Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming, mewacanakan mengubah budaya konsumsi daging anjing di daerah yang dipimpinnya. Pemerintah Kota Surakarta sendiri sudah berdiskusi dengan DPRD untuk mempertimbangkan adanya peraturan daerah terkait penjualan daging anjing. Alasan utama pelarangan tersebut adalah budaya ini dinilai tidak sejalan dengan branding Solo sebagai kota budaya yang modern.
Apalagi, menurut Gibran, Solo kerap menjadi tuan rumah untuk event bertaraf internasional. "Ini bukan masalah halal atau haram, tapi masalah branding kota ke depan. Ini bukan sesuatu yang layak dikonsumsi," ujarnya dilansir dari CNN Indonesia.
Solo sendiri sudah menjadi kota, di mana protes perdagangan daging anjing bergaung kencang. Pada tahun 2019, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sempat memberi instruksi agar Pemerintah Kota Solo segera menerbitkan peraturan daerah yang melarang konsumsi dan perdagangan daging anjing. Kota ini disebut sebagai pusat perdagangan anjing di Pulau Jawa. Menurut Dog Meet Free Indonesia, setiap bulan ada 13.700 ekor anjing di Solo yang dibunuh untuk dikonsumsi.
Ilustrasi anjing/ Foto: Pexels |
Polemik Tak Berkesudahan
Tak hanya di Surakarta, isu mengenai konsumsi daging anjing juga terus bergulir di Indonesia. Aktivis kesejahteraan hewan pun sudah banyak yang mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan larangan perdagangan dan konsumsi daging anjing, beberapa di antaranya Jakarta Animal Aid Network, Animal Friends Jogja, dan Change for Animal Foundation-yang semuanya tergabung dalam Dog Meet Free Indonesia.
Meski demikian, konsumsi daging anjing adalah masalah kompleks yang solusinya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setidaknya isu ini menyentuh tiga masalah, yaitu dari segi kesejahteraan hewan, dari segi kesehatan, dan dari segi budaya. Praktik perdagangan anjing untuk dikonsumsi sudah sering menjadi sorotan karena melibatkan praktik kekerasan terhadap hewan.
Salah satu contohnya, penelusuran Dog Meet Free Indonesia mengekspos kekerasan yang terjadi di dalam sebuah rumah jagal di daerah Sukoharjo. Video tersebut memperlihatkan puluhan anjing yang berada di dalam karung dengan kondisi mulut yang terikat. Dari segi kesehatan, konsumsi daging anjing juga ditakutkan berisiko terhadap penyebaran rabies.
Stop makan daging anjing/ Foto: Soloinfo.id |
Sebenarnya, mengkonsumsi daging anjing yang sudah diolah tidak berpotensi terinfeksi rabies karena patogen pada anjing sudah mati saat dimasak. Tapi, bukan berarti makan daging anjing bebas dariĀ masalah kesehatan lainnya. Mengkonsumsi daging anjing bisa memicu hipertensi dan meningkatkan infeksi pencernaan serta infeksi parasit.
Di samping itu, masalah yang lebih kompleks ialah konsumsi daging anjing sudah menjadi tradisi turun temurun atau budaya bagi sebagian warga Indonesia. Sedangkan, budaya sangat sulit untuk diintervensi. Di Solo, budaya menyantap daging anjing sudah ada sejak masa kolonial. Anjing dibawa oleh bangsa Eropa di abad ke-19, diolah menjadi makanan oleh pendatang Tionghoa, dan akhirnya dijadikan usaha oleh penduduk pribumi abangan non-muslim. Selain Solo, tradisi makan daging anjing juga ada di tengah masyarakat Manado dan Batak.
Melihat kompleksitas isu di atas, rasanya akan sulit untuk mengintervensi konsumsi daging anjing. Apalagi, kalau landasan motivasinya hanya sekadar untuk "memperbaiki citra di hadapan turis internasional". Maka apabila pemerintah ingin membuat larangan konsumsi daging anjing, harus dipikirkan matang-matang apa tujuannya dan bagaimana cara mengubah konsepsi publik yang terlanjur menganggap konsumsi daging anjing sebagai sebuah kewajaran.
(ANL/DIR)