Setiap tahunnya, umat Islam merayakan Idul Adha atau Hari Raya Kurban, yang tahun ini jatuh pada tanggal 10 Juli 2022. Di hari raya ini, umat Muslim memperingatinya dengan menyembelih hewan kurban-biasanya kambing atau sapi dan kemudian membagikannya kepada tetangga, teman, dan orang-orang yang membutuhkan. Hal ini dilakukan untuk memperingati peristiwa kurban ketika Nabi Ibrahim bersedia mengorbankan putranya, Isma'il, sebagai wujud kepatuhan kepada Allah. Tak hanya itu, membagikan daging kurban kepada mereka yang membutuhkan merupakan wujud syukur kepada Allah atas rezeki yang telah diberikan.
Sesuai ajaran agama, menyembelih dan mengonsumsi daging pun menjadi kewajiban di kala hari raya Idul Adha tiba. Lalu, bagaimana dengan para Muslim yang mempraktikkan gaya hidup vegan? Di sisi lain, menjadi vegan berarti berkomitmen untuk tidak mengonsumsi daging ataupun produk pangan hewani lainnya. Namun di lain sisi, ajaran agama menganjurkan kita untuk menyembelih hewan dan mengonsumsi daging kurban. Kedua hal yang bertolak belakang ini kerap menjadi dilema bagi penganut Muslim yang menjadi vegan.
Beberapa vegan garis keras menolak praktik penyembelihan kurban karena dianggap sebagai animal cruelty. Salah satu kelompok yang menolak praktik ini adalah Vegan Muslim Initiative, sebuah organisasi global yang berbasis di Australia dan Kanada dan telah memiliki ribuan anggota. Organisasi ini turut mengkampanyekan protes terhadap pembantaian hewan di hari raya Idul Adha. Ada dua alasan pertama mereka menolak penyembelihan hewan, pertama karena penyembelihan merupakan bentuk kekerasan dan yang kedua karena konsumsi daging secara massal berdampak buruk bagi lingkungan.
Tak dapat dipungkiri, banyak orang tergerak menjadi vegan karena menentang kekerasan terhadap hewan. Namun, ternyata tak semua vegan Muslim mematok hal ini sebagai batasan ketika beribadah. Untuk menelusuri lebih lanjut pengalaman vegan Muslim dalam mengatasi dilema ini, CXO Media pun berbincang dengan Airil Nur Abadiansyah. Airil sendiri sudah menjadi vegan selama kurang lebih 15 tahun terakhir, dimulai sejak akhir tahun 2007. Pada mulanya, Airil mencoba gaya hidup vegan karena alasan kesehatan, namun 5 tahun belakangan motivasi tersebut meluas ke gaya hidup ethical yang berdampak baik untuk lingkungan.
Meski menurut Airil menentang animal cruelty adalah tujuan yang mulia, tapi bagi dirinya hal ini berlaku untuk industri dan sistem dalam skala makro. "Untuk kebutuhan perorangan atau dalam jumlah yang wajar saya rasa tidak apa-apa. Tidak ada yang salah dengan mengonsumsi daging, (sebab) penerimaan dan reaksi manusia terhadap makanan berbeda-beda; ada alergi, trauma, dan hal serupa lainnya," ujar Airil kepada CXO Media. Pun di luar animal cruelty, ada berbagai alasan lainnya yang tak kalah penting bagi vegan, misalnya penggunaan pestisida dan kimia oleh perkebunan industrial.
Ketika hari raya Idul Adha tiba, Airil memutuskan untuk tetap menjadi vegan. Selain karena dirinya tidak menyukai daging kambing, ia juga merasa bahwa esensi dari kurban adalah berbagi. "Di luar pandangan vegan garis keras dan di luar pandangan barat mengenai kurban sebagai jagal massal, bagi saya menjadi seorang vegan bukan berarti melepaskan keyakinan samawi yang selama ini dipercaya dan dijalani. Semua punya pandangan, keyakinan, dan kepercayaan masing-masing, yang harus kita hormati," ujar Airil.
Meski Airil tidak mengkonsumsi daging di hari raya Idul Adha, ia tetap menjalani ibadah sebagaimana yang ia percayai. Sebab menurutnya, vegan adalah juga tentang mencintai diri sendiri dan bagaimana sebisa mungkin menghindari penggunaan dan konsumsi hewani. Ia pun mengaku bisa bertahan selama ini sebagai vegan karena berkompromi dengan beberapa hal, sesuai nilai-nilai yang ia pegang. Sejauh ini, dengan pendekatan tersebut ia selalu baik-baik saja ketika melewati Idul Adha.
Pengalaman Airil memberikan gambaran yang berbeda di luar perdebatan hitam putih yang selama ini terjadi mengenai vegan dan penyembelihan hewan. Menjadi vegan bukan berarti harus menukar kepercayaan yang satu dengan kepercayaan yang lain. Selama kita mampu berkompromi, maka tidak harus ada kontradiksi antara menjalani gaya hidup vegan dengan agama yang kita anut.
(ANL/MEL)