Komunisme di Indonesia menjadi sebuah sejarah kelam yang sulit terlupakan hingga hari ini. Bahkan apapun yang berhubungan dengan komunisme, mulai dari pergerakan, paham-pahamnya, sampai simbolnya yang berbentuk palu dan arit sangat dilarang dan sangat tabu dibicarakan.
Intinya siapapun yang mengenakan atribut atau simbol-simbol yang mirip dengan komunisme akan dicap sebagai kriminal kelas berat. Meski begitu, bukan berarti kita harus menutup mata dengan sejarah komunisme ini. Salah satunya, pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa harus palu dan arit yang menjadi lambang komunisme?
Makna di Balik Simbol yang Paling Terlarang
Sebelum diadaptasi oleh komunisme, awalnya ini hanyalah gerakan rakyat melawan pemerintah otokratis selama Revolusi Prancis yang ditandai dengan bendera polos berwarna merah. Spanduk merah ini menjadi awal pergerakan dan protes sosialis di seluruh Eropa pada abad ke-19.
Namun setela kemenangan kekuatan Marxis-Leninis di Rusia, bendera ini lebih kuat kaitannya dengan gerakan komunisme dan partai-partai sosial-demokrasi dengan ditambahkan lambang palu dan arit. Simbol tersebut secara bertahap diadopsi setelah Revolusi Rusia sejak demonstrasi oleh Tentara Merah dan kemudian diadopsi sebagai simbol resmi Uni Soviet pada 1922.
Palu melambangkan pekerja industri dan arit atau sabit melambangkan kaum tani. Paham komunisme pada saat itu menganggap bahwa kelas penguasa berasal dari buruh dan tani. Sebagai simbol, pemilihan palu dan arit ini adalah pilihan cerdas-mudah diingat dan mudah dicoret-coret di dinding sebagai gerakan pemberontakan pada pemerintah saat itu.
Partai-partai komunis mulai dari Maerdy, Moldova, hingga Kerala semuanya menggunakan palu arit, seolah-olah menyatakan kepatuhan mereka pada sebuah keyakinan yang bertujuan untuk menghapuskan sistem sebuah negara kala itu tidak adil kepada pekerja. Filsuf Rusia, Alexei Losev mengatakan simbol tersebut menggerakan massa dan bukan sekadar simbol tetapi merupakan prinsip konstruktif-teknis untuk tindakan dan kemauan manusia.
Ketakutan akan Palu-Arit yang Menghantui
Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) sepertinya akan selalu jadi momok menakutkan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Ketakutan akan muncul lagi paham komunisme lewat partai selalu menghantui bak bom waktu yang siap meledak kapan saja. Adapun alasan yang paling banyak diakui adalah simbol tersebut merupakan anti-agama dan simbol kejahatan kelas berat.
Padahal dalam sejarahnya, simbol ini dibuat oleh seniman Rusia Yvgeny Kamzolkin yang merupakan seorang religius. Bahkan niatannya membuat simbol itu bukan untuk antipati terhadap agama tertentu, namun sebagai tanda perjuangan. PKI ataupun apapun itu yang berhubungan dengan komunisme sebenarnya sudah tidak ada lagi, tetapi entah mengapa ketakutan itu masih ada hingga hari ini.
Sejarawan Andi Achdian mengatakan ketakutan soal palu-arit seperti sebagai sebuah kekhawatiran yang tidak perlu, tetapi dibuat perlu. Ia menilai peluang munculnya gerakan komunisme selalu ada, tetapi Indonesia sepertinya tak lagi bergerak ke arah itu.
"Itu yang saya kira ketinggalan zaman, apa yang muncul di Indonesia dengan palu aritnya. Orang sudah berpikir dengan dunia global. Gerakan sudah bergerak jauh di luar imajinasi negara sendiri untuk melihat sumber ancaman," ujarnya seperti dikutip BBC Indonesia.
Meskipun kini simbol ini begitu terlarang di Indonesia, namun orang-orang yang masih percaya dengan ideologi tersebut punya pemikiran tersendiri. Palu-arit masih mewakili kebaikan sosialisme dan upayanya untuk mengentaskan kemiskinan bukan sebagai gerakan kejahatan seperti yang dipercaya beberapa negara. Secara hukum, mempelajari komunisme diperbolehkan dalam konteks pendidikan, tetapi dilarang jika itu sudah masuk ke ranah penyebaran paham di lingkungan masyarakat.
(DIR/tim)