Gemerlap piala dunia sepak bola di Qatar tinggal menyisakan 30 hari ke depan. Atau tepatnya, pada tanggal 20 November 2022 mendatang, kick-off perdana dari ajang piala dunia pertama di daratan Timur Tengah ini akan dimulai. Sebagai pentas olahraga 4 tahunan, Piala Dunia Sepak Bola memang selalu dinanti dengan menyedot atensi luar biasa.
Sepanjang sejarah, penonton piala dunia pernah mencapai 3,5 juta orang, pada piala dunia di Amerika Serikat tahun 1994 silam. Belum lagi jangkauan broadcaster yang menyiarkannya ke seantero bumi. Tak heran jika Qatar selaku tuan rumah tahun 2022, rela merogoh kocek hingga $220 juta, demi melengkapi venue pertandingan sepak bola beserta segala fasilitas yang mendukung kenyamanan para penggila bola selama turnamen berlangsung.
Walau demikian, Piala Dunia yang disebut sebagai penyelenggaraan paling mewah sepanjang sejarah persepakbolaan ini justru menyimpan cerita lain di balik megahnya fasilitas FIFA World Cup 2022. Mulai dari dugaan korupsi, berorientasi pada keuntungan finansial semata, menyangkut isu kemanusiaan, serta beberapa kontroversi dan catatan bersejarah lainnya.
Berikut, adalah beberapa sisi lain FIFA WC 2022 di Qatar, yang berhasil dirangkum oleh CXO Media.
Penunjukan Tuan Rumah yang Kontroversial
Qatar menyingkirkan Amerika Serikat, Australia, juga Korea Selatan dan Jepang, dalam bursa pemilihan tuan rumah Piala Dunia pada tahun 2010 lalu. Meski telah ditetapkan dan dipastikan menggelarnya bulan November mendatang, keputusan FIFA menunjuk Qatar justru dinilai kontroversial, karena secara iklim dan ekosistem sepak bola, negara ini dianggap tidak cocok menggelar perhelatan turnamen bola terakbar di bumi.
Permasalahan ini bahkan turut melibatkan mantan Presiden FIFA Sepp Blatter dan mantan Presiden UEFA Michel Platini, yang diduga menerima suap sewaktu proses bidding dilakukan. Selain itu, mengutip Daily Mail, setidaknya terdapat 16 dari 22 pejabat FIFA yang memilih Qatar, yang telah dilarang, dituduh atau didakwa melakukan tindak pidana korupsi.
Sepp Blater dan Michel Platini/ Foto: Shutterstock |
Meski tuduhan korupsi pada pemilihan Qatar tidak terbukti pada persidangan beberapa bulan lalu, intrik kasus korupsi di Qatar tentunya akan menjadi sebuah cerita tersendiri di balik piala dunia pertama yang berlangsung di Timur Tengah tersebut.
Dilarang Ini & Dilarang Itu
Sepak bola adalah ruang yang menyatukan perbedaan dan merepresentasikan kebebasan. Olahraga ini, juga disebut sebagai pemersatu bangsa dengan banyak semangat yang positif di dalamnya. Akan tetapi, pada penyelenggaraan Piala Dunia di Qatar, beberapa hal mesti dilarang oleh otoritas setempat, mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Monarki Absolut tersebut.
Melansir CNBC, ada beberapa hal yang sangat dilarang terjadi di Qatar. Seperti One night stand atau hubungan seks satu malam oleh pasangan bukan suami istri, dengan konsekuensi hukuman penjara hingga 7 tahun. Selain itu, wisatawan Piala Dunia juga dilarang keras mengonsumsi minuman beralkohol di tempat umum, yang dapat dihukum hingga enam bulan penjara-namun alkohol tetap dapat diakses hanya di beberapa hotel dan bar yang memiliki lisensi.
Terakhir, simbol-simbol LGBTQ+ juga dilarang beredar di Qatar, sebagaimana yang tertulis pada perundang-undangan negara Islam tersebut. Kendati selama ini sepak bola selalu bias dengan relasi kuasa dan ideologi-ideologi yang dititipkan, Piala Dunia di Qatar tahun 2022 ini akan menjadi lebih berbeda dari pada yang lain. Meski sedikit berbau kurang menyenangkan, rasanya menghormati aturan yang ada di tanah tuan rumah, layak dipertimbangkan pula. Apalagi pepatah bilang, "di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung," kan?
Boyband BTS sebagai Opening Ceremony Performer
Sepak bola memang kadung dicap sebagai hiburan yang maskulin. Padahal, pada perkembangannya, femininitas juga terus mendapatkan ruang di lapangan hijau. Hal ini juga berarti, 'si kulit bundar' boleh dan bisa dinikmati oleh semua orang dari berbagai kalangan.
Walau demikian, Piala Dunia di Qatar sendiri meninggalkan satu kontroversi lainnya. Yaitu pemilihan supergrup asal Korea Selatan, BTS, yang didapuk sebagai salah satu performer di Qatar. Uniknya, perdebatan soal sisi hiburan World Cup ini terjadi di ruang informal; antara penggila bola dengan fans BTS.
Beberapa pihak menyebut kalau BTS sangat tidak merepresentasikan sepak bola, sementara yang lain meyakini kalau RM, V, Jin, J-Hope, Suga, Jimin, dan Jungkook mampu mengguncang panggung terbesar sepak bola 4 tahunan. Di samping itu, ada pula yang menyebut jika BTS memang tidak merepresentasikan sepak bola dan budaya Timur Tengah, namun menjadi titipan dari salah satu sponsor besar asal Korea Selatan.
Catatan Kelam Pembangunan Piala Dunia Qatar
Demi proyek Piala Dunia 2022, Pemerintah Qatar menyulap fasilitas sepak bola mereka yang seadanya menjadi kelas bintang lima dalam satu dekade ke belakang. Kendati terbilang berhasil, karena wujud nyatanya telah kokoh berdiri, cerita dibalik pembangunan besar-besaran tersebut malah menyisakan noda hitam.
Merujuk laporan The Guardian, sekitar 6,500 pekerja migran asal Asia Selatan yang menjadi tenaga kerja di fasilitas piala dunia Qatar dinyatakan tewas. Angka asli kematian yang tinggi ini bahkan disebut lebih besar, jika dirangkum lebih luas, mencakup tenaga kerja asal Filipina juga Kenya.
Faktor yang menyebabkan tingginya angka kematian di Qatar pun cukup beragam. Mulai dari jam kerja yang tidak pantas, faktor cuaca ekstrem dan pandemi Covid-19 yang berlangsung saat pembangunan berjalan, hingga faktor keselamatan dan kesejahteraan pekerja yang tidak pernah diprioritaskan.
Sementara Piala Dunia Qatar akan segera berlangsung, banyak aktivis kemanusiaan yang mengecam jalannya event ini, karena isu kemanusiaan yang seperti tidak digubris oleh para pemangku kuasa. Belakangan, masyarakat dan broadcaster di Paris dan beberapa kota lain di Perancis, memboikot siaran Piala Dunia di ruang terbuka umum, demi perhatian mereka atas isu kemanusiaan yang terjadi di Qatar.
***
Legenda sepak bola Prancis, Eric Cantona menyebut bahwa dirinya tidak akan menonton Piala Dunia Qatar karena kasus kemanusiaan di sana yang tidak pernah terungkap. Ia juga menyatakan, kalau semua tentang Qatar adalah soal uang, dan negara tersebut bukanlah wilayah yang merepresentasikan Sepak Bola di masa ini-juga di masa datang.
Pada akhirnya, entah bagaimana Piala Dunia di Qatar akan diceritakan oleh sejarah. Di satu sisi, antusiasme penggiat dan penggila sepak bola tidak pernah bisa diredam. Hanya saja, ragam kisah pelik di balik penyelenggaraan Piala Dunia Qatar, akan terus menjadi bayangan kelam yang mampu menodai gegap gempita pesta sepak bola terbesar di dunia.
(RIA/tim)