Pada hari Minggu (26/6), di media sosial beredar sebuah video seorang laki-laki yang sedang dikejar-kejar di Bintaro Xchange Mall. Video ini diunggah oleh seorang pengguna Instagram @misisdevi. Laki-laki tersebut dikejar lantaran melakukan pelecehan terhadap anak kecil. Menurut keterangan pengunjung lain, laki-laki tersebut sudah sering keluar-masuk area mall dan sudah beberapa kali melakukan kejahatannya.
Pelaku mendekati anak-anak di tempat ramai lalu memegang tubuh mereka tanpa persetujuan. Sayangnya, video tersebut juga memperlihatkan petugas keamanan yang kurang responsif terhadap kejadian tersebut. Hingga akhirnya, orang tua korban yang harus mengambil tindakan sendiri dengan mengejar-ngejar pelaku.
Kasus yang terjadi di Bintaro tersebut menambah rentetan kasus pelecehan anak yang terjadi di ruang publik. Baru saja minggu lalu kita juga dibuat geram dengan kasus pelecehan yang terjadi di Gresik. Dalam video yang terekam kamera CCTV, terlihat seorang laki-laki dewasa yang sedang memeluk dan mencium secara paksa seorang anak kecil.
Permasalahan tidak berhenti di situ. Tak lama setelah video itu viral, Kapolsek Sidayu mengeluarkan pernyataan yang membuat publik semakin geram. Ia mengatakan kasus tersebut tidak bisa diproses karena menurutnya kejadian tersebut bukanlah pelecehan, sebab anak tersebut tidak menangis dan pakaiannya tidak dilepas. Selain itu alasan lainnya juga karena orang tua dari anak tersebut tidak membuat laporan ke kepolisian.
Lantas, bagaimana hukum kita mengatur pelecehan anak?
Baca Juga : Kenali Bentuk-Bentuk KBGO |
Pelecehan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak no. 35 tahun 2016 tentang larangan perbuatan cabul terhadap anak-anak. Pasal tersebut mengklasifikasikan pelaku pencabulan sebagai "Setiap Orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul".
Selain itu, pelecehan anak juga diatur dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disahkan belum lama ini. Dalam pasal 12 ayat 2, disebutkan bahwa pelecehan seksual merupakan delik aduan, kecuali jika dilakukan terhadap anak, penyandang disabilitas, dan anak dengan disabilitas. Artinya, ketika korbannya adalah anak-anak, polisi tidak harus menunggu ada laporan dahulu untuk memproses kasusnya.
Dua kejadian di atas menggambarkan bahwa meskipun instrumen hukumnya sudah ada, belum tentu aparat memahaminya. Padahal, merekalah yang bertugas untuk mengimplementasikan hukum dan memberikan rasa aman bagi publik. Tetapi nyatanya, polisi baru bergerak ketika didesak oleh publik. Artinya, hukum pun tidak cukup untuk memberikan perlindungan. Aparat penegak hukum juga harus memiliki pemahaman yang menyeluruh mengenai apa itu pelecehan dan apa saja bentuk-bentuknya. Selama pemahaman ini belum ada, maka kasus seperti ini akan terus terjadi dan ruang aman bagi anak-anak semakin terbatas.