Kereta Rel Listrik (KRL) jurusan Tanah Abang-Rangkasbitung sempat berhenti beroperasi selama kurang lebih 1 jam pada Selasa (30/1) malam. Lebih parahnya gangguan itu berlangsung di jam padat pulang kantor dan sehabis hujan. Tak terbayangkan betapa sumpek dan panasnya orang-orang mengantre juga menunggu kereta kembali normal.
Bahkan tim CXO Media yang berdomisili di Tangerang Selatan pun harus rela merogoh kantong yang agak dalam agar tidak terjebak di tengah huru-hara tersebut. Meskipun KRL sudah langganan terjadi gangguan di musim hujan seperti sekarang ini, tetapi kali ini bukan disebabkan oleh pihak Kereta Commuter Indonesia (KCI) melainkan karena ada orang yang membuang sampah sembarangan.
Ya, berhentinya KRL Tanah Abang-Rangkasbitung disebabkan oleh seseorang yang membuang sebuah spring bed-kasur berkawat-di tengah rel kereta. Akibatnya kawat kasur tersangkut di bawah kereta dan membuatnya berhenti. Pihak stasiun pun berupaya untuk melepaskan kawat tersebut.
"Imbas benda asing berupa kawat spring bed (kasur) menyangkut di bawah rangkaian kereta sehingga perjalanan Commuter Line no. 1772 belum bisa melanjutkan perjalanan," kata Representatif External Relation & Corporate Image Care KAI Commuter, Leza Arlan, seperti dikutip CNN Indonesia.
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, bahwa setiap orang dilarang berada di ruang manfaat jalur kereta api, menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur kereta api, ataupun menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain selain angkutan kereta api.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2007, pelanggaran tersebut dikenakan denda sebesar Rp15 juta. Hingga hari ini, belum ada satu orang pun yang menjadi tersangka dari ulah tidak bertanggung jawab tersebut. Tetapi satu hal yang pasti, bahwa kebiasaan orang Indonesia membuang sampah sembarangan tidak akan pernah hilang. Apa penyebabnya?
Kebiasaan yang (sayangnya) turun-temurun
Sejak kecil, kita sudah diajarkan dan selalu diingatkan oleh orang tua, guru, dan masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan. Walaupun nilai luhur itu diamini, namun tidak pernah dipraktikkan dengan betul di kehidupan nyata. Bukti nyata untuk memberantas kebiasaan ini adalah munculnya kelompok-kelompok anak muda yang aktif melakukan gerakan bersih-bersih seperti Pandawara Group.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, mayoritas atau sebanyak 70,50 persen desa atau kelurahan di Indonesia membuang sampah ke dalam lubang atau dibakar. Hanya 19,40 persen atau kelurahan yang sebagian besar keluarga membuang sampah di tempat sampah. Lalu, sebanyak 5,82 persen desa atau kelurahan yang membuang sampah ke saluran irigasi, danau, dan laut. Kemudian, 3,90 persen desa atau kelurahan membuang sampah sebagian besar ke tempat lainnya, dan 0,38 persen desa atau kelurahan membuang sampah ke drainase.
Angka ini pun menyadarkan kita bahwa minimnya kepedulian orang-orang Indonesia membuang sampah pada tempatnya dan peduli terhadap lingkungan hidup. Indonesia pun telah tertinggal dari negara-negara Asia lainnya yang telah tertib membuang sampah-misalnya Jepang, yang sudah membuat aturan soal pemilahan sampah. Rasa-rasanya untuk mencapai tingkat itu, Indonesia masih jauh dari kata mampu. Apa alasannya?
Menurut sosiolog Drajat Tri Kartono seperti dikutip Environment Indonesia, kebiasaan buang sampah ini tumbuh karena kurangnya rasa tanggung jawab dan menganggap sampah tidak ada gunanya lagi. Lalu, masih banyak masyarakat yang berpikir jika urusan sampah itu menjadi tanggung jawab tukang sampah, bukan pada masing-masing orang.
