Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, kampanye semakin gencar dilakukan oleh banyak pihak seperti calon presiden-wakil presiden dan calon legislatif untuk menarik suara pemilih. Media digital menjadi salah satu medium favorit yang kerap digunakan untuk ajang promosi.
Dalam tahapan kampanye biasanya melibatkan proses pengumpulan, penyimpanan, dan analisis data pribadi para pemilih. Partai politik menggunakannya untuk membuat profil pemilih dan acuan untuk menentukan strategi kampanye seperti apa yang cocok untuk mendongkrak elektabilitas. Namun di sisi lain, hal ini justru berpotensi mendorong eksploitasi hingga penyalahgunaan data.
Ya, tidak bisa dimungkiri kalau efek digitalisasi membuat kita semakin sulit menjaga privasi. Padahal perlindungan privasi pemilih penting untuk dijaga demi kualitas demokrasi yang baik. Selain itu, privasi juga termasuk dalam kategori hak dasar karena mendasari hak-hak lainnya seperti kebebasan berpendapat, berekspresi dan berserikat.
Masifnya teknologi digital membuat perlindungan privasi semakin sulit ditegakkan. Fenomena ini disebut sebagai surveillance capitalism, di mana teknologi "pintar" mengumpulkan data dari pengalaman personal manusia-baik melalui online browsing, aktivitas sosial media, segala pergerakan dan perpindahan lokasi, percakapan dunia maya, dan sekarang juga termasuk ekspresi wajah, suara, teks, serta gambar yang diterjemahkan sebagai data perilaku.
Data ini bukan hanya digunakan sebagai peningkatan kualitas produk dan layanan, tapi juga bisa memprediksi perilaku kita. Bukan tidak mungkin kalau data-data kita bisa dipergunakan untuk membuat diri "tiruan". Inilah yang menjadi berbahaya, sebab data-data ini rentan disalahgunakan dan bisa saja dijadikan medium cybercrime.
Menjadi Cerminan Demokrasi
Perlindungan privasi ini bukan hanya kepentingan individu saja tapi juga menjaga iklim demokrasi negeri ini agar tetap kondusif. Kualitas demokrasi suatu negara ditentukan oleh kompetensi demokrasi, yaitu adanya kompetisi dan partisipasi masyarakat untuk memunculkan gagasan, argumen, dan diskursus.
Untuk memunculkan gagasan dan diskursus yang berkualitas juga heterogen, penting untuk memastikan kalau masyarakat bisa menyampaikan pendapatnya secara otonom, independen, dan percaya diri. Peran privasi sangat dibutuhkan saat ini.
Jaminan perlindungan atas privasi memungkinkan individu untuk berpikir dan mengekspresikan diri lebih terbuka dan kreatif tanpa perlu khawatir akan diamati, diintimidasi, atau didiskriminasi oleh pihak-pihak tertentu. Jadi kompetensi demokrasi tidak akan terbentuk di tengah masyarakat yang tidak punya perlindungan atas privasi.
Tidak adanya perlindungan privasi juga menyebabkan ide-ide yang muncul dari individu tidak dinilai berdasarkan substansinya, melainkan berdasarkan atribut si pemberi gagasan yang rentan diskriminasi dan persekusi.
Butuh Upaya Lebih
Kalau dikatakan privasi adalah tanggung jawab pribadi tidak sepenuhnya salah, namun di era digitalisasi seperti sekarang ini dan setertutup apapun kita di dunia nyata, dunia maya sulit untuk menutupinya. Apalagi hampir semua orang di seluruh dunia telah terikat di media sosial.
Pada dasarnya privasi adalah barang publik yang bersifat agregat, yaitu barang yang pemenuhannya bergantung kepada upaya kolektif dan berkelanjutan dari semua pihak. Intinya privasi kita baru bisa terlindungi kalau orang-orang di sekitar kita ikut menjaganya.
Peran pemerintah sebenarnya sangat penting dalam hal ini, sebab pemerintah berperan sebagai data controller atau entitas yang mengumpulkan data pribadi masyarakat, termasuk saat proses pemilu berlangsung. Menjelang pemilu seperti sekarang ini yang mestinya banyak berperan adalah partai politik dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Bergesernya kebiasaan kampanye dari yang offline ke online membuat partai-partai politik seharusnya lebih transparan ketika ditanya mengenai praktik pengumpulan data, bagaimana data digunakan, dan bagaimana profil tersebut digunakan untuk menargetkan iklan politik kepada pemilih menjadi krusial. Ini penting dilakukan agar cara kerja kampanye politik lebih sehat dan tidak adanya penyalahgunaan data pribadi yang dilakukan.
Sementara KPU sebagai lembaga penyelenggaraan pemilu sudah mengeluarkan beberapa regulasi salah satunya melalui Peraturan KPU No. 6 Tahun 2021 tentang Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan di mana data pribadi peserta pemilu secara eksplisit disebut sebagai data pemilih. Data pemilih ini harus disimpan, dirawat, dan dijaga kebenarannya serta dilindungi kerahasiaannya dalam sebuah big data.
Dalam sebuah studi berjudul Perlindungan Data Pribadi dalam Penyelenggaraan Pemilu: Tantangan dan Tawaran yang ditulis oleh Muhammad Alfian Kusnaldi, Nadira Fadila Syani, dan Yukiatiqa Afifa dari Universitas Andala, menjelaskan perlindungan data pribadi pemilih dalam penyelenggaraan pemilu dilaksanakan melalui beberapa tahapan seperti:
1. Penyimpanan data pemilih dengan menjaga kerahasiaan data pribadi
2. Pengawasan terhadap pengolahan dan pengelolaan data pribadi
3. Pencegahan penggunaan akses tidak sah terhadap data pribadi menggunakan sistem keamanan berbasis elektronik.
Dalam upaya konkrit dalam melindungi data pribadi ini, setiap pejabat, petugas, dan/atau operator KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dilarang untuk memerintahkan, memfasilitasi, melakukan manipulasi, dan menyebarluaskan data pemilih maupun elemen data pemilih. Larangan ini tidak hanya berlaku bagi KPU, namun setiap orang dilarang menyebarluaskan data pribadi yang merupakan data pemilih.
Bila data ini tersebar, kita sebagai pemilik data tersebut dapat mengajukan laporan dengan Undang-Undang No. 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di mana dalam pasal tersebut dijelaskan tindak pidana yang akan didapatkan oleh penyebar data pribadi. Bukan hanya pidana, pelaku juga bisa dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian.
Sebagai pemilih aktif saat Pemilu 2024 nanti, kita sebagai anak muda memang harus lebih aware dengan hak-hak kita terutama privasi. Privasi adalah hak kita sebagai individu dan warga negara, jangan sampai data-data pribadi kita tersebar oleh orang atau pihak yang tidak bertanggung jawab.
(DIR/tim)