Beberapa hari terakhir, jutaan warga Indonesia dibuat resah oleh perubahan harga BBM bersubsidi yang resmi dinaikkan per 3 September kemarin. Satu liter Pertalite yang tadinya dihargai Rp7.650 kini naik menjadi Rp10.000 dan satu liter Solar yang tadinya dihargai Rp5.150 naik menjadi Rp6.800. Hal ini dipastikan akan berimbas pada masyarakat dan penyedia jasa transportasi yang harus menghabiskan biaya lebih tinggi untuk memperoleh bahan bakar.
Presiden Joko Widodo sendiri mengatakan bahwa langkah untuk menaikkan harga BBM adalah keputusan sulit yang mau tak mau harus diambil oleh pemerintah. Pasalnya, anggaran subsidi tahun 2022 membengkak hingga Rp 502,4 triliun. Angka ini hampir sepertiga dari APBN yang setiap tahunnya berjumlah sekitar Rp2.000 triliun. Selain membebani APBN, subsidi BBM juga dinilai salah sasaran. Pemerintah mengatakan 70 persen dari subsidi justru dinikmati oleh golongan masyarakat mampu. Meski demikian, keputusan ini tetap menuai banyak kritikan baik dari masyarakat, politisi, maupun akademisi.
Dari Subsidi Jadi Bantuan Langsung Tunai
Subsidi BBM yang salah sasaran memang benar adanya. Menurut SMERU Research Institute, BBM bersubsidi memang kemungkinan besar lebih dimanfaatkan oleh rumah tangga kaya yang mampu memiliki motor atau mobil. Hanya 1 persen dari rumah tangga termiskin yang memiliki mobil, sementara itu hampir setengah dari rumah tangga terkaya memiliki mobil. Kemudian sekitar 63 persen rumah tangga termiskin memiliki motor, sedangkan 84 persen rumah tangga terkaya memiliki motor.
Selain fakta bahwa sebagian besar golongan tidak mampu tak memiliki kendaraan bermotor, ada juga permasalahan BBM subsidi yang bebas dinikmati siapa saja. Selama ini, pemerintah menggunakan subsidi BBM dengan sistem terbuka. Artinya, siapapun bisa membeli BBM bersubsidi tanpa harus membuktikan bahwa mereka berasal dari golongan tidak mampu.
Lalu, apakah menaikkan harga BBM akan membuat anggaran subsidi lebih tepat sasaran? Tentu ini bukan pertanyaan yang mudah untuk dijawab. Akan tetapi, pemerintah sendiri sudah menyiapkan skema untuk mengalihkan anggaran subsidi menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat kurang mampu. BLT BBM yang dijanjikan adalah sebesar Rp 600 ribu untuk 20,6 juta penerima.
Dinilai Sebagai Solusi Instan
Meski demikian, banyak pihak menilai kebijakan ini sebagai solusi instan yang tidak menyelesaikan akar permasalahan. Wasekjen PBNU Rahmat Hidayat Pulungan mengatakan bahwa subsidi salah sasaran selalu menjadi alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM selama 15 tahun terakhir, namun belum ada benar-benar kebijakan yang menyelesaikan permasalahan secara tuntas. Ia juga berpendapat bahwa pemerintah seharusnya menetapkan sistem subsidi tertutup, sehingga ada skema yang memastikan bahwa hanya golongan tidak mampu yang bisa mengakses BBM bersubsidi.
Pendapat yang serupa juga diutarakan oleh pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi. Menurutnya, menaikkan harga BBM adalah kebijakan yang tidak tepat dan salah sasaran. Sebab seharusnya pemerintah melakukan pembatasan dan pengawasan ketat dalam penyelenggaraan subsidi BBM. Apalagi, masalah ini juga bisa terjadi karena kesalahan pengelolaan anggaran dari pemerintah, sedangkan masyarakat yang harus menanggungnya.
Terlepas dari pro kontra dari sisi kebijakan, patut diingat juga bahwa masyarakat Indonesia masih sangat bergantung pada kendaraan bermotor. Pemerintah selama ini menggenjot pembangunan infrastruktur untuk angkutan darat seperti megaproyek tol Trans Jawa. Sedangkan infrastruktur transportasi publik di Indonesia masih jauh dari kata sempurna dan belum merata. Di samping itu, masyarakat juga semakin dipermudah untuk membeli kendaraan bermotor. Misalnya, sejak Low Cost Green Car (LCGC) diluncurkan tahun 2013, masyarakat bisa membeli mobil dengan harga yang lebih ekonomis.
Idealnya, harga BBM yang naik bisa menjadi momentum agar masyarakat berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. Masalahnya dengan kondisi seperti di atas, masyarakat memang didesain agar tak memiliki pilihan lain selain menggunakan kendaraan pribadi untuk kebutuhan sehari-hari. Dan naiknya harga BBM semulia apapun tujuannya tentu akan menambah beban rakyat.
(ANL/IND)