Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur, yang sejak awal dipatok untuk menjadi peninggalan paling penting dari rezim pemerintahan Jokowi, masih memiliki segudang permasalahan. Proyek ambisius ini pun dikebut untuk segera selesai, bahkan upacara Hari Kemerdekaan 17 Agustus mendatang direncanakan akan digelar di sana dengan tamu undangan sebanyak 2.800 orang. Tapi, mendekati tenggat waktu pembangunan, Kepala Otorita IKN beserta wakilnya, justru mengundurkan diri.
Setelah bekerja selama 2 tahun, Dhony Rahajoe yang menjabat sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, memberikan surat pengunduran dirinya kepada Presiden Joko Widodo. Tak lama kemudian, Bambang Susantono yang menjabat sebagai Kepala Otorita IKN juga mengundurkan diri. Presiden Joko Widodo kemudian menunjuk Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat, Basuki Hadimuljono, sebagai Pelaksana Tugas Kepala Otorita IKN.
Berita pengunduran diri Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, di kala pembangunan IKN sedang dikebut untuk segera rampung membuat publik bertanya-tanya. Apalagi, alasan dari pengunduran diri keduanya disebut sebagai "alasan pribadi". Hal ini pun menimbulkan dugaan bahwa proyek ambisius ini menyimpan banyak persoalan, mulai dari investasi yang tidak mencapai target hingga pembebasan lahan yang berlarut-larut.
Kebergantungan pada Investasi
Membangun ibu kota dari nol tentunya memerlukan anggaran yang tinggi, apalagi jika kota tersebut akan menopang jalannya pemerintahan. Sebagai gambaran, dilansir detikcom, anggaran biaya untuk membangun 36 rumah menteri di IKN mencapai Rp519 miliar. Pembangunan IKN sendiri diprediksi memerlukan biaya total Rp466 triliun. Jumlah ini akan dibagi menjadi 3 sumber pendanaan, yaitu Rp90,4 triliun dari APBN, Rp123,2 triliun dari swasta, dan Rp252,5 triliun dari Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.
Dilansir CNBC, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa dari tahun 2022 hingga 2024, pembangunan IKN sudah memakan biaya dari APBN sebesar Rp72,1 triliun. Padahal, pembangunan IKN masih memiliki beberapa tahap yang seluruhnya dijadwalkan akan rampung pada 2045.
Realisasi pembangunan IKN pun sangat bergantung pada kebesaran hati para investor yang mau berbisnis di calon ibu kota baru ini. Sejak IKN mulai dibangun, Jokowi dan para menterinya giat "menjual" prospek IKN kepada perusahaan nasional maupun internasional. Beberapa perusahaan yang sudah berkomitmen untuk berinvestasi adalah Agung Sedayu, Salim Group, Sinarmas, Adaro, Djarum, dan Wings.
Meski Jokowi mengklaim investasi dari Dubai dengan jumlah yang besar akan masuk pada bulan Juli nanti, tapi jumlah anggaran yang fantastis dan target investasi yang ambisius masih menyisakan kekhawatiran.
Meminggirkan Masyarakat Lokal
Selain masalah pada realisasi pembangunan, proses pembebasan lahan untuk IKN juga diselimuti kontroversi. Meski mengusung konsep "keberlanjutan" dan "inklusivitas", tapi pembangunan IKN justru membuat nasib masyarakat lokal yang telah tinggal di sana secara turun temurun menjadi tidak menentu.
Satu per satu warga yang tinggal di Penajam Paser Utara digusur dengan ganti rugi yang tidak seberapa. Syarariyah, salah satu warga yang keluarganya sudah turun temurun tinggal di situ, awalnya menyambut rencana pemindahan ibu kota. Namun Syarariyah menjadi khawatir dengan nasibnya, setelah beberapa tetangga pindah secara tiba-tiba. Pasalnya, proses ganti rugi ditawarkan satu per satu, sehingga para warga sulit untuk menggabungkan suara demi mempertahankan tempat tinggal mereka.
Beberapa dari mereka pun terpaksa membeli tanah di lokasi yang jauh dari IKN. "Sedih lah, dijauhkan dari keluarga kita yang tadinya dekat bisa ngumpul, bisa tahu kabar, dan lagi orang tua juga jauh. Sedikit-sedikit masyarakat di sini sudah tersingkir dengan IKN ini," ujar Syarariyah dikutip dari BBC.
Pembangunan IKN juga mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat. Darmawi, salah satu tokoh masyarakat di sana, terkejut ketika melihat adanya plang-plang "Lahan Mabes Polri" di wilayah adat Maridan yang terletak di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara.
Menurut Darmawi, wilayah adat Maridan memiliki sejarah yang panjang bagi komunitas di Penajam Paser Utara, apalagi di situ terdapat makam-makam tua dan situs ritual adat. "Wilayah adat semakin menyempit di sini, plang terpampang di mana-mana dari proyek pembangunan IKN. Sebentar lagi kami tergusur," kata Darmawi dikutip dari Aman.
Dengan tersingkirkannya masyarakat setempat dari pembangunan IKN, tentu muncul pertanyaan, sejauh mana pemerintah menaruh nilai pada jargon "keberlanjutan" dan "inklusivitas" yang selama ini digunakan untuk mempromosikan IKN kepada dunia? Dengan adanya berbagai persoalan ini, wajar saja pengunduran diri Kepala Otorita IKN beserta wakilnya menimbulkan rasa waswas. Sebab, masyarakat juga punya andil dalam menentukan masa depan mereka.
(ANL/alm)