Beberapa hari ini, masyarakat khususnya anak-anak muda tengah memperbincangkan sebuah acara adu kecerdasan yang mempertemukan para mahasiswa Indonesia berprestasi dari kampus dalam negeri dan luar negeri. Acara yang diinisiasi oleh sebuah lembaga pembelajaran ini terinspirasi dari acara serupa di Korea Selatan yang juga sempat viral, yakni University War.
Dalam acara ini, para mahasiswa yang berasal dari kampus ternama di Indonesia dan beberapa kampus terbaik dunia beradu kebolehan untuk memecahkan soal dalam bidang matematika dan sains. Tapi yang membuatnya semakin diperbincangkan oleh masyarakat adalah cuplikan yang menunjukkan nilai-nilai IPK mereka yang nyaris sempurna.
Tak sedikit netizen yang merasa takjub hingga heran dengan nilai nyaris sempurna yang didapatkan oleh para mahasiswa ini. Bahkan ada yang sampai iseng menghubungi salah satu peserta menanyakan apa yang membuatnya mendapatkan nilai sempurna dan apa yang dia konsumsi sehari-hari.
Bukan hanya netizen, saya pun tak luput mengagumi para anak muda berprestasi ini. Hingga saya pun mempertanyakan, apakah saya dan mungkin orang-orang lain di luar sana masih bisa menjadi lebih pintar dan cerdas seiring bertambahnya usia?
Kita Masih Bisa Lebih Pintar dan Cerdas
Kamu mungkin pernah mendengar bahwa seiring bertambahnya usia, kecepatan pemrosesan otak akan mulai melambat dan ingatanmu akan semakin berkurang. Namun para peneliti menemukan fakta baru bahwa otak kita masih bisa berkembang seiring bertambahnya usia.
Para ilmuwan percaya bahwa beberapa sel otak kita mati saat kita bertambah usia, namun bukan berarti sel otak kita tidak tumbuh baru kembali. Sepanjang hidup seseorang, otak akan terus-menerus membentuk kembali dirinya sendiri sebagai respons terhadap apa yang mereka pelajari.
Dalam penelitian yang diterbitkan dalam The Journal of Neuroscience, peneliti Jerman, Janina Boyke dan rekan-rekannya mengajarkan orang dewasa berusia 60 tahun untuk bermain sulap. Setelah pemindaian otak para subjek menunjukkan pertumbuhan di wilayah otak yang memproses informasi visual yang kompleks. Artinya kalau kamu melatih otakmu dengan rutin, kemampuan penalaran dan kemampuan untuk mempelajari sesuatu pun tidak akan kalah dari anak-anak muda.
Tapi memang ketika kita bertambah usia, reaksi kita terhadap penalaran agak sedikit melambat. Namun itu disebabkan oleh gangguan konsentrasi yang cukup wajar dialami oleh kita. Jadi, kita tidak menjadi "bodoh" karena usia, hanya saja kita membutuhkan waktu lebih lama untuk menjadi secerdas sebelumnya.
Semua ini dibuktikan oleh banyak ilmuwan ternama di mana mereka baru merealisasikan potensi penuh mereka di atas umur 20an. Sebut saja Albert Einstein yang ketika masa anak-anak sering dianggap bodoh, namun ketika usianya beranjak 26 tahun dinobatkan sebagai ilmuwan jenius yang menemukan penemuan bermanfaat untuk kemajuan umat manusia.
Dilansir Business Insider, selain itu, kamu juga tidak perlu berkecil hati jika memang kamu kini tidak secepat dulu memahami soal-soal sulit terkait penalaran. Namun, kemampuanmu yang lain seperti membaca emosi orang lain hingga mengingat kejadian yang baru saja terjadi terus meningkat seiring bertambahnya usia.
"Pada hampir setiap usia, kebanyakan dari kita menjadi lebih baik dalam beberapa hal dan lebih buruk dalam hal lain. Mungkin tidak ada usia di mana kamu menjadi yang terbaik dalam segala hal," kata penulis utama studi dan peneliti departemen otak dan ilmu kognitif MIT, Joshua Hartshorne.
Gaya Hidup dan Genetik Pengaruhi Kecerdasan
Banyak yang percaya bahwa kecerdasan seseorang meningkat lewat apa yang dikonsumsi sehari-hari dan kegiatan fisik yang dilakukan. Ya, memang tidak salah. Orang dewasa yang punya aktivitas fisik yang lebih tinggi menunjukkan tingkat penurunan kognitif yang relatif lambat dibandingkan orang-orang yang kurang aktif.
Gaya hidup sehat seperti memperhatikan asupan yang kita makan pun memang mempengaruhi bagaimana otak memproduksi sel-selnya dengan cepat. Namun soal kecerdasan dasar yang muncul sejak kecil, kemungkinan itu berasal dari genetik yang diturunkan oleh orang tua.
Dikutip Verywell Mind, para psikolog mengakui kalau genetika dan lingkungan berperan dalam menentukan kecerdasan. Tetapi, hal ini tidak dikendalikan oleh satu "gen kecerdasan" saja. Sebaliknya, itu merupakan hasil interaksi kompleks antara banyak gen atau poligenik dan lingkungan untuk menentukan dengan tepat bagaimana gen yang diwariskan diekspresikan, sebuah konsep yang dikenal sebagai epigenetika.
Misalnya, jika seseorang memiliki orang tua yang tinggi, kemungkinan besar orang tersebut juga akan tumbuh tinggi. Namun, tinggi badan yang dicapai seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti nutrisi dan penyakit. Seorang anak mungkin terlahir dengan gen kecerdasan luar biasa, tetapi jika anak tersebut tumbuh dalam lingkungan yang kurang mampu, di mana mereka kekurangan gizi dan tidak memiliki akses terhadap kesempatan pendidikan, mereka mungkin tidak memperoleh nilai baik dalam ukuran IQ.
Nah, jadi kita yang sudah mulai beranjak dewasa ini mungkin akan merasakan sedikit penurunan kemampuan untuk penalaran atau memecahkan soal-soal sulit seperti dalam acara adu kecerdasan tersebut. Namun, bukan berarti kita kalah pintar dan cerdas dari mereka, sebab setiap manusia punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
(DIR/alm)