Sampai hari ini HIV/AIDS masih menjadi pandemi yang belum menemui endingnya. Justru dalam laporan yang dibuat oleh World Health Organization atau UNAIDS setiap tahunnya, jumlah penderita mengalami angka yang naik-turun. Bahkan dalam laporan tahun lalu, jumlah penderita HIV/AIDS mengalami kenaikan, walaupun tidak signifikan.
"Setiap 25 detik, satu orang di dunia terinfeksi HIV," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres seperti dikutip dari United Nations. "Seperempat dari orang yang hidup dengan HIV lebih dari 9 juta orang tidak memiliki akses terhadap pengobatan yang bisa menyelamatkan nyawa."
Lantas, apa yang menyebabkan sulitnya menurunkan angka para penderitanya?
Ketimpangan Gender hingga Diskriminasi Jadi Faktor
Menurut laporan UNAIDS, tahun lalu saja ada 630.000 orang meninggal karena penyakit terkait AIDS, dan 1,3 juta orang di seluruh dunia baru saja tertular HIV. Setiap hari di tahun 2023, setidaknya 570 perempuan dan anak perempuan muda berusia 15-24 tahun tertular HIV. Dan sedikitnya 22 negara di Afrika bagian timur dan selatan, perempuan dan anak perempuan pada kelompok usia ini tiga kali lebih mungkin mengidap HIV daripada rekan-rekan pria mereka.
Untuk itu, mengambil tema, "Take the rights path: My health, my right!" sebagai peringatan Hari AIDS Sedunia 2024, WHO, UNAIDS, dan masyarakat seluruh dunia bersama-sama memperjuangkan hak atas kesehatan dengan mengatasi ketidaksetaraan yang menghambat kemajuan dalam mengakhiri AIDS.
Pendekatan berbasis hak ini bukan sekadar strategi, tetapi merupakan komitmen untuk menegakkan martabat, kesehatan, dan otonomi setiap individu, terutama mereka yang rentan serta paling berisiko. Direktur Eksekutif UNAIDS, Winnie Byanyima mengatakan, walaupun ada kemajuan besar yang telah dicapai dalam penanggulangan HIV, pelanggaran hak asasi manusia masih menghalangi dunia untuk mengakhiri AIDS.
"Ketika anak perempuan tidak memperoleh pendidikan; ketika ada impunitas atas kekerasan berbasis gender; ketika orang dapat ditangkap karena jati diri mereka, atau karena siapa yang mereka cintai; ketika kunjungan ke layanan kesehatan berbahaya bagi orang karena komunitas asal mereka akibatnya adalah orang-orang tidak dapat mengakses layanan HIV yang penting untuk menyelamatkan hidup mereka dan mengakhiri pandemi AIDS. Untuk melindungi kesehatan semua orang, kita perlu melindungi hak-hak semua orang," paparnya.
Pendekatan Berbasis Hak Asasi Manusia
WHO dan UNAIDS sepakat bahwa pendekatan berbasis hak asasi manusia terhadap pencegahan dan pengobatan HIV, dengan menyoroti dampak buruk dari undang-undang dan praktik diskriminatif yang menstigmatisasi perempuan, anak perempuan, dan kelompok minoritas bisa menjadi solusinya.
Kesenjangan dalam pemenuhan hak asasi manusia, dan pelanggaran hak asasi manusia menghalangi berakhirnya pandemi AIDS. Pada tahun 2023, 1,3 juta orang baru terinfeksi HIV di seluruh dunia, tiga kali lipat dari target tidak lebih dari 370.000 infeksi tahunan yang ditetapkan untuk tahun 2025.
Guterres berpendapat perjuangan melawan AIDS dapat dimenangkan jika para pemimpin mengambil pendekatan berbasis hak asasi manusia untuk memastikan bahwa setiap orang terutama yang paling rentan-dapat memperoleh layanan yang mereka butuhkan tanpa rasa takut.
"Kita akan mengatasi AIDS jika hak-hak setiap orang, di mana pun, dilindungi. Saya menyerukan kepada semua pemimpin untuk mengindahkan tema tahun ini dan mengambil jalan 'hak-hak'," ujarnya.
Apalagi secara demografi, anak-anak dan remaja adalah kelompok yang belum sepenuhnya menikmati manfaat dari peningkatan akses ke layanan pengobatan dan pencegahan.
"Anak-anak yang hidup dengan HIV harus diprioritaskan dalam hal investasi sumber daya dan upaya untuk meningkatkan perawatan bagi semua orang , termasuk perluasan teknologi pengujian yang inovatif," kata Anurita Bains, Direktur Asosiasi UNICEF untuk HIV/AIDS.
Untuk itu, menghormati dan melindungi hak asasi manusia bisa membantu memastikan akses yang adil terhadap layanan HIV dan mencegah infeksi baru, terutama kelompok masyarakat yang sering menjadi nomor dua: perempuan, anak perempuan, dan kelompok minoritas.
(DIR/tim)