Awal pekan kedua bulan Juni 2023 di Indonesia dibuka dengan kabar menghebohkan soal wacana 'Diresmikannya Seks sebagai Olahraga di Swedia'. Narasi yang mengalir deras di kanal-kanal media tanah air ini juga disusul satu terobosan lain yang menambah gatal di kepala. Yakni, tentang 'penyelenggaraan kompetisi seks pertama di Eropa', yang juga diadakan di negara Skandinavia tersebut.
Tentu, kabar ini menghantam bak bom atom di sela-sela aktivitas warganet negeri +62, yang langsung memusatkan perhatian. Alasannya pun tampak jelas, sebab isu ini mengandung unsur "pemersatu bangsa" termutakhir, alias berkutat soal seks, atau sebagaimana disebut beberapa media digital: hubungan suami-istri.
Jika hendak dipahami lebih lanjut, perihal 'seks yang diresmikan sebagai olahraga dan diperlombakan di Swedia' ini memang punya potensi untuk viral. Sebab, selain seks sendiri masih tabu diperbincangkan masyarakat kita, ide tak umum mengenai seks yang datang dari negara maju seperti Swedia, terkesan cukup untuk memantik akal-akalan netizen open-minded, yang selama ini berkutat di pusara birahi semata.
Lantas jika ditelusuri lebih jauh lagi, pertanggungjawaban wacana liar yang menggemparkan ini bisa diarahkan kepada para penggiat media, yang memfabrikasi kabar burung ini secara berjamaah. Hal ini bahkan dapat dilihat dari lapisan teratas mesin telusur Google, yang langsung menaikkan serombongan berita senada dari media dalam negeri, saat keyword "Swedia resmikan seks sebagai olahraga" dijadikan pencarian.
Tidak selesai di situ, isu ini terus berkembang riuh di jagad maya tanah air, lantaran sejumlah "media" berbasis akun Instagram atau Twitter, ikut mereproduksi kabar tersebut ke dalam konten mereka, hingga menciptakan satu topik bahasan popular. Namun demikian, sebelum terlalu jauh mengartikulasikan isu 'peresmian seks sebagai olahraga yang akan dipertandingkan di Swedia', terdapat satu pemahaman mendasar yang tampak luput, lantaran besarnya sensasi dari berita itu sendiri. Jadi, apakah berita ini benar adanya?
Swedia Resmikan Seks Sebagai Olahraga?
Terhitung semenjak hari Senin (5/6/2023) siang, sejumlah media digital arus utama di Indonesia seperti, Kumparan, tempo, Liputan6, detikhealth, dan lain sebagainya, tampak kompak mengabarkan peresmian aktivitas seks sebagai olahraga di Swedia.
Pusara Misinformasi pada Pemberitaan ‘Peresmian Seks sebagai Olahraga di Swedia’/ Foto: Istimewa |
Setali tiga uang, topik yang mengundang banyak impresi ini juga diternakkan oleh beberapa "media" berbasis Instagram dengan jumlah pengikut yang masif. Sebut saja, USS Feeds, Folkative, Unikinfo_id, atau akun berpengaruh di Twitter sosmedkeras, yang seakan tidak mau ketinggalan mewartakan ulang terobosan seks ke ranah olahraga yang seharusnya tidak lazim.
Kompilasi Pemberitaan yang Terjadi dengan Cepat/ Foto: Istimewa |
Pada tahap ini, kesigapan para pemain media tidak bisa disalahkan. Sebab secara aktualitas, wacana bernada progresif ini memang layak untuk dijadikan sorotan besar. Namun sayangnya, dalam dunia pemberitaan, aktualitas hanya menjadi salah satu nomor penting, karena materi yang beredar di media juga memerlukan unsur faktualitas, sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Jurnalistik.
Oleh karena itu, sebab faktor aktualitas media arus utama-terutama media di platform medsos-tidak perlu diragukan lagi kecepatannya, maka narasi 'peresmian seks sebagai olahraga yang akan dipertanding se-Eropa di Swedia', perlu diselidiki dari segi faktualitas, alias menguji sisi kebenaran yang berada di badan berita tersebut.
Dalam hal ini, CXO Media sendiri bukan sedang menggugat kredibilitas media-media lokal yang aktif mengedarkan berita dari berbagai belahan dunia. Hanya saja, keshahihan kabar menghebohkan ini perlu ditengok kembali, mengingat belum ada satu federasi olahraga mana pun di dunia yang mengklasifikasikan seks sebagai olahraga.
Kalau memang seperti itu adanya, lantas dari mana narasi 'peresmian seks sebagai olahraga yang akan dipertanding di Swedia' yang ramai dibahas media lokal mulai berkembang?
Kabar dari Swedia asal India dan Pernyataan Pemilik Klub Striptis
Menurut pantauan kami, kehebohan berita soal 'Diresmikannya Seks sebagai Cabang Olahraga di Swedia' ini pertama kali dimuat di Indonesia oleh SindoNews dengan judul "Mengejutkan Dunia, Swedia Deklarasikan Seks sebagai Olahraga", pada hari Minggu, 4 Juni 2023, pukul 10:17 WIB.
Dalam artikel tersebut, dituliskan bahwa, "Kejuaraan Seks Eropa akan dimulai pada 8 Juni dan berlangsung selama enam minggu dengan peserta yang melakukan aktivitas seksual dari 45 menit hingga 1 jam setiap hari, tergantung pada durasi pertandingan mereka," dengan melansir Live Mint, salah satu media bisnis asal India, yang juga dijadikan rujukan oleh detikcom, pada artikel berjudul "Pertama di Dunia! Swedia Akui Seks Sebagai Olahraga, Ada Kompetisi Resminya".
Entah sedang janjian atau tidak mau tertinggal, Kumparan menulis "Swedia Jadi Negara Pertama di Dunia yang Akui Berhubungan Seks sebagai Olahraga"; tempo memuat "Pertama di Dunia, Swedia Akui Seks Sebagai Olahraga dan Gelar Kompetisi Resmi", di mana keduanya sama-sama merujuk Times of India.
Setelahnya, formulasi serupa pada topik bahasan yang sama itu turut dipakai secara berulang-ulang, oleh sederet portal media daring-berbasis web maupun media sosial Instagram . Unikinfo_id sendiri mengutip topik senada lewat OJBsport.com, sedangkan Folkative dan USSFeeds tidak mencantumkan tertentu sumber pada unggahannya.
Sementara itu, ketika ditelaah lebih dalam, baik media-media daring lokal maupun media asal India seperti Live Mint, Times of India, sampai OJBSports, konfirmasi langsung dari pihak yang bersangkutan, dalam hal ini Konfederasi Olahraga Nasional Swedia, RF, nyaris tidak dapat ditemukan.
Di sisi lain, kandungan misinformasi lada topik perlahan menjadi lebih tegas, karena beberapa media menambahkan detil keterangan: waktu pelaksanaan lomba, format kompetisi kategori lomba, indikator penilaian, hingga wawasan soal "Kama Sutra" yang akan menjadi nilai plus bagi peserta, sebagai informasi tambahan kendati sumbernya tidak dapat dipastikan.
Sejauh yang kami dapatkan, sumber utama yang dicantumkan oleh para pemain media tentang 'Diresmikannya Seks sebagai Cabang Olahraga di Swedia' ini merujuk pada statement seseorang bernama Dragan Bratic, ketua Swedish Sex Federation, yang mengklaim bahwa aktivitas seks merupakan cabang olahraga.
Sebagai latar, Bratic sendiri merupakan seorang pengusaha klub striptis di kota Jönköping, Swedia, dengan track record kasus penipuan keuangan pada 2019 silam. "We [Swedish Sex Federation] are registered, have an organization number and it is perfectly okay to train and compete in six, then it is a sport like any other," katanya kepada P4 Jönköping.
Swedia Tidak Pernah Meresmikan Seks sebagai Olahraga
Fenomena progresi seks dari kampung halaman Zlatan Ibrahimovic ini sudah terlanjur bergulir di kalangan netizen tanah air, menyusul yang terjadi di India. Namun demikian, kecacatan kabar ini justru menjadi lebih terang, ketika narasi yang sama tidak benar-benar dibahas kantor-kantor media Swedia.
Sebaliknya, kasus ini justru dibahas oleh jurnalis Swedia, Felix Tornberg dalam artikel berjudul "The Swedish Sex Federation is nobbed by the National Sports Federation" yang dipublikasikan 26 April lalu di situs Göteborgs-Posten. Laman tersebut dikelola oleh kantor berita asal kota Gothenburg, Swedia, yang diklaim sebagai tempat diadakannya Kompetisi Seks Eropa.
Lucunya, artikel Torberg tidak sama sekali membahas peresmian seks di negaranya, apalagi informasi lomba se-Uni Eropa dengan detil, namun menyebutkan kalau Konfederasi Olahraga Nasional Swedia menolak proposal Swedish Sex Federation bentukan Bratic, yang ingin mengklasifikasikan aktivitas seks sebagai olahraga yang diakui di Swedia.
Di samping itu, ternyata pangkal masalah ini berawal pada bulan Januari lalu, di mana Dragic berdialog dengan ketua Konfederasi Olahraga Nasional Swedia, Björn Eriksson, di kanal P4 Sveriges Radio dan argumen Dragic ditolak mentah-mentah. "It's pure effect search. It will not meet our requirements and I can inform you that this application will be rejected. We have other things to do," kata Eriksson.
Misinformasi isu 'Swedia meresmikan seks sebagai olahraga'
Dari paparan-paparan informasi yang telah dituliskan di atas, maka pemberitaan mengenai 'peresmian seks sebagai olahraga di Swedia dan akan diperlombakan se-Uni Eropa' dapat dikatakan mengandung misinformasi yang mengakar, dan terdiri atas beberapa alasan.
Sebab pertama, Swedia sebagai negara tidak pernah mengatakan aktivitas seks sebagai olahraga. Terbukti dari penolakan proposal Swedish Sex Federation oleh RF. Sebab kedua, detil mengenai perlombaan yang diagendakan memiliki kerancuan sumber yang mengecer dan tidak jelas.
Sebab ketiga, sekalipun ada perlombaan seks se-Uni Eropa, maka penyelenggaraannya berada di luar kuasa RF, melainkan diorganisir oleh sebuah web pornografi-yang legalitasnya perlu dipertanyakan ulang-dan tampak minim kredibilitas, karena menurut pantauan terakhir kami, event ini didalangi oleh sebuah akun porno di twitter, yang terafiliasi dengan sebuah website pornografi.
Di luar itu semua, informasi-informasi liar mengenai "Swedia yang meresmikan seks sebagai olahraga" hingga "detil kompetisi seks se-Eropa" bahkan telah dikoreksi oleh beberapa sumber asal India, yang ironisnya menjadi rujukan utama bagi media-media asal Indonesia. Hal ini juga didukung pernyataan situs newschecker.in, yang mengungkap klarifikasi Anna Setzman, selaku Head of Communication and Press di Konfederasi Olahraga Swedia.
"The Swedish Sports Confederation has drawn attention to the fact that in some parts of the international media, news is currently being spread that a sex federation has become a member of The Swedish Sports Confederation. It is false information with the aim of smearing Swedish sports and Sweden. There is no Sex Federation that is a member of the Swedish Sports Confederation. All this information is false," jelas Anna Setzman.
Media Tidak Harus Cepat, Tapi Harus Sesuai Fakta
Alhasil, ketimbang meyakini narasi-narasi 'peresmian seks sebagai olahraga di Swedia dan akan diperlombakan se-Uni Eropa sebagai satu kebenaran, sepatutnya membuat netizen yang budiman lebih bersikap waspada dengan kabar yang menghebohkan.
Alih-alih melanggengkan dan asal percaya terhadap kesesatan yang terkandung di dalam sebuah berita, netizen justru dapat bersikap lebih cermat saat mencerna informasi, dengan tidak berhenti di judul berita, tidak "tergocek" sumber-sumber sesat, dan cermat melihat subjektivitas suatu publikasi media.
Hal ini kian bernilai penting, karena pola serupa juga bisa terulang pada isu-isu yang esensial, dan tidak berhenti pada isu sensasional seperti wacana peresmian seks dari negara nun jauh di utara Eropa.
Karena itu pula, sudut keberimbangan hingga verifikasi pada suatu berita, baik yang terkandung pada badan berita ataupun dari pihak luar, wajib dijadikan penunjang saat hendak mengkonsumsi teks media. Paling minim, kita bisa melakukan fact-checking secara mandiri, atau memanfaatkan situs fact-check gratis yang tersedia secara daring.
Di sisi lain, para penggiat media juga patut menjadi pihak pertama yang berbenah. Sebab pada praktiknya, pengutipan sumber berita secara sembrono seperti dalam kasus ini merupakan kesalahan fatal, yang harusnya dapat dicegah setiap penggiat media sedini mungkin, sebelum mencoreng nama baik media dan dunia jurnalistik di Indonesia. Paling tidak, media-media lokal yang sudah terlanjur memuat berita rancu ini bisa meniru media asal India yang mereka tiru, dengan mencabut, meralat, atau memperbaiki berita 'Peresmian Seks sebagai Olahraga di Swedia' yang penuh dengan kekeliruan.
(RIA/tim)