Insight | General Knowledge

Mengungkap Praktik Jual Beli Konten Intim Non-Konsensual di Internet

Selasa, 16 Jul 2024 17:00 WIB
Mengungkap Praktik Jual Beli Konten Intim Non-Konsensual di Internet
Mengungkap Praktik Jual Beli Konten Intim Non-Konsensual di Internet/Foto: Unsplash: Towfiqu Barbhuiya
Jakarta -

Di ruang siber, ada sudut gelap di mana kekerasan seksual merajalela tanpa terdeteksi dan tanpa konsekuensi. Melalui bantuan internet dan teknologi, pelaku kekerasan berbasis gender online (KBGO) bisa bersembunyi di balik gawai mereka dan mendapat keleluasaan untuk melakukan tindak kejahatan yang menghancurkan hidup seseorang. Salah satu bentuk KBGO yang marak terjadi adalah penyebaran konten intim non-konsensual, atau yang lebih dikenal dengan istilah revenge porn.

Salah satu figur yang pernah mencoba mengangkat isu ini ke publik adalah kreator konten Indah Gunawan. Ia sempat mengekspos keberadaan Rahasia Mantan, sebuah grup di Telegram yang menjual foto atau video perempuan. Di dalam grup yang berisi ratusan ribu anggota ini, konten intim non-konsensual diperjualbelikan. Untuk mendapatkan konten tersebut, para anggota harus mengisi Google Form dan melakukan barter dengan cara memberikan foto atau video yang lain.

Dalam dokumenter Voice of America berjudul Exposing Exes' Secret, salah seorang penyintas bernama Alana (nama disamarkan) membagikan pengalaman ketika ia menemukan foto dirinya turut dimuat di dalam grup Rahasia Mantan. Di dalam grup tersebut, Alana menemukan banyak foto perempuan—sebagian besar mahasiswa—yang dibagikan tanpa seizin mereka. Identitas para perempuan ini juga dibeberkan di grup tersebut; mulai dari nama lengkap, nama universitas, sampai ke jurusan dan tahun angkatan. Di bawah profil perempuan-perempuan tersebut, dicantumkan pula panduan bagaimana cara mengakses konten intim mereka, salah satunya dengan mengisi Google Form.

[Gambas:Youtube]

Foto Alana yang dimuat di dalam grup tersebut adalah selfie dirinya yang diambil dari Instagram. Alana pun panik karena ia tidak pernah membuat atau menyebarkan konten intim dirinya. Sehingga, foto intim yang diduga disebar di sini berpotensi sebagai deepfake porn, yaitu ketika wajah seseorang diedit ke dalam konten pornografi dengan menggunakan teknologi pengganti wajah. Jadi, pada dasarnya, siapapun bisa menjadi korban deepfake porn meskipun mereka tidak pernah membuat konten intim.

"Mereka ibaratnya mengambil alih badanku dan juga perempuan-perempuan itu. In my mind, I feel like what I wanted to do at that time was to stand up for myself, I guess. Obviously I cannot say the same for everyone else, because everyone copes differently. But, in my case, at that time, I just felt very angry," ucap Alana.

Menurut Jess Davies, pembuat dokumenter BBC Deepfake Porn: Could You Be Next?, akar permasalahan dari fenomena deepfake porn adalah budaya mengobjektifikasi tubuh perempuan yang sudah terlanjur dinormalisasi. Melalui investigasinya, Davies menemukan bahwa ada banyak laki-laki yang percaya bahwa mereka tidak membutuhkan consent atau persetujuan dari perempuan."Ada budaya yang tumbuh subur dari objektifikasi dan penghinaan terhadap perempuan, yang kemudian memunculkan mentalitas kelompok di mana laki-laki bersatu untuk melucuti otonomi tubuh perempuan demi bersenang-senang," tulisnya dalam sebuah utas.

Dalam kasus Rahasia Mantan, ada kejahatan berlapis yang dialami para korban, yaitu doxxing, penyebaran konten secara non-konsensual, dan deepfake porn. Namun, sulit sekali bagi korban untuk memperoleh keadilan. Salah satu narasumber lain yang berinisial RJ, mengaku sempat menemukan foto atau video dari teman baiknya. Ia pun meminta Rahasia Mantan untuk menghapus konten tersebut, tapi diminta untuk membayar 10 juta rupiah atau barter dengan foto lain. RJ pun menolak dan melaporkan Rahasia Mantan ke Telegram.

Meskipun grup ini sudah hilang dari Telegram, tapi para pelaku di baliknya belum masih belum tertangkap. Selain itu, sekalipun satu grup menghilang, tak ada jaminan bahwa tidak akan lagi muncul Rahasia Mantan lainnya. Sayangnya, di kala kasus KBGO meningkat, implementasi hukum di Indonesia belum mengakomodasi kebutuhan korban. Rumitnya birokrasi dan proses hukum yang belum berperspektif korban membuat kasus-kasus seperti ini kerap tenggelam dan terlupakan.

Indah Gunawan, yang sempat mem-viralkan kasus Rahasia Mantan, berharap polisi segera menindaklanjuti kejahatan siber ini. Akan tetapi, sampai sekarang, tidak ada progres yang signifikan dari penyelidikan kepolisian.

Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2023, sepanjang tahun 2022 jumlah aduan kasus KBGO di ranah personal ada 821 kasus yang sebagian besar pelakunya adalah mantan kekasih. Sementara itu di ranah publik, jumlah pelaku terbanyak datang dari "teman media sosial" yaitu sebanyak 383 kasus. Tingginya angka kasus ini seharusnya menjadi alarm darurat bagi masyarakat dan aparat hukum, bahwa internet belum menjadi ruang aman.

Meski hukum kita masih belum mampu dalam melindungi korban penyebaran konten intim non-konsensual, tapi ada beberapa lembaga yang membuka layanan aduan dan bersedia membantu untuk mengadvokasi kasus. Beberapa lembaga yang bisa dihubungi apabila kalian menjadi korban adalah LBH Apik, SAFENet, dan Awas KBGO.

(ANL/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS