyak momen ia ikutan mem-bully komentar miring tentang kebijakannya; tidak cuma sekali saja tapi sering cukup terjadi. Sebuah cara merespons yang sejujurnya kurang elok karena layaknya membenturkan antara pengkritik dirinya dengan pendukungnya.
Apalagi kalau mengingat kiprahnya saat Pilkada Jakarta 2024. Wah, banyak sekali kebijakannya yang sudah dikontra duluan oleh para calon pemilihnya. Dari mobil curhat, alat gym di halte, sampai niat penuhnya menggunakan jersey Persija Jakarta, padahal selama ini ia sangatlah Persib Bandung; bisa dibilang Ridwan Kamil harus menutup seluruh masa lalunya, menggunakan topeng, dan menutup kuping demi bisa melenggang di Jakarta.
Sayangnya itu semua tidak berakhir semanis prediksi yang menyatakan ia diunggulkan. Ujung-ujungnya ia tetap kalah, walaupun bakal tetap menempuh jalur hukum demi menciptakan putaran kedua. Kalau sampai benar-benar fix pake banget kalah, maka Ridwan Kamil harus mencari p terbaiknya. Kembali ke Jawa Barat? Sulit sekali diterima oleh tangan terbuka, karena warga Jawa Barat sendiri juga lebih senang melihat Ridwan Kamil memimpin Jakarta demi merasakan penderitaan yang sama.
Sepertinya kita akan lebih jarang mendengar suara Ridwan Kamil ketika nanti ketetapan Pilkada Jakarta 2024 benar-benar sudah valid. Pada akhirnya waktu yang akan memberikan jawaban terbaik akan kariernya di politik. Kalau pun boleh menebak, salah satu konsulat Indonesia akan tersisip namanya sebagai duta besar pada waktu mendatang. We will see.
(tim/DIR)