Insight | General Knowledge

Mengulik G30S, Mulai dari Mana?

Jumat, 30 Sep 2022 12:06 WIB
Mengulik G30S, Mulai dari Mana?
Foto: CXO Media
Jakarta -

"Darah itu merah, Jenderal!" Setiap kali tanggal 30 September tiba, kutipan ini pasti berseliweran di linimasa   bersamaan dengan ketakutan terhadap "hantu komunis" yang dikira akan bangkit lagi. Kutipan tersebut berasal dari dialog dalam film Pengkhianatan G30S/PKI karya Arifin C. Noer yang dirilis pada 1984 dan pernah menjadi tontonan wajib di masa Orde Baru. Generasi yang tumbuh di era 1980an mungkin sudah hafal di luar kepala soal peristiwa G30S. Namun bagi generasi yang baru lahir di era reformasi, peristiwa G30S mungkin sudah dianggap kurang relevan   tak lebih dari sekadar peristiwa sejarah yang diajarkan di sekolahan.

G30S kini seakan-akan menjadi kabut tipis, jejaknya menyelimuti keseharian warga Indonesia tapi kehadirannya samar-samar karena tak pernah dibicarakan secara tuntas. Pun film Pengkhianatan G30S/PKI (yang hingga kini masih diputar di beberapa stasiun televisi) masih menyisakan kontroversi, karena banyak yang menilainya sebagai film propaganda tanpa nilai historis. Walhasil, peristiwa G30S    meski sudah sering dibicarakan-masih mewariskan banyak tanda tanya.

Meski demikian, ada banyak penulis, musisi, pembuat film, dan seniman yang mencoba untuk membuka ruang diskusi mengenai topik ini melalui karya-karya mereka. Alih-alih membahas kejahatan PKI, mereka justru mengangkat kekerasan dan trauma yang dialami oleh warga Indonesia pasca peristiwa G30S. Salah satu contohnya adalah film dokumenter Jagal dan Senyap yang berhasil mendapatkan penghargaan. Di samping dua film ini, masih ada banyak karya-karya budaya populer yang bisa menjadi referensi untuk mengulik G30S mulai dari film, buku, hingga musik. Berikut adalah rangkumannya!

.Dokumenter Lagu Untuk Anakku/ Foto: CXO Media

Film Dokumenter Lagu Untuk Anakku

Lagu Untuk Anakku adalah film dokumenter tahun 2022 karya Shalahuddin Siregar yang bercerita tentang paduan suara Dialita. Dibentuk tahun 2011, Dialita merupakan paduan suara beranggotakan para perempuan yang pernah menjadi tahanan politik atau keluarganya pernah menjadi tahanan politik ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) diberantas pasca peristiwa G30S. Bagi anggota Dialita, menciptakan musik dan bernyanyi adalah cara mereka untuk bertahan ketika di penjara. Di film ini, anggota Dialita membagikan kisah mereka kepada musisi muda Junior Soemantri dan Bonita.

.NKKBS/ Foto: CXO Media

Album Melancholic Bitch NKKBS Bagian Pertama

Pada tahun 2017, band rock alternatif asal Yogyakarta yaitu Melancholic Bitch atau Melbi mengeluarkan album ketiga mereka yang bertajuk NKKBS Bagian Pertama. NKKBS adalah kependekan dari Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera, sebuah jargon program pengendalian jumlah penduduk yang dijalankan pemerintahan Orde Baru. Seperti judul albumnya, lagu-lagu dalam album ini mengangkat warisan ideologi Orde Baru yang tertanam kuat hingga ke institusi terkecil yaitu keluarga. Misalnya, lagu Normal, Moral membahas ketakutan terhadap "hantu komunis" yang ditanamkan melalui pendidikan moral pancasila.
Selain itu ada juga lagu Bioskop, Pisau Lipat yang liriknya bercerita tentang warga yang "digelandang ke bioskop jam 9" untuk menonton film Pengkhianatan G30S/PKI.

.Pulang/ Foto: CXO Media

Novel Pulang oleh Leila Chudori

Leila Chudori adalah jurnalis sekaligus penulis yang telah menerbitkan beberapa novel bergenre fiksi sejarah. Salah satu karyanya yang paling dikenal adalah novel berjudul Pulang yang diterbitkan tahun 2013. Novel ini bercerita tentang 4 orang warga Indonesia yaitu Dimas Suryo, Nugroho Dewantoro, Risjaf, dan Tjahjadi Sukarna (Tjai Sin Soe) yang menjadi buangan politik akibat peristiwa 30 September. Pasca G30S, siapapun bisa dicap sebagai komunis, dan siapapun yang dicap komunis dinyatakan sebagai musuh negara. Akibat situasi politik yang memanas tersebut, mereka pun tidak bisa pulang ke Indonesia.

.Film Sang Penari/ Foto: CXO Media

Film Sang Penari

Sang Penari adalah film tahun 2011 yang disutradarai oleh Ifa Isfansyah, film ini diangkat dari novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Film ini bercerita tentang kisah cinta antara penari ronggeng bernama Srintil (Prisia Nasution) dengan seorang tentara bernama Rasus (Oka Antara). Sementara itu, Bakar (Lukman Sardi) meyakinkan petani Dukuh Paruk untuk bergabung dengan partai komunis agar dusun mereka terbebas dari kelaparan dan kemiskinan. Akibat peristiwa G30S, warga Dukuh Paruk pun akhirnya ikut terseret dan ditangkap oleh tentara. Pada akhirnya, kisah cinta Srintil dan Rasus pun harus berakhir dengan tragis.

Itu dia beberapa referensi yang bisa menjadi pintu masuk untuk mengulik G30S. Berbagai media di atas bisa menjadi bahan tambahan bagi kalian yang ingin mendalami berbagai perspektif mengenai peristiwa G30S, terutama bagaimana peristiwa tersebut akhirnya melahirkan kekerasan dan trauma yang berkepanjangan.

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS