Insight | General Knowledge

Teori Peradaban Agartha dalam "Nightmares and Daydreams"

Jumat, 21 Jun 2024 19:30 WIB
Teori Peradaban Agartha dalam
Foto: Netflix
Jakarta -

Setelah bermain-main di genre horor, Joko Anwar melebarkan sayapnya sebagai storyteller dengan menggarap serial fiksi ilmiah berjudul Nightmares and Daydreams. Serial ini boleh dibilang sebagai terobosan dalam perfilman Indonesia, lantaran membawa ide yang segar dan berani   meskipun masih ada banyak kekurangan dalam eksekusinya. Tapi, salah satu ciri khas dari karya Joko Anwar adalah konklusi cerita yang memunculkan lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban, sampai-sampai penonton pun membuat teori konspirasi mereka sendiri untuk menjawabnya.

Nightmares and Daydreams juga memberi efek serupa. Berbagai pertanyaan muncul; mulai dari timeline cerita yang menyerupai puzzle, kekuatan super dari masing-masing karakter, hingga siapa sebenarnya Antibodi. Tapi, pertanyaan yang paling banyak memunculkan teori adalah mengenai Agartha. Sepanjang serial ini berjalan, kita sudah diberi petunjuk kalau musuh-musuh dalam Nightmares and Daydreams bukanlah manusia biasa dan tidak berasal dari bumi yang kita ketahui. Di episode 3, Poems and Pain, barulah kita diberi sedikit bocoran mengenai keberadaan dunia lain bernama Agartha.

Kemudian di episode 7, kita diberitahu bahwa Agartha merupakan tempat asal makhluk pemakan manusia yang menjadi musuh Antibodi. Mereka bukan muncul dari luar angkasa, tapi dari perut bumi. Rupanya, Agartha bukan sepenuhnya dunia imajinatif yang dikarang oleh Joko Anwar, sebab teori keberadaan Agartha sudah muncul sejak abad ke 17.

Mitos Agartha

Oleh penggemar teori konspirasi, Agartha dipercaya sebagai peradaban maju yang berada di perut bumi. Dalam teori ini, bumi dikatakan memiliki inti yang berongga. Kepercayaan akan keberadaan Agartha muncul salah satunya dalam Mission de l'Inde en Europe (The Mission of India in Europe) yang ditulis oleh Alexandre Saint Yves d'Alveydre pada 1886   meski baru diterbitkan pada 1910, setahun setelah kematiannya. Saint Yves adalah seorang okultis Prancis yang terkesima dengan ajaran "esoterik" yang bersumber dari spiritualisme Timur, khususnya India.

Menurut Dr. Come Carpentier de Gourdon dalam A French Prophet of India's Resurgency in the Nineteenth Century (2010), naskah yang ditulis Saint-Yves tersebut memuat pengalamannya ketika mengunjungi Agartha secara astral. Agartha disebut terletak di bawah daratan Himalaya, dan dipercayai sebagai sumber dari segala ajaran dalam teks kuno Weda. Saint-Yves juga menyebut Agartha dipimpin oleh 3 pemimpin utama yaitu Brahatma, Mahatma, dan Mahanga. Ketiganya merepresentasikan 3 cabang kekuatan yaitu ilmiah, yudisial, dan sosio-ekonomi.

Saint-Yves juga mengaku dikunjungi oleh dua pembawa pesan misterius bernama Hardjij Scharipf dan Rishi Bhagwan Das Raji Shrin. Kepada Saint-Yves, Hardjij Scharipf mengajarkan Vattan, yaitu alfabet misterius yang memiliki 22 huruf. Vattan sendiri diyakini sebagai bahasa yang asal usulnya bisa ditarik kembali ke peradaban pertama di bumi dan selama ini dirahasiakan oleh kaum Agartha.

Agartha, yang diyakini terletak di gua bawah tanah di bawah Himalaya dan menjadi rumah dari manusia dengan kekuatan super, memiliki kemiripan dengan Shambhala yang disebutkan dalam mitologi Buddha Tibet. Shambhala yang disebutkan dalam teks Sansekerta memiliki arti "tempat ketenangan", dan diyakini sebagai tempat tinggal dari manusia yang telah mencapai pencerahan. Lokasi Shambhala diyakini berada di antara pegunungan Himalaya dan Gurun Gobi. Shambhala juga dikenal dengan beberapa nama lain, di antaranya Olmolungring, Shangri-La, dan Eden.

Pada abad ke-20, teori keberadaan Agartha dan Shambhala yang semakin populer di kalangan penggemar okult sempat menarik perhatian banyak pihak, termasuk Partai Nazi. Apalagi, sang pemimpin parta, Adolf Hitler, percaya bahwa Agartha merupakan tempat asal nenek moyang ras Arya yang superior. Walhasil, Agartha sempat menjadi rebutan dalam lanskap geopolitik pada masa itu, di mana Rusia, Jepang, dan Jerman berlomba-lomba untuk menemukannya.

Namun, keberadaan Agartha tidak pernah bisa dibuktikan. Apalagi, teori bumi berongga yang pernah digagas oleh Edmond Halley di akhir abad ke-17 sudah dibantah oleh banyak peneliti. Salah satunya yaitu profesor geofisika dari University of Chicago, Andrew Campbell, yang mengatakan hal itu tidak memungkinkan. Sebab, inti bumi lebih padat dibandingkan lapisan permukaan. Apabila bumi benar-benar berongga, seharusnya yang terjadi adalah sebaliknya.

Meski secara ilmiah keberadaan Agartha tidak bisa dibuktikan, tetapi sampai hari ini masih banyak penggemar teori konspirasi yang percaya bahwa peradaban misterius ini benar-benar ada, dan mereka suatu saat akan menyelamatkan umat manusia   atau justru menghancurkannya.

(ANL/alm)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS