Pernahkah kalian menilai orang lain dari selera musiknya? Atau merasa lebih superior karena kalian memilih healthy diet? Kalau iya, mungkin secara tidak sadar kalian sedang menjadi elitis. Dari beragam bentuk diskriminasi yang kita temui di masyarakat-rasisme, seksisme, ableism, dan lain-lain, elitisme mungkin adalah yang paling jarang dan paling sulit untuk dibicarakan. Namun, apa yang dimaksud dengan menjadi "elitis"?
Menurut Merriam-Webster, elitist adalah seseorang yang merasa lebih superior dibandingkan orang lain karena status sosial, intelektualitas, dan keterampilan. Pada dasarnya, para elitis adalah sekelompok snob yang merasa diri mereka lebih berkelas hanya karena orang lain memiliki cara pikir atau selera yang berbeda dari mereka. Berbeda dari classism, perilaku elitis tidak melulu soal kelas dan ekonomi. Indikator elitis bisa sangat beragam, mulai dari keahlian berbahasa, makanan, fesyen, hingga selera film atau musik.
Tapi elitisme hampir tidak pernah dibicarakan, apalagi digugat, dalam keseharian. Masyarakat kita mengamini selera, cara hidup, dan keterampilan sebagai sesuatu yang subjektif dan personal. Padahal, semua itu juga dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal; seperti lingkungan, jejaring pertemanan, akses, pendidikan, dan tentu saja, kelas ekonomi.
Contohnya, kalian merasa lebih 'sinefil' karena sudah khatam semua film-filmnya Park Chan-wook. Padahal, belum tentu semua orang bisa punya akses dan pengetahuan untuk menjelajahi sinema Korea. Lalu, bagaimana caranya mengetahui kalau kita sedang menjadi elitis? Berikut adalah beberapa contohnya!
Ilustrasi bahasa Inggris/ Foto: Freepik |
Merasa harus mengoreksi Bahasa Inggris orang lain
Memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik adalah sebuah privilese. Mungkin bahasa Inggris kalian lebih advanced karena kalian menempuh pendidikan di sekolah internasional atau sanggup membayar les bahasa Inggris. Yang jelas, tidak semua orang mampu memiliki keterampilan ini. Kalau kalian suka merasa terganggu dengan orang-orang yang grammar-nya jelek dan merasa harus mengoreksi mereka, mungkin kalian adalah elitis.
Merasa paling oke karena mendengarkan musik obscure
Mungkin ini adalah elitis yang paling sering ditemui di tongkrongan, yaitu orang-orang yang merasa paling berbudaya karena mendengarkan musisi antah berantah yang karyanya tidak diketahui oleh banyak orang. Semakin aneh musiknya dan semakin asing nama musisinya, maka semakin tinggi bragging rights-nya.
Memandang rendah orang yang tidak menggunakan produk Apple
Suka tidak suka, brand Apple telah menjadi simbol dari kemewahan. Apple menempati kasta tertinggi dalam produk teknologi, dan dengan harganya yang mahal, siapapun yang memiliki produk ini bisa meningkatkan status sosialnya. Produk teknologi dari brand lain pun akhirnya dipandang second-grade, dan seorang elitis akan memandang rendah siapapun yang menggunakannya.
Ilustrasi produk Apple/ Foto: Freepik |
Merasa lebih educated karena hanya membaca buku non-fiksi
Ternyata, memiliki kegemaran membaca saja tidak cukup untuk dianggap serius oleh kaum intelektual. Di luar sana, banyak yang merasa lebih superior karena hanya suka membaca buku non-fiksi apalagi kalau Yuval Noah Harari dan Tan Malaka sudah masuk ke dalam daftar bacaan mereka. Bacaan fiksi, apalagi bacaan fiksi berbau romance, kerap kali dipandang sebelah mata. Orang-orang yang membaca buku fiksi pun dipandang kurang "intelek" dan kurang terpelajar.
Mengejek orang lain yang tidak pernah ke luar negeri
Seringkali, orang-orang yang tidak pernah bepergian ke luar negeri merasa minder dibandingkan teman mereka yang sudah bolak-balik ke negara lain. Mereka bisa saja dicap "kurang main" atau "kurang gaul" hanya karena tidak pernah ke luar negeri. Padahal, bepergian ke luar negeri membutuhkan biaya yang tidak sedikit; mulai dari akomodasi, biaya pembuatan paspor, hingga pengajuan visa.
Mungkin secara tidak sadar, masing-masing dari kita pernah menjadi snob. Tentu tidak ada yang salah apabila kita memiliki perbedaan dengan orang lain. Yang menjadi masalah, adalah ketika perbedaan itu membuat kita merasa lebih superior tanpa mau mengakui bahwa perbedaan itu juga disebabkan oleh berbagai aspek. Sudah saatnya kita berhenti menjadi elitis dan menilai orang lain hanya karena mereka berbeda dari kita.
(ANL/DIR)