Saat sedang bersantai sambil beristirahat di akhir hari yang penuh penat, kamu membuka Instagram. Penasaran dengan bagaimana keadaan teman-temanmu, tempat-tempat keren mana yang mereka kunjungi hari ini, makanan lezat apa yang mereka santap hari ini. Namun, semakin di-scroll ke bawah, konten-konten yang muncul semakin ngawur. Yang terlihat sudah bukan kegiatan atau karya lagi, melainkan video-video reels dari akun-akun tidak di-follow yang dibentuk dari algoritma kegiatan kita di platform tersebut.
Meskipun kita bisa menampilkan foto-foto dari akun yang di-follow dengan menekan logo Instagram di kiri atas layar dan memilih "Following", tetap saja merepotkan dan memiliki implikasi bahwa feed yang dibentuk oleh algoritma adalah format utama yang diinginkan oleh Instagram. Selain itu, Instagram juga sedang mulai menggulirkan tampilan feed fullscreen, baik untuk konten foto maupun video dengan alasan memberikan pengalaman yang lebih menyenangkan. Dengan formula seperti itu, Instagram kini telah menjadi seperti kloningan TikTok.
Mungkin kamu, sebagaimana netizen lainnya, tidak suka dengan bentuk Instagram yang seperti ini. Bentuk protes ini pun sempat dinyatakan oleh netizen dalam sebuah petisi yang berbunyi "Make Instagram Instagram Again" dan sempat viral. Menanggapi isu tersebut, CEO Instagram Adam Mosseri membuat video pernyataan di akun Twitter-nya untuk menjustifikasi keputusan atas perubahan-perubahan yang sedang dilalui oleh Instagram. Bagai menyiram minyak pada api yang membara, pembelaan tersebut tetap tidak diterima dengan baik, malah kekecewaan netizen semakin membuncah.
Dalam sebuah cuitan yang dibuat oleh Frank Pallotta, seorang wartawan CNN, kembali mengangkat hal serupa yang pernah terjadi sebelumnya, yakni ketika Kylie Jenner mengeluh tentang Snapchat. Karena satu dan lain hal, keluhan darinya mengakibatkan Snapchat mengalami kerugian sebesar USD 1,3 triliun. Oleh karena itu, ketika Kylie Jenner dan Kim Kardashian me-repost bentuk protes yang sempat viral itu, Frank melihat itu sebagai peringatan untuk Instagram.
Tak lama setelah itu, Instagram memutuskan untuk membatalkan perubahan tersebut. "I'm glad we took the risk-if we're not failing every once in a while, we're not thinking big enough or bold enough. But we definitely need to take a big step back and regroup. When we've learned a lot, then we come back with some sort of new idea or iteration. So we're going to work through that," jelas Mosseri.
Memang sudah seharusnya Instagram kembali dan tumbuh dekat dengan identitas aslinya yang membuatnya begitu disenangi oleh penggunanya, bukan malah menjadi tiruan TikTok. Karena pada dasarnya, lebih baik menjadi platform yang memiliki identitas yang kuat daripada menjadi tiruan platform kompetitor.