Jika bulan Februari dimaknai sebatas perayaan momen Hari Kasih Sayang, maka terasa jamak untuk dikatakan kalau kita tidak memandangnya dengan utuh. Sebab pada minggu ketiga di bulan kedua ini, terdapat satu momen perayaan kemerdekaan memeluk agama/kepercayaan di Indonesia, yang diwakili oleh Hari Istiqlal, yang jatuh tepat pada tanggal 22 Februari ini.
Seperti yang kita ketahui, Masjid Istiqlal merupakan salah satu ikon spiritualitas yang berdiri di jantung Ibu Kota Jakarta. Selain rukun bergandengan bersama Gereja Katedral, kehadiran Masjid yang sarat akan perjalanan sejarah bangsa ini perlu kita maknai lebih dalam, karena kemegahannya—yang telah diakui dunia—tidak sebatas fisik, namun juga rasa dan makna.
Merayakan Hari Jadi Masjid Istiqlal, berikut fakta-fakta menarik tentang masjid yang dinobatkan sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara ini.
Sekilas Sejarah Masjid Istiqlal
Usai memproklamirkan kemerdekaan di tahun 1945, tokoh-tokoh bangsa Indonesia-khususnya para cendekiawan Muslim dan para ulama-mengusulkan wacana: pembangunan Masjid Nasional, sebagai pusat peribadatan umat Islam sekaligus simbol negara di Ibu Kota, Jakarta.
Demi mewujudkan niat tersebut, KH. Wahid Hasyim (Menteri Agama RI pertama) bersama sejumlah tokoh agama seperti, H. Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto dan Ir. Sofwan, serta dibantu sekitar 200 tokoh Islam pimpinan KH. Taufiqorrahman lantas mendirikan yayasan Masjid Istiqlal pada tanggal 7 Desember 1954, dengan menunjuk H. Tjokroaminoto sebagai ketua.
Setelah mendapatkan restu dan dukungan Bung Karno selaku Presiden saat itu, proyek pembangunan Masjid Nasional mulai dirancang sedemikian rupa. Mulai mempertimbangkan falsafah pemilihan nama, strategi pemilihan lokasi, hingga mengumbar sayembara rancang bangun Masjid kepada masyarakat. Nama Istiqlal sendiri akhirnya dicetuskan sebagai titel proyek Masjid Nasional, merujuk pada istilah bahasa Arab, "istiqlal", yang berarti "merdeka", atau bisa dimaknai sebagai bentuk syukur bangsa Indonesia atas kemerdekaan.
Tampak udara Masjid Istiqlal/ Foto: Istimewa |
Sang Presiden menghendaki wilayah Taman Wilhelmina sebagai lokasi masjid karena akan bersandingan dengan Gereja Katedral dan menyimbolkan toleransi, sedangkan RI-2 menganjurkan Masjid Istiqlal dibangun di wilayah Thamrin agar berdekatan dengan lingkungan tinggal masyarakat. Dari sana, inisiasi Bung Karnolah yang kemudian dipilih walaupun memerlukan effort lebih: membongkar Benteng Belanda yang lebih dulu mendiami lokasi yang telah ditentukan.
Sementara itu, sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal dimenangkan oleh Frederich Silaban, seorang arsitek kelahiran Sumatera Utara yang memeluk Kristen Protestan. Uniknya, hal yang sempat dikhawatirkan menimbulkan polemik justru berjalan lancar, karena gaya rancangan Silaban mendapat restu dari Bung Karno. Terlebih lagi, Frederich Silaban sendiri sempat mengutarakan munajat yang luar biasa kepada Tuhan ketika hendak mengikuti sayembara perancangan Masjid Istiqlal.
"Tuhan, kalau di mata-Mu saya salah merancang masjid, maka jatuhkanlah saya, buatlah saya sakit supaya saya gagal. Tapi, jika di mata-Mu saya benar, maka menangkanlah saya," kenang Poltak Silaban, putra ketiga Frederich, seperti dikutip oleh Historia.
Akhirnya, usai perencanaan pembangunan yang memakan waktu bertahun-tahun, Ir.Soekarno sendiri berperan sebagaipemancang tiang pertamaIstiqlal, tepat pada tanggal 24 Agustus 1961, yang merupakan momen peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan disaksikan ribuan masyarakat.
Prasasti Peresmian Masjid Istiqlal/ Foto: Wikimedia Commons/Syusuf2016 |
Bertepatan 17 tahun masa pembangunan, Presiden Soeharto meresmikan Masjid istiqlal, yang didapuk sebagai Masjid terbesar se-Asia Tenggara, per tanggal 22 Februari 1978, lewat pembubuhan tanda tangan di prasasti yang menempel di area pintu As Salam. Momen tersebut lantas dikenali sebagai Hari Istiqlal, sebagaimana yang dirayakan setiap tahun di tanggal yang sama.
Green Mosque Pertama di Dunia
Masjid Istiqlal disebut mampu menampung hingga 200.000 orang jamaah pada kapasitas maksimal. Tentunya, hal ini tidak mengejutkan. Sebab jika kita melirik pada tampilannya yang megah dan gagah, Masjid terbesar Ke-4 di dunia tersebut telah beroperasi sebagai pusat peribadatan umat Muslim di Indonesia, sekaligus menjadi ikon pariwisata religi nasional yang mampu menarik perhatian wisatawan asing.
Tak hanya itu, pada perkembangan terbarunya, MasjidIstiqlal juga telah dinobatkan sebagai "Green Mosque" atau rumah ibadah paling ramah lingkungan pertama di dunia, oleh International Finance Corporation (IFC). Gelar ini diberikan kepadaIstiqlal setelah melalui proses riset komparatif dengan rumah ibadah lain yang tersebar di penjuru dunia.
Masjid Istiqlal dinobatkan sebagai Green Mosque Pertama di Dunia Tahun 2022/ Foto: Istimewa |
Salah satu penguat titel Green Mosque bagi Istiqlal sendiri dilatari oleh sistem sirkulasi air yang efektif dan ramah lingkungan. "[Kawasan] Istiqlal itu penuh dengan pori-pori resapan air, [air resapan] itu nanti disedot lagi untuk menjadi air wudhu. Airnya bersih dan bahkan bisa dipakai untuk mandi," kata Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Nasaruddin Umar, seperti dituliskan Kompas.
Selain itu, Masjid Istiqlal juga telah mengoperasikan solar system—yang berasal dari energi matahari—sebagai pemenuh 38% sumber energi di Masjid.
Penuh Simbol, Sarat Makna
Semenjak pemilihan namanya, Masjid Istiqlal mencoba memenuhi dasar-dasar falsafah yang kuat, khususnya soal manfaat, pada setiap komponen Masjid. Nyatanya, hal ini konsisten diterapkan pada aspek-aspek bangunan lain, seperti rangka baja antikarat berdiameter 45 meter pada bagian kubah utama. Angka 45 sendiri melambangkan tahun kemerdekaan Bangsa Indonesia, 1945.
Tampak dalam Masjid Istiqlal/ Foto: Istimewa |
Pada pola yang serupa, simbol tersebut juga dituangkan pada jumlah pilar-pilar besar yang menopang Masjid, di mana terdapat 12 pilar yang berdiri melingkar. Angka 12 di sini merepresentasikan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada kalender Hijriah: 12 Rabiul Awwal, serta menyimbolkan jumlah bulan dalam satu tahun.
Masjid Istiqlal juga berdiri kokoh di bangunan lima lantai, yang mewakili jumlah rukun Islam, dengan satu lantai dasar yang melandasi satu menara utama. Perihal menara tunggal di Istiqlal, adalah perwujudan keesaan Allah SWT. Menariknya lagi, menara tersebut dilapisi marmer berdiameter 5 meter, atau jumlah waktu solat dalam satu hari; bertinggi 66,66 meter atau 6.666 cm, merepresentasikan jumlah ayat dalam Kitab Suci Al Quran; serta memiliki mahkota berbahan baja setinggi 30 meter alias total 30 juz dalam Al Quran.
Belum selesai di sana, Masjid Istiqlal memiliki total 7 akses keluar-masuk, di mana masing-masing pintu dinamakan sesuai Asmaul Husna (Nama-nama Allah) di antaranya: Al Fattah, As Salam dan Ar Rozzaq (akses pintu utama), lalu ada Al Quddus, Al Malik, Al Ghaffar, dan Ar Rahman (pintu keluar dan alternatif). Pemilihan bilangan tujuh di sini pun tidak lepas dari kungkungan makna, yang menyiratkan tujuh lapis langit dalam kosmologi alam semesta Islam, serta tujuh hari dalam seminggu.
Sebagai pelengkap dan penghias utama, Masjid Istiqlal juga memiliki sebuah bedug berukuran raksasa alias terbesar di Indonesia dengan diameter depan berukuran 2 meter dan 1,7 meter di bagian belakang; memiliki panjang 3 meter; dan berbobot sekitar 2,30 ton. Konon, bedug ini dibuat dari kayu shorea, yang diambil dari pohon meranti merah berusia 300 tahun di hutan Kalimantan Timur.
Pada akhirnya, Masjid Istiqlal tidak bisa dibilang sekadar rumah ibadah bagi umat Islam di Indonesia, namun juga pusat peribadatan Muslim dan ikon wisata religi. Klaim yang paling akhir diutarakan dilatari oleh keterbukaan Masjid Istiqlal bagi wisatawan tanpa memandang latar kepercayaan; kemunculan terowongan toleransi ke arah Katedral dan sebaliknya—yang digadang menjembatani silaturahmi antarumat beragama—hingga ornamen kain Kiswah Ka'bah yang dihadiahkan oleh Raja Salman beberapa waktu lalu.
***
Informasi lebih lengkap mengenai program peribadatan, agenda kegiatan, hingga prosedur wisata di Masjid Istiqlal dapat diakses melalui laman resmi Istiqlal.or.id atau lewat akun Instagram @masjidistiqlal.official.