Tak heran, sampah seperti kasur pun bisa dibuang di tengah rel kereta listrik yang aktif. Bukan cuma itu, kebiasaan lainnya seperti membakar sampah, mengubur sampah anorganik ke dalam tanah, membuang sampah ke sungai, dan sampah yang tidak dipilah, menjadi hal turun-temurun yang praktiknya masih dilakukan sampai hari ini.
Tidak sedikit juga kebiasaan buruk orang Indonesia ini menjadi sorotan orang-orang luar negeri ketika mereka berkunjung ke luar negeri. Misalnya seperti kebiasaan tidak membuang sampah bekas makan ke tempatnya, atau salah memasukkan jenis sampah ke dalam tempat sampah. Ironi yang tidak bisa dimungkiri dan sedikit memalukan memang.
Upaya-upaya pemerintah
Kritik keras ke masyarakat yang tidak tertib buang sampah sering dilontarkan di berbagai media massa. Namun kebiasaan ini tak menimbulkan efek jera juga karena kurang tegasnya penerapan hukum soal membuang sampah sembarangan. Undang-undang dan hukum yang mengatur soal membuang sampah ini sudah sangat jelas, tetapi keseriusan untuk menindaknya tidak pernah terealisasi.
Pemerintah pun selalu mengusahakan agar setiap daerah di Indonesia mulai peduli terhadap lingkungannya. Misalnya di tahun 2018 lalu, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menargetkan Indonesia Bersih Sampah 2025 melalui pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sampah sebesar 70 persen pada tahun 2025. Semua ini tidak akan berhasil tanpa komitmen pemerintah daerah dalam pengelolaan persampahan dan inisiatif masyarakat yang peduli lingkungan.
"Pemerintah daerah harus menyusun Dokumen JAKSTRADA (Kebijakan Strategi Daerah) sebagai dokumen yang menggambarkan target capaian dan upaya pengelolaan sampah secara kuantitatif yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam program pengelolaan sampah secara terintegrasi mulai dari sumber sampai ke tempat pemrosesan akhir (TPA) dan dilaksanakan oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah," kata Dirjen PSLB3 Rosa Vivien Ratnawati, seperti dikutip dari laman KLHK.
JAKSTRADA sendiri merupakan amanat Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (JAKSTRANAS) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, yang baru ditetapkan pada tanggal 23 Oktober 2017. Aturan ini merupakan terobosan baru dalam pengelolaan sampah nasional yang melibatkan 32 kementerian/lembaga terkait, dunia usaha, asosiasi, dan komunitas terlibat dalam pengelolaan sampah nasional.
Untuk mendukung penyelenggaraan JAKSTRADA, KLHK telah menetapkan PermenLHK nomor P.10/Menlhk/Setjen/PLB.0/4/2018 pada tanggal 21 April 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Pedoman ini akan memberikan arahan kepada seluruh daerah, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota dalam menyusun JAKSTRADA.
Satu tahun menjelang target JAKSTRADA tersebut, menurut pantauan CXO Media di berbagai sumber, hanya beberapa provinsi di Indonesia saja yang terlihat sudah menerapkannya. Penerapan JAKSTRADA terbaru ada di Papua Tengah yang diresmikan pada Juni 2023 lalu. Lalu, bagaimana yang lain? Tidak banyak pemberitaan mengenai regulasi yang diturunkan oleh pemerintah ini.
Padahal pada praktiknya, sampah adalah isu lingkungan yang sampai saat ini belum terselesaikan dari masa ke masa pemerintahan. Bahkan di debat cawapres sebelumnya yang mengambil tema "pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa", sampah tidak menjadi topik utama yang menjadi sasaran bahkan cuma asal sebut. Jadi, akankah cita-cita Indonesia menjadi negara zero waste akan terwujud dalam waktu dekat ini? Kita pun belum tahu jawabannya.
(DIR/alm)