Arab Saudi sedang membangun sebuah megacity bernama NEOM, yang berlokasi di gurun di provinsi Tabuk. NEOM dicanangkan menjadi kota futuristik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Mega proyek ambisius yang diinisiasi oleh Pangeran Mohammed bin Salman ini memakan biaya hingga USD 500 miliar. Bahkan, kota ini digadang-gadang akan menjadi tuan rumah untuk Asian Winter Games tahun 2029.
Sayangnya, pembangunan NEOM diwarnai dengan sejumlah kontroversi. Masyarakat mancanegara dibuat percaya bahwa NEOM dibangun di atas lahan yang tak berpenghuni. Padahal, lokasi proyek tersebut merupakan tempat tinggal suku Howeitat masyarakat adat yang telah mendiami wilayah tersebut sejak sebelum Arab Saudi berdiri. Setidaknya 20.000 anggota suku Howaitat terancam diusir dari tempat tinggalnya akibat pembangunan NEOM.
Tidak berhenti di situ, pemerintah dan aparat Arab Saudi juga menghukum masyarakat adat yang berani menentang pembangunan NEOM. Menurut organisasi pembela HAM ALQST, 3 orang suku Howeitat dijatuhi hukuman mati pada Minggu (2/10) oleh pengadilan Arab Saudi karena menolak diusir dari tempat tinggal mereka. Sedangkan sebelumnya di bulan September, sejumlah anggota suku Howeitat juga dijatuhi hukuman 50 tahun penjara karena menolak pembangunan NEOM.
Digambarkan sebagai Kota yang Utopis
Kota yang high-tech, eco-friendly, dan dibangun dengan prinsip yang humanis inilah gambaran besar NEOM yang dijual kepada warga dunia. "A blueprint for tomorrow, in which humanity progresses without compromise to the health of the planet," ucap narator dalam video promosi. Dengan wilayah seluas 26,500 kilometer persegi, NEOM akan diisi dengan bandara bertaraf internasional, kereta cepat, dan kota linier yang futuristik.
NEOM dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu Trojena, Oxagon, dan The Line. Berlokasi di pegunungan, Trojena akan menjadi destinasi wisata premium yang dilengkapi dengan hotel dan apartemen mewah. Sementara itu, Oxagon yang berlokasi di pesisir dimaksudkan untuk menjadi pusat industri dan bisnis. Sedangkan The Line akan menjadi pusat hunian yang mengusung konsep vertical living. The Line yang membentang sepanjang 170 kilometer akan dibangun secara linier dan meninggi ke atas, sehingga menjadi kota tanpa jalan raya, tanpa mobil, dan tanpa emisi karbon.
NEOM disebutkan sebagai proyek revolusioner yang menerobos batasan-batasan arsitektur dan tata kota. Proyek ini sendiri melibatkan berbagai ahli dalam bidang energi, lingkungan, perencanaan kota, dan pelestarian alam. NEOM berambisi untuk menjadi kota masa depan yang berkelanjutan dengan penggunaan energi bersih 100 persen. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip berkelanjutan, NEOM akan menjadi kota yang ramah pada bumi dan ramah pada manusia. NEOM terdengar seperti utopia, siapapun ingin tinggal di dalamnya. Tapi, kita tahu bahwa tidak ada utopis yang ada di dunia ini. NEOM yang digadang-gadang menjadi kota berkelanjutan, nyatanya justru dibangun di atas penggusuran dan penderitaan.
Pembangunan dan Penggusuran Paksa
Pembangunan proyek yang mengorbankan rakyat kecil adalah cerita lama yang terus terulang kembali, dan tentu saja tidak hanya terjadi di Arab Saudi. Tak terhitung berapa warga yang sudah tergusur agar tanahnya bisa dibangun pusat perbelanjaan, stadion olahraga, hingga jalan tol. Atas nama pembangunan dan ekonomi, masyarakat marjinal pun dipaksa pergi dari tempat tinggalnya dan menghadapi masa depan yang tak menentu.
Shadli, Ataullah, dan Ibrahim, adalah 3 orang yang divonis mati pada tanggal 2 Oktober oleh pemerintah Arab Saudi. Mereka ditangkap tahun 2020 karena berunjuk rasa menolak penggusuran paksa yang terjadi di tanah adat mereka. Mereka dituduh melakukan "tindakan teror" dan mengganggu stabilitas kerajaan Arab Saudi. Namun, vonis ini tidak diumumkan kepada publik.
Ketika masyarakat adat dihukum mati hanya karena mempertahankan hak hidupnya, Pangeran Mohammed bin Salman duduk di atas singgasananya dengan kekuatan yang absolut. Semenjak dilantik menjadi Perdana Menteri, Putra Mahkota Arab Saudi ini memang memiliki privilese untuk kebal dari hukum dan gugatan. Salah satu contohnya, ia lolos dari gugatan terhadap pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi yang diduga melibatkan campur tangannya.
"Bagi suku Howeitat, NEOM dibangun di atas darah dan tulang belulang kami. Kota ini tidak dibangun untuk kami, orang-orang yang sudah tinggal di sini sejak lama. Kota ini dibangun untuk turis, orang-orang yang ekonominya mapan," ucap Alia Hayel Aboutiyah al-Huwaiti, aktivis sekaligus anggota suku Howeitat, dikutip dari The Guardian.
Kalau semua pembangunan di era modern harus dimulai dengan penindasan dan penggusuran paksa, mungkin sudah waktunya kita memikirkan ulang 'masa depan' seperti apa yang ingin kita wujudkan. Pun 'keberlanjutan' hanya akan menjadi omong kosong kalau sedari awal ia gagal untuk menjadi inklusif. Meski menerima penolakan dari masyarakat adat, pembangunan NEOM tetap berlanjut dan direncanakan akan rampung tahun 2025.
(ANL/tim)