Semasa sekolah, kita telah memahami bahwa terdapat beberapa peraturan yang tidak boleh kita langgar. Bahkan kita sering dipaparkan dengan kewajiban setiap individu untuk memiliki tenggang rasa untuk satu sama lain dan menerima setiap perbedaan yang ada. Tak hanya itu, sikap tenggang rasa itu sendiri menghendaki setiap orang untuk melakukan hal-hal baik dan menghindari perilaku yang dapat mengganggu orang lain, terlebih lagi menyinggung perasaan. Namun sayangnya, hal ini sangat kian berkurang di ruang publik. Bahkan, lembaga pendidikan yang menjadi tempat di mana tenggang rasa perlu diajarkan kepada setiap muridnya pun kini menuai tanda tanya besar dalam hal peraturan sekolah.
Sekolah sudah semestinya menjadi suatu tempat di mana generasi muda menemukan dan mendapatkan banyak pelajaran, baik itu dalam hal akademis maupun sosial. Tetapi, dapat dikatakan bahwa banyak sekolah negeri yang memiliki peraturan aneh yang tidak masuk akal dan cenderung tak humanis bagi para siswa dan siswinya. Salah satu peraturan yang kerap menuai pro dan kontra adalah persoalan penampilan. Sebut saja mewajibkan siswi yang beragama Islam untuk mengenakan atribut agama atau kerudung atau kasus baru-baru ini yang menimpa anak sekolah dasar yang dipotong rambutnya oleh sang guru karena dianggap dapat mengganggu kegiatan belajar mengajar.
Peraturan mengenai wajibnya para murid perempuan untuk mengenakan kerudung memang sudah lama berlaku di beberapa sekolah negeri di beberapa daerah. Salah satu sekolah yang menerapkan peraturan ini dan ramai diperbincangkan adalah SMAN 1 Banguntapan di daerah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Mewajibkan siswi atau siswa untuk mengenakan atribut agama padahal sudah jelas dilarang di dalam Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Seragam Sekolah. Bahkan, sekolah ini juga dikatakan menjual langsung atribut seragam dalam paket yang berisikan kerudung, sehingga para siswi tidak memiliki pilihan lain untuk mengenakan atribut yang diberikan oleh sekolah.
Perihal menjual seragam dan atribut di sekolah pun juga sebenarnya sudah melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2014 yang melarang jual beli seragam di lingkungan sekolah. Aturan ini pun mengusung bahwa setiap siswa atau siswi dapat memilih dan membeli desain seragamnya masing-masing di luar sekolah yang sesuai dengan standar peraturan pemerintah. Dengan begini, sekolah seharusnya tidak boleh memaksa siswi, termasuk yang beragama Islam untuk mengenakan kerudung.
Lebih parahnya lagi, ada juga berita yang datang dari berbagai daerah mengenai keharusan mengenakan atribut agama sebagai salah satu peraturan sekolah bagi para siswi yang tidak beragama Islam sekalipun. Sehingga, mereka diharuskan untuk mengenakan lengan panjang, rok panjang yang dilengkapi dengan kerudung sebagai peraturan sekolah. Berita mengenai hal ini datang dari SMK Negeri 2 Padang pada tahun lalu. Salah satu siswinya yang bernama Jeni yang merupakan seorang non-muslim berkali-kali mendapatkan teguran dari pihak sekolah karena enggan mengenakan kerudung. Tidak hanya untuk para non-muslim, terdapat pula aturan aneh yang datang dari sekolah negeri Bali yang melarang muridnya untuk mengenakan kerudung serta adanya ketidakadilan dalam penerimaan siswa baru karena banyaknya siswa yang ditolak di jalur prestasi untuk masuk ke SMP Negeri di Denpasar hanya karena foto yang didaftarkan sedang mengenakan kerudung.
Hal-hal seputar kurangnya tenggang rasa dalam peraturan sekolah yang tidak mencerminkan toleransi dan pelanggaran kebhinekaan ini sudah mendapatkan perhatian dan teguran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Diketahui bahwa Pemprov Sumatera Barat sudah dikoordinasikan untuk menjatuhkan sanksi tegas bagi penyelenggara sekolah yang melanggar aturan Menteri Pendidikan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah. Pasalnya, hal-hal serupa paksaan atau larangan dalam berseragam yang menyinggung perihal keagamaan adalah sebuah bentuk intoleransi.