Bukan sesuatu yang mengherankan jika Jakarta 'menggila' pada jam-jam berangkat dan pulang kantor. Bagaimana tidak, hampir sebagian besar warga Jakarta, tak terkecuali kaum urban memiliki pekerjaan di ibukota ini. Bahkan Tomtom Traffic Index merilis hasil penelitiannya terkait daftar kota termacet di dunia, dan menyatakan bahwa DKI Jakarta berada di posisi ke-46 pada tahun 2021. Meskipun tidak masuk dalam 10 besar, tapi bukan berarti kita bisa berbangga diri bahwa kota ini bukan yang paling macet di dunia.
Saya sebagai warga Jakarta selama 29 tahun pun merasa bahwa kota ini semakin ramai ketika jam-jam tertentu. Seperti pagi hari misalnya, sekitar pukul 6 hingga 9 pagi, kemacetan di jalan-jalan arteri sudah mengular akibat penumpukan kendaraan milik orang tua yang ingin mengantarkan anaknya ke sekolah, ditambah orang-orang yang berharap bisa mendapati jalan lebih lengang bila lekas ke kantor pada jam tersebut. Tak jarang juga pada akhirnya para pekerja membutuhkan waktu 2-3 jam untuk sampai ke kantor di hari kerja karena stuck di jalan. Padahal mungkin saja mereka hanya membutuhkan waktu 45 menit hingga 1 jam untuk sampai kantor tanpa harus melewati kemacetan yang tak manusiawi tersebut.
Polisi pun sepakat jika jam-jam berangkat sekolah dan pergi ke kantor adalah jam yang paling hectic di Jakarta. Menurut data yang dimiliki polisi, angka kemacetan di Jakarta pada pagi hari mencapai 54 persen. "Kalau saat ini kemacetan pukul 09.00 WIB sudah 54 persen, sehingga apakah ini nyaman?" kata Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Latif Usman, dikutip detikcom.
Ia mengatakan angka kemacetan itu mengakibatkan kerugian materiil hingga triliunan rupiah. Oleh sebab itu, Dirlantas Polda Metro Jaya pun membuat wacana tentang pengaturan jam ke kantor dan pulang kantor untuk mengatasi kemacetan Jakarta yang tak berkesudahan ini. Menurut polisi, ada sejumlah titik di Jakarta yang menjadi langganan kemacetan pada pagi hari.
"Kita ada tiga titik tol pintu masuk ke Jakarta, dari Cikampek, Jagorawi, Merak-Tangerang ke Jakarta. Jalan arteri ada dari Kalimalang, Cakung, Jalan Raya Jakarta-Bogor, Depok, Lebak Bulus, Jagakarsa, Lenteng Agung, Daan Mogot. Semua masuk Jakarta di waktu bersamaan," katanya.
Lalu, demi merealisasikan aturan tersebut, Polda Metro Jaya pun menggaet sejumlah kementerian untuk mencari solusi terkait hal ini. Wakil Ketua Apindo DKI Nurjaman mengatakan Dirlantas mengundang Kementerian Tenaga Kerja, Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Pemda DKI, dan Apindo ke Polda Metro Jaya, Senin (1/8). "Diajak bicara gimana mengurai kemacetan di DKI yang selama ini enggak terkendali walau ganjil-genap dijalankan. Ada wacana mengubah jam kerja," kata Nurjaman dikutip CNBC Indonesia.
Terbentur Tantangan yang Sulit Dilalui
Meskipun aturan ini terasa sangat mudah dijalani dan nampaknya bisa mengatasi kemacetan kota Jakarta, namun justru ada banyak tantangan yang harus dihadapi pemerintah. Misalnya persoalan transportasi dan keamanan yang belum memadai di Jakarta ini. Pemerintah sendiri sebenarnya merasa perlu menambah armada di jam malam, di mana saat ini armada yang tersedia belum mencukupi maksimal.
"Kalau ditarik ke jam 12 masuk pertama, itu jam berapa balik ke sananya, jam 8. Apa siap pemerintah daerah menyiapkan transportasi dari awal sampai akhir? Butuh dipikirkan," jelasnya. Selain itu, adanya kekhawatiran dari para pelaku usaha bahwa produktivitas para pekerja akan berkurang. Apalagi, jam kerja malam biasanya hanya akan menyisakan sedikit tenaga kerja untuk bekerja. Belum lagi dari sisi kesehatan fisik dan mental para karyawan yang sebaiknya lebih diperhatikan.
Wakil Direktur Lalu Lintas (Wadirlantas) Polda Metro Jaya, AKBP Rusdy Pramana mengatakan, pengaturan jam kerja karyawan di ibukota demi mengurangi kemacetan masih sebatas usulan saja dan harus dipikirkan matang. Sehingga pengaplikasiannya belum akan diterapkan dalam waktu dekat. Meski begitu, rencana Polda Metro Jaya untuk mengurai kemacetan Jakarta ini sudah bulat dan serius akan dilaksanakan.
Namun, sebagai orang yang telah lama hidup di Jakarta dan kerap menghirup terlalu banyak asap kendaraan bermotor, wacana ini sepertinya harus dipikirkan ulang lagi. Menurut saya, bukankah yang harus dikurangi untuk mengurai kemacetan selama ini adalah pembatasan kendaraan bermotor di Jakarta yang sepertinya melebihi batas normal. Pun jika ingin masyarakat beralih pada kendaraan umum, bukankan memperbanyak armada dan jalurnya agar semakin menjangkau jalan arteri dekat dengan perumahan warga adalah keputusan yang lebih baik?
Belum lagi wacana bila peraturan ini diterapkan pekerja akan pulang lebih malam dari biasanya. Padahal saat ini ada banyak para ibu pekerja dan perempuan yang juga mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Kondisi keamanan untuk para perempuan ini pun harus menjadi prioritas utama. Sehingga, melihat banyaknya aspek-aspek yang perlu diperhatikan sebelum aturan tersebut terealisasi, pemerintah agaknya harus lebih bijak lagi. Jangan sampai wacana ini terkesan hanya pikiran pragmatis tanpa menilai kondisi masyarakat itu sendiri.