Elon Musk kembali membuat kegaduhan di jagat Twitter. Terbaru, ia dikritik berbagai pihak karena menangguhkan akun dari para jurnalis, beberapa di antaranya bekerja untuk The New York Times, CNN, dan The Washington Post pada Kamis malam (15/12). Langkah Elon yang gegabah dan kontroversial ini dikritik karena dianggap mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Bagaimana duduk perkaranya?
Sebelum akun para jurnalis di-suspend oleh Elon Musk, mereka membuat cuitan atau menulis artikel mengenai perseteruan Elon dengan sebuah akun Twitter bernama @ElonJet. @ElonJet adalah akun yang mempublikasikan informasi mengenai real-time location jet pribadi Elon Musk, yang semua informasinya diambil dari data publik. Akun ini dibuat pada tahun 2020 oleh seorang mahasiswa bernama Jack Sweeney yang mengaku sebagai fans berat Elon.
Elon sendiri merasa keberatan dengan akun tersebut, karena ia merasa privasinya dibeberkan ke publik. Tahun 2021, Elon menawarkan uang berjumlah $5000 kepada Jack untuk menutup akun tersebut. Namun Jack meminta lebih, ia meminta $50,000, dan begitu permintaannya tidak digubris ia meminta kesempatan magang di salah satu perusahaan Elon. Negosiasi ini akhirnya tidak dilanjutkan oleh Elon, dan akun @ElonJet dibiarkan kehadirannya.
Setelah menjabat sebagai CEO Twitter, Elon Musk akhirnya mengambil langkah dengan membuat kebijakan baru di Twitter, yaitu larangan untuk mempublikasikan informasi real-time location. Namun, imbas dari kebijakan ini melebar ke mana-mana setelah berbagai akun yang mencuit tentang @ElonJet ikut terkena suspend—termasuk para jurnalis yang berkomentar ataupun menulis berita mengenai akun tersebut.
Menurut Elon, semua akun yang di-suspend tersebut telah melakukan doxxing atau penyebaran informasi tanpa persetujuan. Padahal, para jurnalis ini tidak merasa mereka pernah melakukan doxxing terhadap data pribadi Elon, mereka hanya pernah menyebutkan akun @ElonJet dalam cuitan atau artikel mereka.
Setelah dikritik oleh banyak pihak, Elon akhirnya membuat poling di Twitter untuk memutuskan apakah akun para jurnalis yang ditangguhkan harus dipulihkan atau tidak. Sebagian besar pengguna pun menjawab agar akun para jurnalis dipulihkan sesegera mungkin, dan Elon menjawab keinginan mereka.
Meski akun para jurnalis telah dipulihkan, tapi cara Elon menyikapi perkara ini membuat banyak orang semakin kontra dengan kepemimpinan Elon di Twitter. Sebab, banyak yang menilai kejadian ini membuktikan bahwa "free speech" yang dimaksud oleh Elon adalah "free speech" yang menguntungkan dirinya sendiri. Bisa dipastikan, setelah kejadian ini popularitas Elon Musk sebagai CEO Twitter semakin menurun. Sebab, media sosial yang menjadi alat untuk berekspresi tidak seharusnya dikontrol oleh seseorang yang reaksioner dan tidak menghargai kebebasan berpendapat.
(ANL/alm)